Bagaimana rasanya punya anak generasi alfa? LUAR BIASA! Mereka terlahir unik. Terlahir ketika teknologi digital makin dalam memasuki ruang keseharian. Kemudahan di banyak hal menjadi sebuah kelaziman. Hal-hal ini berimplikasi pada karakter mereka yang menjadi lebih mementingkan diri sendiri. Maka sudah seharusnya jika para orangtua dari para generasi alfa harus membentuk inner strength yang kuat.
Inilah perjuangan saya saat ini yang punya anak jelang empat tahun. Bulan depan adalah ulang tahunnya yang keempat. Saya sebut perjuangan karena mengasuh anak bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan mudah dan dalam satu waktu. Mendidik anak adalah proses panjang.
Sebagai ibu yang sadar bahwa salah satu misi orangtua adalah mengantarkan anaknya menjadi manusia yang bermanfaat, saya berusaha sebaik mungkin untuk membentuk anak menjadi manusia berkarakter Indonesia. Sudah ada “rel” pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu, mewujudkan pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong-royong, dan berkebinekaan global.
Bagaimana caranya? Ketika dunia sudah banyak yang berpindah di dalam kotak bernama ponsel pintar, ketika anak terbiasa melihat dan menikmati kemudahan dunia digital, apakah cukup hanya dengan membatasi pertemuan anak dengan gawai? Tidak semudah itu karena bukan hanya gawai yang memudahkan kehidupan di masa sekarang akan tetapi beragam smart device yang digunakan sehari-hari di dalam rumah.
Jawabannya bisa ditemukan dengan membaca artikel Cakrawala Susindra ini sampai habis.
Generasi alfa dan tantangannya
Generasi alfa adalah sebutan bagi anak-anak yang lahir antara tahun 2010 sampai 2025. Mereka ini punya karakteristik khas, yaitu:
- Terbiasa menggunakan smart device, sehingga suka akan hal yang instan,
- Kritis dan mampu mencari informasi dengan cepat, namun sering kesulitan mengambil kesimpulan,
- Suka bersosialisasi secara virtual namun tidak terbiasa dengan pertemuan secara langsung, alias cenderung antisosial
- Mudah beradaptasi sehingga terlihat kurang konsisten,
- Tidak suka dengan aturan sehingga terkesan seenaknya,
- Mudah terpapar hal negatif dari gawai yang dipegang terlalu dini.
Karakteristik khas di atas merupakan karakter umum yang sangat mungkin terjadi pada anak generasi alfa. Semua itu terbentuk olah kemudahan hidup, smart device, dan gawai, yang semuanya memisahkan anak dari dunia yang pernah dijalani generasi sebelumnya.
Contoh paling sederhana misalnya ingin makan mangga, anak tak perlu memanjat pohon di depan rumahnya. Orangtua akan dengan senang hati mengambilkannya sebagai bagian dari nutrisi baik yang harus ia dapatkan. Padahal banyak hal yang ia pelajari dari memanjat pohon. Atau contoh lainnya, saat ingin makan sesuatu tak perlu keluar rumah, cukup pesan melalui aplikasi di ponsel saja.
Mari kita kupas satu per satu deh ya, dari sisi buruknya, penjelasannya, dan cara mencegah hal tersebut.
1. Suka hal instan karena terbiasa menggunakan smart device
Anak generasi alfa terbiasa menggunakan smart device, sehingga suka akan hal yang instan. Maka sudah menjadi tugas orang tua (dan tentu saja guru) untuk mengajarkan pada anak tentang proses. Ada banyak cara dalam kehidupan sehari-hari yang bisa digunakan untuk mengajarkan tentang proses, misalnya memberi tugas membuat kecambah dari biji kacang hijau dan mengamati perubahannya setiap 24 jam. Atau yang paling sederhana adalah mengajari anak memasak sendiri.
2. Kritis dan tanggap informasi, namun sulit ambil kesimpulan
Memangnya, anak generasi alfa itu lebih kritis dan mampu mencari informasi dengan cepat. Namun kemudahan mencari informasi atau bahkan tsunami informasi membuat mereka sering mengalami kesulitan mengambil kesimpulan. Dalam proses mendidik anak agar punya kemampuan dan kecepatan mengambil kesimpulan, anak bisa sering diberi opsi/pilihan dalam kehidupan sehari-harinya dan alasan mengapa memilih yang itu. Membiarkannya memiliki pilihan dan menentukan mana yang paling tepat untuknya akan membuat si generasi alfa tahu kesukaan dan kebutuhannya.
3. Suka bersosialisasi secara virtual sehingga cenderung antisosial
Mereka yang saat ini berusia belasan tahun ke bawah, sangat suka berinteraksi dan bersosialisasi secara virtual. Berteman dari mana saja tanpa limitasi kewarganegaraan. Hal yang bagus ini bisa melenakan sehingga lupa pada sekitarnya. Pada lingkungan nyata yang ia tempati. Mereka bisa saja menjadi tidak terbiasa dengan pertemuan secara langsung, bahkan mungkin menghindarinya. Dari dalam kamar saja sudah bisa keliling dunia, begitu pendapat mereka. Hal ini berbeda jauh dengan generasi sebelumnya yang sejak dini sudah terbiasa berinteraksi sosial dengan sekitarnya.
Orangtua dan guru di sekolah bisa membuat kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kerjasama seperti bermain bola. Atau bisa juga membuat kegiatan amal seperti berdonasi secara langsung ke orang yang sedang membutuhkan bantuan.
4. Mudah beradaptasi sehingga terlihat kurang konsisten
Generasi alfa terbiasa mendapatkan banyak informasi yang ia butuhkan dengan cepat. Hal ini membuat mereka menjadi kaya pengalaman tidak langsung dari membaca atau melihat video. Kekayaan pengalaman tidak langsung bisa membuat mereka sangat mudah beradaptasi dengan keadaan. Berkelit dari satu kondisi ke kondisi lainnya. Mereka juga bisa multitasking dalam mengerjakan sesuatu, dan biasanya dikerjakan dengan sangat cepat.
Yang bisa dilakukan oleh para pendidik baik di rumah maupun di sekolah adalah mengajarkan mereka untuk mengerjakan tugas secara teratur dan harus selesai dengan tuntas. Hal yang sudah dikerjakan harus diselesaikan sebelum mengambil tugas lainnya, kecuali ada tugas yang bisa dikerjakan secara bersamaan. Mengajarkan untuk konsentrasi bisa menjadi tambahan yang bagus.
5. Tidak suka dengan aturan sehingga terkesan seenaknya
Aturan menjadi sesuatu yang dianggap mengikat sehingga dihindari oleh anak generasi alfa. Mereka tak suka disuruh. Makin seru cara menyuruhnya akan membuat mereka semakin menjauh. Ketika diajarkan norma dan etika, mereka bisa saja menganggapnya angin lalu jika tidak melihat contoh nyata. Maka tak ada jalan lain selain mencontohkan secara nyata dan menjadi teladan dalam norma dan etika. Jadi, meski pada dasarnya mereka tak suka diatur, namun mereka melakukannya karena terbiasa.
6. Mudah terpapar hal negatif dari gawai yang dipegang terlalu dini.
Salah satu yang paling berbahaya di masa sekarang ini adalah banyaknya konten negatif yang dapat diakses anak usia berapapun dari ponsel pintar mereka. Mereka yang terlahir mahir dalam penggunaan gawai, tak mampu menyaring informasi yang ia dapatkan jika tidak disiapkan sedari dini. Tugas orangtua di rumah untuk menjadi pelindung, pembatas, pengarah, dan pengawas.
Mengetahui semua karakter unik di atas, baik plus maupun minusnya membuat saya mendidik Giandra, si kecil kami yang merupakan generasi alfa dengan cara yang berbeda dengan kedua kakaknya. Ia kami latih untuk menjadi pribadi kreatif melalui seni, olahraga, olah vokal dan olah gerak. Tak ada paksaan, yang ada adalah kebersamaan saat melakukannya. Juga apresiasi, bahkan jika hasilnya terlalu kreatif alias berantakan.
Jujur saya tidak menyangka akan menjadi ibu yang sedemikian “kreatif” dalam menggambar padahal coretan saya tidak lurus apalagi archaic. Jauh dari kegiatan menyanyi dan menari pula. Namun demi anak, saya melakukan bersamanya. Meski sering melenceng saat menendang, namun bermain bola dengannya. Demi membentuk Giandra menjadi seniman dan atlet, kenapa tidak? Meski sejak dari janin saya sudah membentuknya menjadi seorang akademis; profesor dari Rumah Susindra. Namun profesor itu harus harus sehat, aktif, dan kreatif, kan, agar semua motoriknya terasah?
Memperkuat kekuatan baik dari dalam (inner strength) anak
Keunikan anak generasi alfa terjadi karena gaya hidup di keluarganya dan perubahan zaman. Hal ini nyaris tak bisa dihindari, namun masih bisa diarahkan menggunakan pola asuh yang tepat. Prinsipnya dalam kondisi apapun, anak awalnya adalah blank canvas yang harus diisi dan dihias oleh keluarga tercintanya. Dari cinta inilah akan tumbuh inner strength atau kekuatan baik dari dalam diri.
Inner strength atau kekuatan baik dari dalam diri adalah kekuatan positif yang ada dalam diri setiap orang. Demikianlah definisi yang saya temukan dalam artikel di detik.com. yang berjudul “Ini Tips Gali Inner Strength pada Anak dari Kak Seto”. Dalam lifehack.org, inner strength diartikan sebagai “ability to do the right thing, the right way, without any concern about what others think”. Kalau versi Biskuat Academy, inner strength adalah kekuatan mental yang tercermin dalam bentuk kekuatan karakter yang ada pada setiap anak.
Jika ketiga definisi di atas digabung, akan ditemukan penjelasan tentang kekuatan untuk mengenal diri sendiri dengan lebih baik sehingga bisa mencapai tujuan atau cita-cita yang sudah ditetapkan. Jika sudah mempunyai kekuatan ini, maka pendapat orang lain hanya akan jadi masukan yang nilainya menyesuaikan pada kemampuannya menentukan batas untuk diri sendiri. Kemampuan ini diasah dan diperkuat oleh self-discovery dan self-growth. Inner strength mampu menciptakan generasi yang kuat dan tangguh.
Bagaimana cara mendidik seorang anak - dalam hal ini anak generasi alfa atau sebelumnya - agar memiliki kekuatan baik dalam dirinya sendiri? Pada dasarnya, kekuatan baik dari dalam (inner strength) merupakan hasil dari proses pembelajaran anak dengan cinta dan kebijaksanaan dari orang tua, maupun guru yang turut menjadi pengasuh. Dengan cinta itulah anak dibimbing untuk menemukan potensi diri dan mengembangkannya.
Saya setuju dengan ungkapan Kak Seto, bahwa setiap anak lahir dengan beragam potensi diri. Mereka lahir sebagai manusia kreatif yang mampu berpikir solutif. Potensi ini perlu dibangunkan, agar bisa dikenali dan dikembangkan anak. Si anaklah yang harus membangunkannya - tentu saja dengan bantuan stimulasi dan dukungan orangtua - agar hasilnya lebih efektif.
Agar bisa tumbuh dari dalam, anak membutuhkan cinta, bimbingan, dan keteladanan. Dengan tiga kekuatan ini anak akan menjadi percaya diri dalam mengembangkan potensinya. Cinta dan apresiasi keluarga menjadi dukungan yang sangat kuat. Bahkan ketika mungkin pada suatu saat ternyata ia mengalami kegagalan, ia akan dengan cepat bangkit kembali, karena tahu dirinya dicintai.
Menggali potensi diri dan inner strength dengan Biskuat Academy 2022
Berbicara tentang potensi diri dan inner strength dalam diri anak, saya akan langsung teringat pada Biskuat yang punya perhatian besar terhadap dua hal tersebut. Bahkan membuat Biskuat Academy sejak empat tahun ini. Di tahun 2022 atau tahun keempat, pesertanya mencapai 50 ribu anak. Banyak sekali, ya.
Biskuat Academy 2022 memang dimaksudkan untuk menjangkau anak-anak di Indonesia agar bisa belajar bermain sepakbola secara online sehingga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para pendaftar. Namun perlu diingat bahwa kurikulum yang disediakan cocok untuk usia 5 sampai 15 tahun.
Bangunkan inner strength dengan para bintang garuda |
Dalam kelas ini, peserta akan belajar teknik sepakbola dari pelatih-pelatih yang bersertifikasi UEFA A. Mereka akan belajar langsung bersama para pemain nasional Indonesia agar selalu termotivasi. Ini merupakan kesempatan yang sangat langka. Semuanya akan mendapatkan e-sertifikat dan sertifikat fisik yang ditandatangani oleh Kemendikbud. Jika berhasil menjadi finalis, maka akan mendapatkan tambahan berupa tanda tangan dan Kemenpora. Ini akan jadi sertifikat penting untuk masuk ke sekolah impian melalui jalur prestasi.
Siapa yang tak mau coba.... daaannnn.... jeng jeng jeng..... Peserta akan makin bersemangat dengan kesempatan memenangkan tur ke stadion di Eropa dan ratusan hadiah lainnya.
Mengapa produk andalan Mondelez International ini membuat Sekolah Bola Online Biskuat Academy 2022? Tak lain karena Biskuat punya purpose-led brand untuk menciptakan #GenerasiTiger, yaitu anak-anak yang berprestasi sekaligus memiliki kekuatan baik dari dalam diri si anak yang tercermin dalam karakter positifnya setiap hari.
Tujuan mulia ini dibuat karena biskuat percaya bahwa setiap anak punya potensi tak terbatas, bahkan melebihi potensi yang sudah terlihat. Setiap anak punya kekuatan tak terbatas dan kekuatan sejati nan unik itu tersemat di dalam diri mereka menunggu dibangunkan. Olah tubuh merupakan salah satu cara yang efektif, karena melalui gerak anak menjadi sehat dan selalu kuat menghadapi tantangan di depannya.
Dalam hal ini Biskuat mengambil sepakbola sebagai programnya, karena olahraga ini membutuhkan fisik dan mental yang kuat, serta kemampuan untuk berkolaborasi dengan teman. Bahkan kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat, akan dialihkan bolanya ke mana agar mendapatkan kemenangan. Inilah skill yang harus dimiliki agar dapat menjadi pemain sepak bola handal.
Jika pun kelak anak tidak memilih sepakbola sebagai profesi, mereka yang saat ini menjadi generasi muda bisa memiliki karakter kuat dan positif melalui sepakbola secara online ini. Melalui kelas-kelas online yang disediakan dalam Biskuat Academy, anak-anak dapat mengembangkan berbagai kekuatan baik dari dalam (inner strength), seperti berani, percaya diri, baik hati, dan tangguh, saat berinteraksi dengan orang lain maupun diri sendiri.
Sepakbola menjadi cara yang sangat efektif dalam membentuk dan mengarahkan seluruh karakter unik anak generasi alfa (dan generasi lainnya) agar bisa menjadi pribadi yang berkarakter pancasilais, sebagaimana tujuan pendidikan di Indonesia. Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong-royong, dan berkebinekaan global.
Biskuat Academy 2022 selain sebagai sekolah bola juga mempunyai tujuan untuk membentuk kekuatan diri anak yang pemberani, baik hati, tangguh, dan percaya diri. Semua ini akan menjadi modal yang sangat baik bagi anak dalam menjalankan perannya sebagai pilar negara kelak pada waktunya.
Oh iya, ada satu video yang sangat bagus, nih, tentang peran satu orang yang bisa mengubah dunia milik sekelompok anak yang awalnya merasa dunianya sempit. Coba tonton deh.
Pelatih dalam video ini merupakan contoh nyata bagi kita bahwa masih banyak anak yang butuh uluran tangan dan dukungan agar melihat dunia yang lebih lapang. Tentu saja tak harus menjadi pelatih, jadilah apapun yang bisa dilakukan untuk membantu anak Indonesia dalam menemukan potensinya.
Misalnya mengajak tetangga agar ikut Biskuat Academy? Tentu saja! Itu cara paling mudah. Cara lainnya adalah membagi ilmu yang dimiliki kepada anak-anak di sekitar kita, atau menyediakan rumah sebagai tempat belajar bersama. Pada prinsipnya apapun yang bisa dilakukan untuk membantu memperluas dan melapangkan cakrawala anak adalah sebuah tindakan nyata dalam membuat perubahan dalam diri si anak.
Akan lebih baik jika mengajak warga lainnya untuk melakukan kebaikan berbagi, agar konsep “it takes a village to raise a child" menjadi semakin terbuka. Pada akhirnya, anak-anak ini akan menjadi pribadi yang tangguh setangguh #generasitiger karena berhasil menemukan kekuatan dirinya melalui asuhan-sengkuyung dari orang-orang di sekitarnya.
Mau punya inner strength dan ketemu para bintang garuda,kan? Ayo ikut Biskuat Academy!
7 Komentar
Inner strength memang urgent bgt perannya.
BalasHapusSenang karena Biskuat punya concern thd hal ini ya.
Ngebantu ortu bgt
Generasi Alfa memang harus di perkuat mentalnya, krna terbiasa dgn semua yg instant kemungkinan agak sulit menerima proses yang tidak biasa.
BalasHapusMasya Allah hadiahnya keren banget sih Biscuat Academy 2022 ini. Rasanya mau banget anakku masuk seleksinya, siapa tahu berkesempatan pergi ke stadion sepakbola di Eropa 🤩
BalasHapusMenggali potensi dan bangkitkan inner strength ini IMHO lumayan sulit ya mba.
BalasHapusAlhamdulillah biskuat kasih fasilitas dan program keren kyk gini
Mantab Biskuat
iya loh generasi alfa itu sangat butuh dukungan kita dengan cara yang berbeda. salah satunya adalah mendukung potensi mereka.. bisa dengan bermain sepak bola juga dan permainan lain yang mereka sukai
BalasHapusGenerasi Alfa ini memang bikin deg-degan banget ya kalau lihat perkembangannya. Bukan hanya fisik tapi juga pola pikirnya. Makanya kita harus pintar-pintar mengarahkan dan memberi dukungan agar tetap di jalur positif. Senang sekali sama programnya biskuat academy ini, semoga banyak bakat-bakat pesepakbola Indonesia lahir dari ajang keren ini
BalasHapusAnak2ku kayanya masuk generasi alfa nih. Sbg ortu mmg hrs membekali dgn mendidik mrk punya inner strength spy lbh kuat dan mandiri menghadapi jaman yg serba cepat dan kompetitif spti skrg ini.
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)