Perpusnas Writers Festifal di Jepara Hari Pertama

Euforia Perpusnas Writers Festifal di Jepara masih terasa. Event besar dan pertemuan para pegiat literasi ini memang tak berhenti sampai acara selesai. Masih ada kelanjutannya, karena sebuah event dikatakan berhasil jika memberikan dampak jangka panjang. Kira-kira ada yang penasaran, ga ya, kelanjutannya apa? Siapa yang paling diuntungkan secara jangka panjang nantinya?

Perpusnas Writers Festifal di Jepara


Sebelum itu....

Salah satu kejelekan tubuh tua adalah recovery-nya yang lebih panjang.  Capeknya berlipat. Setiap hari di lokasi seharian dan pulangnya saya menyelesaikan tugas kerumahtanggaan. Ada edisi nerves yang bikin  saya gagal tidur semalaman pula. 

Baru pertama kali saya merasa mules sebelum pentas dan tak sanggup makan pagi. Hehehe. Serius, padahal ini kali ketiga saya jadi narasumber di Pendopo Kabupaten Jepara. Yang kedua malah duet dengan profesor UGM dengan audiens dari Forkopinda Jepara. Saya menjelaskan pentingnya pendopo sebagai cagar budaya. Sama-sama sesuatu yang gue banget kenapa beda reaksinya?

Masih belum dapat tidur.... Malam minggu, pasca penutupan Perpusnas Writers Festifal, saat pulang, rumah tetangga di depan rumah saya terang benderang.  Ternyata tetangga baru kami meninggal. Perempuan muda usia 25 tahun, meninggal karena penyakit kronis. Baru tinggal di sini 2 bulan.

Saya menyebut ini karena pas banget hari itu, Sabtu 19 Oktober 2024, saya ikut Gelar Wicara bertema Lokalitas dalam Sastra. Salah satu lokalitasnya adalah kebiasaan segera memakamkan jenazah meski sudah malam. Warga tetaplah dengan setia membantu mulai dari urusan uborampe sampai hanya duduk menanti. Luar biasa, menurut saya. Eh, ini bukan memuji diri sendiri, ya.

Dari jenazah datang sampai disalatkan di masjid, banyak tetangga yang datang untuk hormat pemberangkatan dan jadi saksi. Pukul 2 dinihari saya pulang dengan badan yang rasanya entah gimana menjelaskannya. Saya butuh tidur panjang dan nginem semampunya. Itulah alasan saya tepar dan silent beberapa hari.

Yaaa...... sebagai peserta workshop penulisan jurnalistik saya malu jadinya.

Lead sudah bagus, ringkas menjelaskan isi. Eh, intro malah curhat.... 

Yah, enaknya menulis di blog memang gitu. Tak harus saklek pada materi workshop jurnalistik di Perpusnas Writers Festifal tanggal 18 kemarin. Saya ikut, dong.... Saya tipe yang passionate learner, jadi ya dengan antusias ikut bahkan sampai dapat kaos ekslusif dan banyak buku.

Balik ke Perpusnas Writers Festifal di Jepara, ya. Sobat Susindra siapa yang datang? Bisa beri komentar, ya.

Saya akan menulis recap-nya dulu, kegiatan 3 hari berturut-turut.


Perpusnas Writers Festifal Hari #1

Perpusnas Writers Festifal ke-4 di Jepara berlangsung mulai tanggal 17-21 Oktober 2024. Acara dimulai pukul 08.00 WIB sampai malam. 

Acara malam biasanya lebih intim dengan para tamu penting yang jadi speaker di acara ini. Malam itu ada Kang Maman dan tamu lainnya. Karena tidak datang ya tidak saya ulas ya, kegiatan malamnya.




Pembukaan Perpusnas Writers Festifal di Jepara

Perpusnas Writers Festifal atau PWF #4 diadakan di Pendopo Kabupaten Jepara, pada pukul 08.00 WIB. Setidaknya itulah yang tercatat di undangan maupun di tautan pendaftaran. Di rumah tinggal R.A. Kartini semasa hidupnya. Rumah penuh kenangan. 

Penyelenggara Perpusnas Writers Festifal ingin menggali spirit penulisan Kartini yang dikenal sebagai sosok yang sangat gemar berliterasi. Untuk menghadirkannya, berbagai ornamen disebar di lokasi PWF #4.

Dari gerbang sampai latar belakang, semuanya sudah diatur sedemikian rupa oleh penyelenggara dan para relawan. Para pengunjung bisa puas berfoto-foto ria di tempat-tempat yang dihias. 

Foto para speaker berderet melingkari taman kecil dengan masterpiece 2 patung tokoh legendaris yang pernah tinggal di sana. Tentu saja foto R.A. Kartini dan R.M.P. Sosroningrat.  

Selayaknya kegiatan yang dibuka oleh Bupati atau Penjabat Bupati, acaranya akan terlihat formil dengan banyak peserta dari ASN. Dan... sudah jadi kebiasaan pastilah tidak bisa jam 08.00 pagi. 


Sangat tidak mungkin karena kebiasaan di sini selalu apel pagi dulu di kantor masing-masing. Saya sudah hapal banget yang ini karena pernah jadi penyelenggara yang kepagian. 

Buat saya yang selalu datang before time atau paling telat datang in time, cuma bisa membatin, "Seandainya....." Atau setidaknya bolehlah Tari Krida Jati dan dongeng Babad Kedung dimulai sambil menunggu...

Yah, ini sih cuma pendapat pribadi, ya, karena harus bicara citra juga saat menerima tamu dari luar. Tapi memang penyelenggaranya yang wajib selalu ingat untuk set jamnya paling cepat pukul 09.00 WIB. Ini bukan kota metropolitan, guys.

Yang paling diuntungkan adalah mereka yang tahu, kenal atau mempelajari tamu penting hari ini, yaitu Kang Maman atau Maman Suhernan. Jadi bisa ngobrol santai agak lama.

Saat saya sampai, beliau sedang asyik berbicara dengan Mbak Nana, yang rupanya teman kuliah. Kebetulan ini kali kedua saya bertemu Kang Maman, karena pada tahun 2018 lalu pernah mampir ke dukuh saya yang terpencil, Dukuh Telahap Desa Kecapi, pada event Festival Literasi Jepara pada bulan September. Kalau tidak salah 16 September karena sekalian Haul Kartini.

Akhirnya.... pembukaan Perpusnas Writers Festifal ke-4 di Jepara sukses dilakukan dan Pak PJ Edi menjawab tulisan saya tentang Pendopo Kabupaten Jepara. Dalem kabupaten dibuka untuk umum selama seharian.


Gelar Wicara "Gerakan Literasi Kartini."

Usai pembukaan Perpusnas Writers Festifal, acara inti dimulai, yaitu Gelar Wicara bertajuk "Gerakan Literasi Kartini." Acara paling puncak diletakkan di awal dan live streaming di Youtube Perpusnas.



Pada gelar wicara ini, Edi Wiyono (Kepala Perpusnas Press) didapuk jadi moderator untuk 4 pembicara keren, yaitu:

1. Joko Santoso (Joko Santoso, Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

2. De Fransisko Da Silva Tawares (Kepala Dinas Kearsipan dan Perpusatakaan Jawa Tengah)

3. Maman Suherman (Penulis 60 buku dan pegiat literasi)

4. Opik (Ketua Umum Forum TBM)


Gelar Wicara siang itu ndaging banget. Saya mendengarkan dengan penuh minat karena beberapa poin sangat mencerahkan. Sesekali saya mengecek pekerjaan Giandra di samping saya, yang sedang latihan menulis. Anak TK saya itu "diberi pekerjaan" agar anteng. 

Saya sengaja bawa dua buku latihan menulis dan ia juga membawa buku latihan membaca karena pulang dari sekolah langsung menyusul ke lokasi.

Sebenarnya saya sudah menyiapkan 2 pertanyaan ringkas untuk 2 pembicara, yaitu Kang Maman dan Pak Fransisko. Sayang tak kebagian waktu. Pengen tanya rahasia bisa menulis 60 buku ala Kang Maman dan bagaimana cara akses arsip di Jawa Tengah. Huhuhu. Saya sedih bukan karena tak dapat hadiah 1+10 buku.

Eh iya, kenapa ya, orang yang tanya kok curhat dulu kadang sampai 5-7 bahkan ada yang 10 menit baru keluar pertanyaannya? Saya kalau tanya palingan 1-2 kalimat pembuka/pembatasan jawaban yang saya inginkan dan 1 kalimat pertanyaan. Tak sampai semenit selesai.


Lokakarya Penulisan Berita

Meskipun sudah jadi bloger selama 17 tahun, saya tetap senang belajar hal baru. Mumpung narasumbernya Mas Zainal Abidin yang jadi Pemred dan GM Radar Kudus. Oh iya, dosen juga, sih, saya lupa apa. Kayaknya DKV di Unisnu.



Saya pernah ketemu Mas Zainal ini di Rumah Belajar Ilalang. Sama acaranya dengan Kang Maman yang saya sebutkan di atas. Kalau tidak salah mempresentasikan disertasi atau tesisnya tentang religiusitas Kartini. Kalau dihitung-hitung acaranya sudah 6 tahun lalu... jadi banyak lupanya. 

Lokakarya ini dimoderatori oleh Mas Damaji Ratmono. Saya beruntung dapat kaos saat menjawab pertanyaan awal, "Siapa penulis lagi Ibu Kita Kartini?" Ya jelas saya bisa jawab karena sudah pernah saya tulis sangat lengkap di artikel Dua Karya Istimewa W.R. Soepratman Pasca Meliput Kongress Perempuan tahun 1928.

Yah... namanya rezeki. Saya memakainya tanggal 19 Oktober setelah izin dengan ketua penyelenggara. Hahaha.

Materi Mas Zainal ndaging banget dalam arti sesungguhnya. Penjelasannya detail. Saya mengikuti dengan penuh minat dan dapat hadiah buku karena "menagih" penjelasan tentang magnitude.

Saking perhatiannya dengan semua penjelasan - saya catat, foto, dan rekam - saya menyadari magnitudedalam syarat kelayakan muat sebuah berita dimuat di media cetak. Ya saya tanyakan, dong. 

syarat tulisan layak muat di jawapos dan radar kudus


Acara selesai sore, saya pulang dengan kondisi agak kelelahan. Bukan hal mudah menyimak materi sambil momong bocah TK yang kadang ingin diantar ke kamar mandi atau ke pojok baca di samping kanan.

Beruntung saya bawa 2 buku latihan menulis dan ada buku latihan membaca sehingga Giandra agak sibuk. Psst.... dia "bekerja" lho, karena tiap tugas yang selesai dikonversi dengan sejumlah nilai uang untuk jajan. Kan ada stan UMKM di lokasi....


Lokakarya Penulisan Geguritan

Pukul 14.00 WIB, berbarengan dengan lokakarya yang saya paparkan, ada lokakarya yang sangat menarik, yaitu bagaimana menulis geguritan. 

Pengisi acara geguritan sangat terkenal di kalangan sastrawan Jepara. Beliau adalah Sunardi K.S. Salah satu bukunya masih jadi acuan pembuatan geguritan, yaitu Wegah Dadi Semar (2012).



Lokakarya geguritan diadakan di Gedung Sima yang ada di pojok kanan depan Kompleks Kantor Setda Jepara. Masih satu kompleks dengan Pendopo Kabupaten.

Saya tak mungkin membelah diri menjadi dua, makanya tidak ikut dalam lokakarya ini. Saya memang lebih suka membuat berita daripada membuat karya sastra sejenis puisi. Kepala saya rentan berasap jika latihan menulis geguritan.

Kalau masih muda, tak masalah melakukan pengayaan penulisan. Kalau sudah tua seperti saya, lebih nyaman belajar yang disukai. Jujur saja saya sudah tidak bisa menikmati membaca novel, cerpen atau puisi seperti dulu lagi. Jadi wajar jika tak berminat membuatnya.

Meskipun... saya pernah punya keinginan membuat novel sejarah perempuan di masa feodalisme Jawa masih berkuasa.

Khusus buat yang ingin tahu apa itu geguritan, saya cuplikkan sedikit untuk sekadar informasi.

Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti nyanyian atau tulisan. Biasanya berbahasa Jawa. Mudahnya puisi berbahasa Jawa.



Dahulu geguritan harus berbahasa Jawa. Gaya bahasanya sangat ditentukan oleh irama, rima, serta penyusunan larik dan bait. Ada aturan tradisional seperti jumlah gatra, jumlah suku kata, dan bunyi vokal pada akhir.

Sekarang ini geguritan sudah lebih luwes. Mirip puisi dan tidak harus berbahasa Jawa. Sudah tidak lagi patuh atau terikat oleh aturan-aturan tradisional seperti di atas. Jadi lebih mudah diikuti lokakaryanya.

Namun saya tetap harus menyerah jika diminta membuat geguritan karena ada susunan kata dalam gurit yang akan saya patuhi jika membuatnya. Saya sudah kesulitan kalau berkaitan dengan pengimajinasian dan struktur batin yang perlu di-create. Rasanya berat jika belajar majas, versifikasi, dan tipografi kalimat. 

Memang waktu kebebasan berkarya saya sudah tidak banyak lagi. Lebih baik fokus pada apa yang disukai dan sudah dikuasai. Waktu saya untuk menitipkan warisan berupa buku sudah tidak banyak lagi.

Oh iya. lebih baik saya berikan profil singkat saja tentang Pak Sunardi. 

Sunardi KS adalah sastrawan Jepara yang di Mayong, Jepara. Kecamatan  yang sama dengan Kartini. Beliau cukup aktif menulis puisi, cerpen, esai berbahasa Jawa maupun Indonesia. Karyanya banyak dimuat di berbagai media. Jadi memang pembicara yang kompeten di bidangnya.


Penutup

Acara Perpusnas Writers Festifal di Jepara masih panjang. Masih ada tanggal 18 dan 19 Oktober. Memang dijadwalnya sampai tanggal 21 Oktober, namun setahu saya kegiatannya di Karimunjawa sana. 

Hari pertama kelihatannya tidak sampai malam. Saya pernah punya jadwalnya. Somehow semua chat WhatsApp saya hilang pada hari itu dan setelan kembali ke hari sebelumnya.

Oh iya, acara ini ternyata kurang mendapat sambutan dari penulis Jepara. Tak banyak yang hadir. Namun jangan salah, banyak juga peserta dari luar kota yang hadir.

Meski demikian, bisa dikatakan acara ini berhasil dengan baik karena ternyata animo pelajar terbilang luar biasa. Suatu kebetulan memang anak-anak sekolah menjadi target utama pembinaan kepenulisan yang akan dilakukan secara intensif oleh Perpusnas Press dan instansi terkait di Jepara. Bentuknya inkubasi kepenulisan untuk melahirkan penulis-penulis muda yang produktif. 

Inkubasi serupa juga diberikan pada semua Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Jepara. Saya coba memperjuangkan inkunasi untuk penulis Jepara namun apa daya karena memang teramat sedikit yang datang dengan jaket penulis....


Begitulah acara Perpusnas Writer Festival ke-4 di Jepara tanggal 17 Oktober lalu. Semoga bermanfaat.




0 Komentar