Salah satu bahasan para emak bulan ini adalah merebaknya gondongan dan muntaber. Suatu kombinasi yang mungkin tak biasa, karena setahu saya keduanya menjadi epidemi musim kemarau. Ternyata keduanya perlu kita waspadai pada satu waktu seperti ini.
Btw, sudah berhari-hari kami di sini mengalami hujan deras, nih, bagaimana di tempat sobat Susindra?
Pertama kali saya mendengar banyak anak yang terkena gondongan adalah saat mengunjungi guru sekolahnya Gi yang akan berangkat umroh. Pada malam keberangkatan selalu ramai orang yang datang untuk memberi dukungan apapun selazimnya.
Saya di sana bertemu dengan hampir semua gurunya Gi dan percakapan menjadi cair. Salah satunya ya epidemi yang menyasar kesehatan anak-anak. Saya sebut epidemi ya karena keduanya penyakit yang sangat cepat menyebar dan menular. Kita perlu waspada pada gondongan dan muntaber.
Waspada gondongan
Saya sering auto waspada jika ada anak gondongan main ke rumah. Pasalnya ada anak usia 5 tahun di rumah kami. Waspada gondongan berlaku selama usia 2-12 tahun, meskipun tidak menutup kemungkinan kalau di atas usia itu masih bisa kena.
Saya pernah baca kalau gondongan yang berlarut-larut pada anak laki-laki punya implikasi serius pada masa depannya kelak, berupa kesulitan memiliki keturunan. Ini, nih, masalahnya. Makanya saya auto set alarm, anak harus cepat sembuh.
Btw, ibu hamil, please, please, please, menjauhlah dari virus yang satu ini.
Untungnya sih, penyakit menular yang satu ini hanya menyerang satu kali. Tapi bukan berarti saya santuy ketika virus paramyxovirus ini menjadi epidemi di lingkungan kami. Tetap waspada dan memanjakan anak dengan aneka makanan bernutrisi. Padahal sudah full imunisasi termasuk vaksin campak-gondok-rubella (MMR).
Gondongan cepat menular ke anak lain karena penularannya melalui percikan air liur atau ludah, batuk, dan bersin. Masalahnya lagi, gejala gondongan baru muncul 12–24 hari setelah terinfeksi. Nah, lho.
Bagaimana cara merawat anak yang sakit gondongan?
1. Perbanyak istirahat
2. Sering minum
3. Jangan keluar rumah dulu alias isolasi mandiri
4. Kompres area bengkak dengan air hangat/dingin
5. Hindari kelelahan
6. Makan makanan yang cenderung lunak
7. Berkumur dengan air garam
Waspada muntaber
Salah satu yang perlu diwaspadai dari muntaber adalah dehidrasi berat dan malnutrisi. Hal ini sangat perlu dicegah terjadi pada anak yang sedang salam masa pertumbuhan.
Bagi yang belum tahu, muntaber adalah kepanjangan dari muntah-berak, sebuah penyakit lawas yang masih beredar di masyarakat. Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri atau parasit. Bentuknya peradangan saluran cerna. Bisa juga disebut dengan gastroenteritis atau flu perut.
Gejala muntaber cukup mudah diketahui. Jika ada anak/orang yang mengalami diare, mual, muntah, bisa dipastikan sedang terkena muntaber. Hal lain adalah penderita akan mengalami demam, kram perut, lemah dan pusing.
Masalahnya adalah muntaber ini cepat menular ke orang lain dan bisa siapa saja. Tahu kan kalau penyebabnya si trio infeksi virus, bakteri atau parasit.
Bagaimana cara menyebarnya muntaber?
Tak beda dengan penyakit rakyat lainnya, muntaber menular melalui makanan yang terkontaminasi kuman penyebab muntaber, jabat tangan dengan penderita, sampah penderita, dan ketidakbersihan saat merawat penderita.
Ketika ada yang sedang sakit muntaber, sebaiknya baik penderita maupun caregiver atau orang yang merawat mengkonsumsi banyak makanan yang tinggi imunitasnya.
Khusus untuk penderita muntaber, karena biasanya enggan makan, pisang bisa jadi pilihan paling praktis. Pisang mengandung serat, karbohidrat kompleks, folat, pektin, kalium, vitamin C, dan B6.
Berikut ini penanganan anak yang terkena muntaber:
1. Perbanyak istirahat
2. Beri oralit sesuai dosis yang tepat
3. Perbanyak makan pisang dan makanan yang netral bagi perut.
4. Hindari makanan pemicu asam lambung seperti gorengan, mi instan, makanan pedas. dll.
5. Perbanyak minum air.
Minum obat yang tepat
Mungkin sobat Susindra penasaran mengapa saya tidak menyebut obat sedikit pun. Apakah gondongan dan muntaber tidak perlu obat?
Perlu, jika dibutuhkan.
Baik gondongan maupun muntaber, keduanya bisa sembuh tanpa obat khusus. Istirahat, nutrisi dan obat demam sudah bisa dicukupkan. Khusus muntaber, penting sekali untuk memberikan oralit padanya. Karena anak berpotensi kehilangan semua nutrisinya karena muntah dan diarenya.
Anak yang sedang sakit gondongan (dan muntaber) bisa diberi paracetamol atau ibuprofen untuk meredakan demam dan mengurangi rasa nyerinya. Dua obat ini punya fungsi pereda demam, nyeri, dan mual. Mengenai merk paracetamol atau ibuprofen, serta dosisnya, saya sarankan untuk mengikuti petunjuk dokter. Itu bisa jadi pedoman.
Oh iya, coba diingat lagi apakah anak sudah mendapatkan vaksin MMR? Ini penting, lho. Saya ingatnya Gi sudah dapat vaksin ini saat masih usia 1 tahunan, ternyata harus 2x.
Kalau mau tahu banyak tentang obat-obatan yang tepat untuk sakit yang tepat, kita bisa belajar dari https://pafipangkalanbalai.org/. Sebuah situs yang menaungi berita seputar ahli farmasi Indonesia.
PAFI atau Persatuan Ahli Farmasi Indonesia merupakan organisasi kekaryaan dan pengabdian. Salah satu misinya adalah mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat Indonesia.
Menjadi "dokter" keluarga adalah salah satu tugas seorang ibu. Bukan bermain dokter kecil melainkan tugas utama kita adalah mengasuh anak dan memastikan semua anggota keluarga selalu sehat. Jika ada yang sakit harus merawat sampai sembuh.
Meski tak sedetail tupoksi perawat, namun kemampuan untuk mengenali gejala dan penanganan menjadi tanggung jawab kita. Jangan terlalu cepat membawa ke rumah sakit jika penyakitnya ringan. Di sinilah situs semacam PAFI ikut berperan kita sebagai masyarakat Indonesia.
0 Komentar
Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)