Berapa lama waktu yang dibutuhkan saat mencari pemotong kuku di laci yang berantakan? Berapa lama waktu yang dibutuhkan saat membersihkan benda-benda yang berjejal di rak? Selama apa sih, saat mencari baju tertentu yang terselip di antara ratusan helai baju?
Banyak dari kita yang menghabiskan waktu untuk mencari benda fungsional di antara benda kenangan. Membuang banyak waktu. Padahal waktu yang takkan terbuang jika mau bergaya hidup minimalis, bahkan bisa hidup dengan lebih produktif.
Punya banyak barang memang melelahkan. Lelah mencari, menyisihkan, dan membersihkan. Mereka bercampur baur dengan benda yang mungkin tidak pernah dipakai selama 1-2 tahun ini. dan bisa jadi setiap saat menyentuh benda itu saat mau mengambil benda di sebelahnya. Hmmm....
Sobat Susindra pernah melakukannya? Pasti pernah. Mayoritas dari kita masih belum bisa melepas benda-benda tertentu meskipun sudah lama tidak dipakai.
Benda kenangan
Saya dulu waktu masih kuliah, suka mengambil satu kerikil atau sejenisnya yang unik saat mengunjungi suatu tempat. Uniknya, dulu saya ingat di mana mengambilnya dan bisa bercerita jika diminta. Kebiasaan ini sudah hilang, sejak ada kamera yang bisa dibawa ke mana saja kapan saja.
Saya juga punya beberapa benda yang saya jadikan benda kenangan, misalnya baju-baju yang punya cerita saat mendapatkannya atau memakainya. Kadang karena harga alias perjuangan mendapatkannya. Lama-lama baju itu menumpuk.
Boleh percaya boleh tidak, saat usia 35an saya punya baju ukuran S sampai XL di lemari. Punya 3 rak buku dari awal saya menyimpan buku sampai saat itu. Ibu menyimpan banyak sekali furnitur lawas yang sebagian sudah setengah rusak. Rumah rasanya sesak. Tiap mau menyortir barang sendiri, saya selalu merasa sayang karena ada kenangan di situ. Milik ibu? Sudah pasti akan sangat dipertahankan.
Apakah kebiasaan itu masih saya pertahankan? Tidak. Buku saya hanya tinggal 1/2 rak dan baju saya tinggal 1 lemari untuk berdua dengan suami. Benda-benda di dapur juga makin minimalis jumlahnya. Saya sudah hidup mandiri di rumah yang lebih kecil.
Yang pertama bisa dirapikan
Saya tidak lagi mewakilkan kenangan saya pada suatu benda.... Makin lama rumah saya makin cepat dibersihkan dan mayoritas adalah benda fungsional. Ternyata malah lebih produktif. Saya punya lebih banyak waktu untuk menulis. Kalau suami tanya, "Ma, di mana gunting yang untuk baju," saya bisa dengan cepat menjawab, "Roltop laci ketiga dari atas sebelah kiri." Ketemu!
Kok contohnya gunting? Ya karena kami ini mantan crafter untuk beberapa jenis kerajinan dan punya banyak jenis gunting... Dan sesekali masih menerima pesanan teman dekat jika sempat. Kebetulan gunting juga tepat mewakili benda kenangan yang fungsional. Kami masih pakai setidaknya beberapa bulan sekali. Benda kenangan itu, yang lama tidak terpakai. Kalau menurut yang saya baca sih, yang selama enam bulan tidak dipakai, dan mungkin tidak akan terpakai.
Kadang kita merasa harus mempertahankan suatu benda karena pemberian seseorang yang sangat penting, yang kita sama sekali tidak membutuhkannya, namun lupa bahwa benda itu sangat dibutuhkan oleh orang lain yang kita kenal.
Pssst... laci adalah tempat ideal pertama yang cocok untuk "diserang" dan dibuang separuh isinya kalau mau memulai gaya hidup minimalis. Gaya hidup minimalis bukan berarti hidup seperti 'orang miskin' yang tak punya apa-apa tapi hidup yang nyaman bersama benda-benda yang fungsional dan mudah dirapikan.
Coba lihat isi laci, ada apakah di sana. Sebagian besar benda kenangan yang muat di laci akan berdesakan dengan benda lain yang juga dikira suatu saat akan dibutuhkan, dan ternyata sudah 3 tahun tetap di situ tanpa digunakan.
Itulah sebabnya laci selalu yang 'diserang' pertama, karena bisa melepas benda kenangan di laci itu berarti sudah lulus ujian pertama. Selanjutnya akan lebih mudah.
Gunakan benda sampai habis masa pakai
Ketika berhasil melepas beberapa benda dari suatu tempat, biasanya akan disusul rasa lega. Apalagi jika kemudian hasilnya bisa bermanfaat dan membahagiakan orang lain. Benda yang menumpuk lama di rumah itu bisa jadi sangat dibutuhkan oleh orang lain dan tak dapat membelinya.
Saya gabung di grup berbagi, yang saling memberi dan menerima. Benda yang lama tak dipakai akan ditawarkan di grup dan pasti akan ada yang menerimanya. Entah untuk dirinya sendiri, untuk keluarga atau tetangga. Prinsipnya maksimalkan yang ada. Kadang amazing aja, saat ada yang #nyabarkulkas, ternyata ada teman yang baru saja ganti kulkas. Bingung yang lama akan ditaruh ke mana, biasanya akan bikin #tawarankulkas. Yang nyabar dapat kulkas gratis, tinggal ambil. Itu contoh nyata...
Tapi intinya bukan pada #nyabar dan #tawaran tapi pada prinsip menggunakan benda yang sudah dibeli secara maksimal sampai habis masa pakainya. Jika sebelum itu sudah hendak ganti, sudah ada yang akan meneruskan misinya tersebut. Itu salah satu mindset yang kami pegang bersama.
Lagian, itu juga tempat yang bagus untuk belajar menilai apakah benar-benar butuh atau impulsif menerima tawaran benda gratis. Jangan sampai benda itu hanya pindah rumah lalu bernasib sama, tergeletak dan terlupakan.
Hindari gaya hidup hedonis
Kebiasaan beli barang secara konsumtif itu tidak baik. Semua orang tahu itu. Tapi sering dilakukan. Apalagi sekarang ini. Mudah banget mau beli sesuatu. Saya juga sering merasa butuh ini itu lalu scroll e-commerce favorit. Eksekusinya menunggu sampai yakin apakah benar-benar butuh. Jika perlu diskusi dengan suami dulu.
Tapi kebiasaan ini sering membuat saya menyesal setelahnya, karena ternyata sudah menghabiskan banyak waktu saat mencari suatu benda. Saya selalu menyempatkan waktu membaca perwakilan rating 1-5 dan membuat perbandingan harga. ngeselin, ya! Wkwkwk.
Yah, ini jujur-jujuran saja sih dan sebagai contoh bahwa sebenarnya kebiasaan konsumtif itu dekat dengan kita. Gaya hidup hedonis dekat dengan kita yang tiap hari scroll medsos untuk melihat kabar teman. Di antara kabar itu akan ada suatu yang menarik perhatian dan kita juga ingin punya. Saya tidak merasa malu mengakuinya karena saya lihat rata-rata teman-teman juga demikian. Apalagi yang masih berproses untuk membiasakan hidup minimalis. Kadang kalah dengan godaan dengan alasan memang butuh.
Tapi gaya hidup hedonis memang sebaiknya dihindari. Apapun alasannya. Gaya hidup hedonis mendekatkan diri dengan hutang. Pasalnya, tak ada filter yang jelas antara kebutuhan dan keinginan. Yang lebih diprioritaskan adalah gengsi. Keinginan untuk dilabeli sebagai seorang yang kaya dan royal kepada semua orang. Standar rumah impian yang ia miliki melebihi kemampuan.
Satu contoh yang terlihat jelas adalah kendaraan mewah atau minimal yang lebih mahal berjejer, padahal satu saja sudah cukup. Dapur harus dari marmer padahal dari kayu jati sudah termasuk mewah. Kamar mandi harus mewah karena sekalian tetirah. Atau di level terendah misalnya memaksa mentraktir teman melebihi budget yang ia mampu bayar sehingga harus berhutang.
Orang hedon memang punya standar kesenangan yang tinggi, dan menetapkan tujuan hidupya adalah untuk merasakan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin.
Sebaliknya, orang hedon juga punya kebiasaan menghindari hal-hal yang menyakitkan, menyusahkan, dan membingungkan, sehingga saat suatu benda sudah rewel sedikit saja, ia akan segera merasa harus membeli yang baru dan harus lebih mahal dari sebelumnya.
Makin lama makin tinggi standar hidupnya dan tahu-tahu sudah menggunung pula hutangnya. Meski hidup dalam kesenangan dan kenyamanan, namun saat mengingat uang akan dag dig dug dilanda gelisah. Kalau perasaan ini mulai menghantui mending segera ambil asuransi atau produk kesehatan, agar jika suatu saat mengalami sakit, sudah ada yang membayar biayanya.
Lha kok malah sampai ke asuransi dan produk kesehatan? Ya iyalah, karena biaya kesehatan makin mahal. Kalau dapat gratis dari pemerintah, alhamdulillah. Kalau harus berusaha sendiri, pilih sendiri dan bayar sendiri seperti saya? Alhamdulillah juga. Karena setidaknya saya sudah bisa tenang, karena sudah punya. Menurut saya, apapun gaya hidup yang kita pilih, perasaan tenang karena sudah ada yang akan membayar biaya saat sakit itu membuat hidup kita menjadi lebih mudah.
Segera kembali ke gaya hidup minimalis
Salah satu perasaan yang kerap menghantui seorang hedon adalah rasa hambar saat benda yang dipilih datang. Beda dengan saat memilih yang sangat menyenangkan, saat benda yang dibeli datang, rasanya ada yang kurang. Masih belum cukup.
Kadang malah benda yang dibeli itu hanya akan masuk ke dalam laci atau almari atau di mana yang cocok diletakkan. Hanya diletakkan untuk dilupakan.
Saya pernah melihat reels seorang perempuan yang membuka lemari dan mencoba mengingat berapa uang yang ia habiskan untuk membeli baju-baju yang berjajar di lemarinya. Puluhan bahkan tembus ratusan juta untuk baju-baju yang jarang dipakai.
Saya terpantik untuk ikut melakukannya. Menyisir lemari. Ah iya, banyak juga. Dan baju yang saya pakai hanya itu-itu saja. Apakah pernah merasakannya juga?
Segera buang kebiasaan membeli benda hanya karena merasa butuh. Beberapa di antaranya hanyalah bentuk dari impulsif buying. Lebih baik menyisir dahulu benda yang di rumah. Singkirkan yang sudah tidak terpakai, dan optimalkan penggunaan yang tetap dipertahankan.
Berikan benda yang tersotir kepada seseorang yang membutuhkan. Reaksi dan doanya saat menerima benda tersebut akan menjadi rasa bahagia dan semangat untuk terus menebar kebaikan. Tak terasa, hidup minimalis akan menjadi kebiasaan. Yang jelas, waktu yang terbuang untuk 'mengurus kenangan" menjadi lebih sedikit, dan hidup kita akan lebih produktif. Dan... rumah menjadi makin rapi, makin mudah rapi.
Ingat, prinsip hidup minimalis itu semakin sedikit waktu yang terbuang percuma dan semakin banyak karya yang bisa diselesaikan. Dan prinsip rumah minimalis adalah rumah yang makin cepat dibersihkan dan dirapikan.
6 Komentar
Hidup minimalis sebenarnya gaya hidup yang bikin tenang ya. Rumah jadi lebih rapi, enggak menyimpan barang berlebihan, hanya barang yang terpakai saja. Belanja barang pun begitu, enggak konsumtif. Bukan hanya di dunia ya, bahkan di akhirat pun akan meringankan hisab ya, karena enggak ada barang yang disimpan enggak terpakai dan sia-sia saja.
BalasHapusGaya hidup hedonis, hanya akan menyisakan barang-barang tak terpakai di rumah. Kadang, mereka yang hedon suka beli barang-barang karena kalap diskon.
BalasHapusSaya termasuk orang yang mengunakan barang sampai benar benar rusak contohnya alat elektronik. Beli juga sesuai kebutuhan sekarang apalagi setelah menikah, nyonyah selalu mengingatkan untuk belanja sesuai kebutuhan bukan keinginan
BalasHapusMeski belum bisa praktekkan secara total, paling tidak sejak banyak baca tentang gaya hidup minimalis, aku jadi agak lebih mudah melepaskan barang yang menurutku memang sudah gak ada manfaatnya buatku (meski memiliki nilai kenangan), mbak.
BalasHapusHidup minimalis sepertinya bisa buat kita lebih happy dan gak boros juga apalagi klu konsep rumah udah minimalis
BalasHapusprinsipnya aja ya mba, tentu nggak banyak nimbun barang. tapi pada akhirnya ini jadi market tertentu juga yaa.. rumah minimalis, furnitur minimalis, dll heheh
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)