Sebagai seorang kreator konten, saya termasuk dalam lingkaran lama. Para ibu yang membuat blog untuk diari anak dan diari keluarga sejak tahun 2009. Makin lama saya menyadari bahwa blog adalah salah satu bentuk jurnalis warga.
Seiring dengan pertambahan tahun dan makin mudahnya orang memiliki ponsel pintar, dunia kepenulisan di blog menjadi jenuh dan riuh. Masih ditambah dengan perubahan wajah jurnalis warga dari foto dan tulisan menjadi video. Banyak platform untuk berbagi berita yang aksesnya terbuka lebar bagi masyarakat dari semua kalangan.
Saya yakin sobat Susindra menggunakan beberapa platform berbagi berita juga.
Hebatnya dampak video yang diunggah
Jujur saja, saya menulis ini karena menonton berita di TV tentang penindakan pelaku asusila yang berakhir pada penangkapan polisi. Berturut-turut dari berita 3 remaja yang ditangkap karena menganiaya seorang yang berkebutuhan khusus, berita tentang tiktoker yang ditangkap karena video asusila dengan boneka, berita penganiayaan pencuri, dan satu lagi tiba-tiba saya lupa.
Maaf, usia memang sudah lumayan tua.
Dari situ saya teringat kembali pada beragam peristiwa yang membuktikan betapa luar biasanya video sederhana yang diunggah oleh orang biasa. Contoh yang paling lekat adalah video-video bencana yang terjadi.
Tak heran jika kemudian banyak stasiun TV atau media berita mainstream yang merekrut banyak warga di berbagai kota di Indonesia. Ada yang sangat aktif sampai-sampai banyak berita kejahatan di sebuah kota yang suami saya berkata, "Banyak banget kejahatan di sana".
Waktu itu saya jawab asal saja, "Bukan banyaknya kejahatan tapi keaktivan pencari/kontributor berita yang fokus pada kejahatan warga."
Ya.... apa yang dikatakan suami saya pastilah jadi pikiran banyak orang di Indonesia karena lagi-lagi kota berawalan P itu lagi dan lagi. Dan ini terjadi lamaaaa sekali dan berkaitan dengan stasiun TV.
Tapi beda lagi dengan kasus yang saya jadikan contoh. Yang itu punya wajah beda, karena diunggah di akun pribadi. Entah dengan akun utama atau akun utama, motif pengunggah adalah demi konten. Konten viral mendapatkan cuan.
Pasti ingat dong dengan konten nenek-nenek "mandi" di tiktok yang disebut sebagai pengemis like. Seperti itulah kira-kira. Dan saat ini amat sangat banyak konten pembodohan yang dapat diakses secara terbuka, berkelindan dengan konten-konten bodoh yang digarap demi cuan. Dikira dengan melanggar norma dan susila ia bisa melenggang santai. Bui adalah rumah selanjutnya.
Pelajaran moral dan susila
Lagi-lagi, saya harus jujur dengan reaksi saya saat menonton berita tentang penindakan para pelaku video asusila. Saya senang dengan berita itu. Tidak, kurang tepat. Saya senang dan sangat berharap makin banyak penindakan yang dilakukan.
Potensi mendapatkan cuan bisa membuat orang waras menjadi lupa diri. Lupa bahwa ada pelajaran buruk yang ia sampaikan kepada para penonton yang punya pikiran pendek.
Kalau melihat videonya, saya menebak pasti di platform Tiktok. Boleh direvisi.
Saya masih ingat, dulu, sering merasa giris jika mendengar ada pencuri di RT kami yang tertangkap. Dulu bogem mentah jadi hadiah. Mungkin bukan dulu. Sampai sekarang masih ada di sana-sini.
Bisa dibayangkan jika masih banyak orang yang berpikir bahwa hal ini merupakan tindakan wajar. Padahal salah besar. Ini adalah perbuatan yang melanggar hukum.
Dulu juga orang akan dengan mudah mengatakan, "Dasar orang gila!"
Sekarang perbuatan tersebut sudah dimasukkan dalam perbuatan buruk yang jika keluarga tidak terima bisa dilaporkan. Di puskesmas atau tempat pengobatan tidak ada kata "orang gila" dalam flyer pemberitahuan. Ditulis "Orang dalam gangguan jiwa" atau ODGJ.
Memang akan jadi aneh ketika umpatan dasar orang gila diganti dasar ODGJ, tapi siapa pula yang akan mengumpat? Bukankah seharusnya kita jatuh iba pada mereka? Jadi orang memang harus peka.
Dulu juga kadang ada orang yang berseloroh, "Dasar autis!". Aduh, duh, duh, duh.... dasar pengumpat! Hidup memang berat tapi jangan menindih orang dengan umpatan tidak cerdas, dong.
Hal-hal yang saya sebutkan di atas, jangan sampai ditemukan di platform video apapun karena kalau viral dan banyak pelapor, maka bui adalah rumah baru bagi para pelaku.
Biarlah, semua itu jadi pelajaran moral dan susila bagi semua orang yang saat ini sepertinya makin banyak lupa. Mengira semua baik-baik saja.
Makin banyak para pendek akal yang mengira bahwa berbagi video apapun asal viral bisa membuat kaya mendadak. TIDAK. Hal itu bisa membuatnya terperosok dalam jurang kesengsaraan. Biarlah ini menjadi renungan bersama.
9 Komentar
Aku malu sekali kalau ada orang yang mengenal Medan hanya karena kasus kriminalnya yang menggila. Tapi ini fakta sih, meski kasus kejahatan tidak hanya sering terjadi di Medan saja. Ä°ni membuktikan bahwa kriminalitas di Medan memang sangat parah.
BalasHapusMeresahkan banget konten yg kaya gitu ya mbak. Harusnya kita menyajikan konten yg mengedukasi dan menghibur. Bukan yg membodohi seperti ini. Miris bgt asal buat konten aja. Informasi mudah tersebar luas namun, kita juga harus bijak memilihnya karena era digital ini sulit sekali dikendalikan.
BalasHapusMembuat konten harus bertanggung jawab bukan mengejar viral, termasuk bikin konten video pendek. Sekarang era keterbukaan informasi yang siapa saja bisa mengakses jadi kita harus memfilter sendiri ya mbak karena kita tidak bisa mengendalikan informasi diluar sana.
BalasHapussemakin banyak aktivis media sosial (merasa sebagai jurnalis warga) yang tidak paham kode etik jurnalistik. Tengok saja video-video sangat detail tentang proses pencurian mobil dan motor. Secara etika, hal semacam itu tak boleh ditampilkan vulgar karena akan mendorong orang untuk menirukan caranya.
BalasHapusUntuk media sosial, aku berusaha buat lihat yang baik-baik dan fun mba, jadi algoritmanya juga mengarah ke hal-hal yang sering aku lihat.
BalasHapusYang viral seringnya berita2 yang kurang mendidik, konten bagus banyak yang sepiii alias ga viral....
BalasHapusAkupun khawatir dengan kebebasan posting video tersebut mba, karena anak-anak kan sekarang gak jauh dari sosmed, bisa bahaya kalo kita gak awasin dengan baik atas apa yg mereka tonton
BalasHapusOleh karenanya harus diimbangi dengan konten yang baik, sehingga berita kurang baik dan gak bagus buat disimak gak perlu naik ke permukaan ya
BalasHapusini yang bikin aku heran dan geleng-geleng, apalagi konten youtube yang waktu itu viral, anak mudah ngetes kejujuran seorang bapak, aku lupa ini buat konten youtube atau tiktok. Mungkin si anak berpikir kalau nge-prank si bapak, terus dapet "simpati" atas keberhasilannya, ternyata banyak yang ga terima
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)