Tak sengaja menonton film Ipar Adalah Maut. Bukan jenis yang masuk list tontonan karena baru judul saja aneka praduga sudah mengemuka di kepala. Beberapa kali podcast-nya muncul di rekomendasi juga saya skip. Ternyata bagus. Ya sudahlah, saya buat saja tulisan kesan setelah menonton Ipar Adalah Maut.
Saya harus akui bahwa film Indonesia sudah enak dinikmati karena ragam pilihannya bervariasi serta banyak yang membidik keresahan masyarakat secara lebih komprehensif. Banyak juga yang mengedukasi masyarakat, tentang beberapa hal yang dilupakan karena kebiasaan.
Jujur saja saya tidak pernah menduga ada hadis tentang "ipar adalah maut". Apalagi setahu saya ada 1-2 kasus adik menikah dengan suami mendiang mbakyunya, yang hanya mendapat sorotan sebentar di pasar gosip lokal.
Sebagai orang yang tidak srawung dalam komunitas pasar gosip lokal, saya malah cuma dapat ekor gosip alias berminggu-minggu setelahnya.
Pernah sih, sebenarnya, saya menemukan peribahasa Jawa yang agak kasar tentang suami yang menikahi adik mendiang istrinya. Yang dicap jelek bukan si suami melainkan si istri barunya. Peribasahanya adalah:
Asu munggah amben
Kalau versi kromonya
Asu munggah ing papahan
Artinya?
Anjing naik ke peraduan
Kasar sekali, ya? Si adik yang dinikahi iparnya (yang sudah menduda karena cerai pati) masih direndahkan seperti itu.
Paribasan atau peribahasa sudah jarang muncul di percakapan sehari-hari. Sudah hilang di dalam komunikasi. Siapa yang masih ingat peribahasa-peribahasa seperti orang zaman dahulu?
Kalau gen x seperti saya sih memang masih mengalami percakapan dengan campuran peribahasa karena digunakan sebagai wejangan atau nasihat atau pengingat.
"Ngelingana bibit kawite, lan ngelingana tembe mburine" Ingat awalannya dan ingat akhirnya, misalnya. Bahkan peribahasa "becik ketitik ala ketara" juga sudah langka terdengar.
Zaman sekarang kalau tiba-tiba ada yang bilang,
"Wong legan golek momongan."
Siapa yang akan paham kalau artinya, "hidup mapan malah mencari kesulitan?"
Saya yakin mayoritas pembaca Susindra yang berbahasa Jawa akan menerjemahkan, "belum menikah sudah punya anak." Hayo... siapa nih, yang salah arti?
Sek, kosek, wait... tunggu... janjane iki postingan paribasan apa review film Ipar Adalah Maut? Ya sudahlah kita mulai saja sekarang.
Sinopsis Ipar Adalah Maut
Nisa dan Aris adalah pasangan suami istri yang berbahagia. Sangat ideal. Harmonis. Aris terkenal sebagai suami sempurna karena watak dan status sosialnya, termasuk rupawannya.
Muda, hidup cukup, sudah memiliki anak, pekerjaan mapan. Sempurna. Mereka tinggal di rumah sendiri bersama anak bernama Raya dan seorang ART yang dipanggil bibi.
Rani diterima di kampus tempat Aris mengajar. Agar lebih praktis, ia tinggal di rumah kakaknya. Sesuatu yang sering dipandang lazim di masa sekarang ini.
Namanya tinggal bersama tentu saja interaksi keluarga terjadi secara cair dan tak ada syak prasangka apapun. Ketika Rani diganggu teman kuliahnya, dan Aris menolongnya, saat itulah sinyal tersambung. Aris dengan sinyal penolong dan Rani dengan sinyal sebagai orang yang butuh pertolongan.
Satu, dua, tiga peristiwa silih berganti, mereka akhirnya melakukan hubungan badan dan seperti candu mereka berpetualangan. Apalagi ada kepercayaan penuh dari Nisa dan ketiadaan Nisa secara fisik.
Bagaimana kelanjutannya? Boleh nonton di Netfix, ya.
Review Ipar Adalah Maut
Ipar adalah Maut punya cerita yang ringan saja dan tak perlu berat-berat banget ekspektasinya. Meskipun sutradaranya Hanung Bramantyo, bersinergi dengan MD Pictures dan Dapur Film.
Deretan pemainnya cukup menjual.
Michelle Ziudith sebagai Nisa
Deva Mahenra sebagai Aris Nasyid Baihaqi
Davina Karamoy sebagai Rani Nurul Azizah
Alesha Fadillah sebagai Raya
Dewi Irawan sebagai Asri Irawan
Devina Aureel sebagai Manda Cantika Saputri
Asri Welas sebagai Esty
Ratu Rafa sebagai Septi
Toby Armstrong sebagai Yan
Adam Farrel sebagai Jefri
Rukman Rosadi sebagai Ustadz
Susilo Nugroho sebagai Junaedi Prawito
Aditya Novika sebagai Rohmah
Mbok Tun sebagai Tin
Akbarry Noor sebagai Robby
Nayra Kanaya sebagai Rani kecil
Manoj Punjabi sebagai pengunjung lift
Fredy Amin sebagai dokter bedah
Astri Nurdin sebagai dokter spesialis penyakit dalam
Agnes Endah Arum sebagai perawat
Lia Amelia sebagai karyawan Nisa
Mungkin ada yang pernah membaca kisah viral di medsos, dari akun Elizasifaa. Judulnya sama. Nah inilah yang digarap di film. Perkara berapa persen kecocokannya dengan peristiwa asli, saya yakin ada dramatisasinya agar mudah mengaduk emosi penontonnya.
Yang jelas sih, bulan 6 tahun ini, film Ipar adalah Maut tayang di bioskop dan materi promosinya banyak yang nyangkut di linimasa medsos saya. Termasuk di Youtube.
FYI tiap hari saya mendengarkan siniar di Youtube sambil melakukan pekerjaan domestik, dengan beberapa topik favorit. Kadang rekomendasi teratas saya pilih secara random. Tapi film ini tak pernah saya klik promosi siniarnya.
Saya punya syak kalau mirip kisahnya Vina Cirebon... cuma dari judulnya. Padahal judulnya ini diambil dari hadist sohih.
Kebetulan saya baru nonton film Tuhan Izinkan Aku Berdosa dan sudah saya ulas di blog. Dengan prasangka takkan lebih "buruk" dari film ini, saya menonton Ipar adalah Maut.
Btw kata buruk ini bukan dari segi kualitasnya, tapi depresi pasca menonton. Saya sedang salam fase rentan depresi, butuh teman tapi tak tahu siapa, sehingga tiap hari mendengar 5-7an podcast agar kepala saya tidak berisik.
Ternyata ringan saja, kok. Secara kualitas hanya sampai kata bagus saja, dan itu sudah cukup jadi alasan masuk ke daftar tontonan. Agar kita tahu kalau dalam kehidupan sehari-hari ada maut yang mengancam dari dalam.
Siapa yang akan membayangkan suami selingkuh dengan adik sendiri. Tahunya ya adik kita adalah adik suami dan begitu pula sebaliknya. Konsep ini benar, karena statusnya jadi haram menikah. Tapi.... namanya kucing di beri hidangan ikan tiap hari....
Eh kok bahasanya gitu?
Kalau adik kandung di rumah, pakai baju harian pendek, pastilah takkan muncul syahwat sedikit pun. Kalau adik ipar? Wah, aliran listrik terpendam akan aktif sekali. Ini kan fitrah manusia yang selalu ingin memiliki lebih dari yang dipunyai.
Begitulah adanya.
Mengenai hadis Ipar adalah Maut sobat Susindra bisa membacanya di situs-situs religi resmi, dan memang benar adanya. Ini bisa jadi peringatan bagi kita, agar lebih berhati-hati.
Karena kalau dari film, Rani haram dinikahi Aris padahal sudah berbadan dua. Nah kan ini cilaka dua belas beneran kalau terjadi di kenyataan. Sayangnya di hidup nyata hal ini bisa dihitung dengan jari, ya?
Jadi, semoga kita dijauhkan dari maut-maut manis yang tersebar di sekitar kita. Semoga kita tetap dalam lindungan-Nya. Jangan kepedean punya keimanan tinggi yang berani diadu, karena saya cukup yakin sosok Aris yang dikisahkan di sini pastinya seorang akhwat yang taat.
Ujian hidup memang berkelindan dengan karakter dominan seorang manusia...
Selamat menonton bagi yang tertarik, bagi yang hanya baca semoga mendapatkan manfaatnya.
0 Komentar
Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)