Sebuah lukisan berangka tahun 1778 dan sosok yang dilukis pernah menggoncang dunia bangsawan Inggris. Menggoyahkan pondasi dunia masyarakt berdarah biru yang sangat ketat memegang hukum feodalnya. Kita bisa mengetahui peristiwa itu dari sebuah film apik berjudul Belle dan inilah reviewnya. Review ala Susindra sehingga punya nuansa sejarah perempuan yang kental.
Pernah tidak, membayangkan kehidupan di masa lampau ketika darah lebih pekat dari apapun atau bahkan sebaliknya? Ketika keturunanmu menjamin hidupmu punya arti atau malah tak ada artinya sama sekali? Sebagai contoh, nilai asuransi seorang budak hanya 30 sedangkan nilai bangsawan seperti Dido 20.000? Ah, contoh ini terlalu jauh dari kiaorang Indonesia, namun memang pernah terjadi di Eropa. Tepatnya di Inggris sana.
Sejarah perempuan lekat dengan sejarah feodalisme
Jujur saja, saya sangat tertarik belajar tentang sejarah perempuan. Tak hanya di Jawa, Minang, Nusantara, tapi juga dunia. Saya sudah pernah membahas sejarah perempuan peranakan Cina di Malaysia (tepatnya Malaka) dalam kurun waktu yang sama dengan kisah Siti Nurbaya di review drama Cina Little Nyonya. Dan itu drama yang amat sangat menarik. Layak ditonton berulang-ulang.
Oh, drama Little Nyonya sangat bagus sebagai literasi sejarah perempuan masa kolonial. Bagaimana ketatnya mereka menjaga anak perempuan berdarah bangsawan di tahun 1930an sehingga tak boleh terlihat oleh orang luar rumah. Setting-nya 30 tahun setelah kematian Kartini, ketika sekolah perempuan sudah mulai dibuka di kota kabupaten. Sejarah perempuan di Indonesia tak jauh dari sejarah perempuan d Semenanjung Melayu lainnya pada kurun waktu yang sama.
Mei Yu dan Yue Xiang adalah anak keluarga Huang yang berdarah biru (istilah mereka "keluarga baba" atau keluarga pedagang asli). Keduanya tidak boleh sekolah. Nasib mereka bergantung pada kemampuannya menjaga kesabaran dan menyulam payet. Dari dua itu dan darah birunya, perempuan akan bisa diambil istri oleh orang paling diidamkan.
Menyulam payet agar indah dan rapi membutuhkan kesabaran dan keikhlasan seperti halnya membatik di Jawa dan menenun di daerah Malayu lainnya.
FYI, di Jawa ada serat piwulang putri yang disebut Serat Batik dan Serat Tenun. Keduanya berpusat pada pelajaran kesabaran dan keikhlasan agar selalu menerima perlakuaan suami. Hmm.. dekat dengan poligami ya.
Di film Dido kita akan menemukan kegiatan menyulam bersama Lady Mary....
Menyulam sebagai pendidikan perempuan bangsawan |
Siti Nurbaya kan sekolah? Hoho, iya. Siti Nurbaya sekolah karena tampaknya bendera emansipasi di Indonesia lebih baik daripada di Malaysia pada masa itu, dan jangan lupa, darah Siti Nurbaya tidak sebiru tokoh di Little Nyonya. Satu yang jelas bahwa novelnya bisa jadi sumber sejarah pingitan di Indonesia.
Semua perempuan di masa itu mengalami pingitan setelah dinyatakan cukup umur untuk menikah. Awalnya di usia 10 tahun, setelah ada sekolah untuk perempuan, dinaikkan menjadi usia 12 tahun. Pingitan berlaku sampai lamaran resmi, artinya sehari sebelum menikah.
Sejalan dengan waktu pingitan dikurangi menjadi 40 hari, 7 hari, 5 hari, bahkan ada yang hanya 1 hari.
Bagaimana dengan Dido?
Dari percakapan kita akan tahu bahwa Dido dan Elisabeth "disembunyikan" dari luar sampai masa usia siap menikah. Layaknya sebuah pingitan. Di usia siap menikah mereka akan sering diajak ke pertemuan-pertemuan keluarga kaya yang tujuannya adalah mencarikan jodoh bagi anaknya.
Jamuan untuk mencari jodoh |
Dido, nama lengkapnya Dido Elizabeth Belle Lindsay, terlepas dari kulitnya, punya kekayaan 20.000 pound dan penghasilan 2000 pound per tahun. Ia ahli waris dari Kapten Lindsay, seorang nahkoda kapal untuk Kerajaan Inggris. Ia lebih banyak diincar oleh pemuda yang merupakan anak kedua, ketiga dan seterusnya yang tak berhak mewarisi seluruh harta keluarga. Itulah hitam putih pernikahan bangsawan Inggris dan kita bisa menemukannya di novel Pride and Prejudice-nya Jane Austin.
Bette, sepupu dan teman tumbuh bernama lengkap Elizabeth Murray, anak bangsawan Polandia. Ia keturunan Murray yang kaya raya namun ternyata tidak diberi warisan sedikit pun dari ayahnya, Sir Murray. Ini menempatkannya pada posisi bukan calon idaman dan lebih sulit mencari jodoh dari kalangan bangsawan. Tak dijelaskan apakah karena keberuntungannya atau karena diberi separuh hartanya oleh Dido (ini versi film), Lady Elizabeth Murray akhirnya menemukan jodohnya.
Dan mereka tetap dianggap sebagai dekorasi rumah suaminya..., kalau mengacu pada sastra-sastra klasik. Jangan salah, sastra klasik adalah sumber sejarah yang diterima sepanjang tidak ada hasil temuan yang menyangkalnya.......
Dekorasi rumah
Film Belle mencertakan tentang Dido, si Lady Mulatto, di era yang jauh ke belakang, yaitu tahun 1770an. Ia sebuah anomali di dunia bangsawan Inggris. Jika pamannya bukan Lord Mansfield, pembuat hukum Kerajaan Inggris, nasibnya takkan sebebas itu.
Dido memang sungguh manusia kulit berwarna yang amat sangat beruntung. "You are most loved," jawab paman-kakeknya (great uncle) ketika Dido bertanya, "Mengapa aku terlalu tinggi untuk makan bersama pelayan tapi tak pantas makan semeja dengan kalian?"
Status perempuan sebagai dekorasi rumah suaminya |
Ini sebuah ironi sejarah yang memang benar terjadi pada masa itu. Fakta ini dikukuhkan oleh James pada lain waktu ketika ia bertanya pada calon iparnya itu:
"Katakan, Dido, apakah kamu akan berbagi meja makan seperti berbagi ranjang dengannya?"
Dido dengan ketus menjawab, "Oh Tuan James, kelakuanmu lebih rendah daripada kekayaan adikmu (calon suaminya).
James menjawab, "Kamu cukup bodoh untuk menikah dengan adikku." James segera menemui adiknya, ia berkata, "Kamu menghancurkan seluruh tatanan keluarga kita."
Oliver, adik James menikahi Dido karena menyukainya, menganggapnya langka, dan tentu saja kekayaannya. Sebagai anak kedua, ia tidak berhak atas gelar Lord Ashford dan tentu saja tidak mendapatkan mansion-nya.
Pada masa kekayaan dan tanah menjadi nilai seseorang - dan masa ini menjadi bagian dari masa feodalisme di manakah posisi perempuan dalam pernikahan? Kita bisa menemukan di kalimat James pda adiknya, "Oh, carilah mawar murni Inggris untuk mendekorasi rumahmu."
Lady Mary harus mau melajang seumur hidupnya |
Ada wacana menjadikan Dido dijadikan lady mary, pengelola utama rumah tangga istana yag tidak boleh menikah. Lady Mary di Kenwood sudah terlalu tua.
Ada satu dalog yang unik tentang cinta. Apa itu cinta? Bagi orang-orang bangsawan tak ada cinta.
Ketika Bette menyatakan dirinya mencintai James, Diso langsung menjawab, "Bette, kamu tidak seharusnya merasakan perasaan itu, karena kamu akan berakhir miskin dan patah hati."
Lady Murray dan Lady Marie tidak mengoreksi kalimat Dido karena itulah yang mereka ajarkan.
Tak boleh ada cinta sebelum menikah.....
Dari artikel yang saya baca, saat jamuan itu, jika dilihat dari pakaian Belle dan Bette, keduanya berusia 12 tahun. Tak jauh dari sejarah perempuan di Indonesia, ya?
Perempuan adalah dekorasi rumah. Ini sebuah ungkapan lazim pada masa feodal. Kartini, yang hidup 130 tahun kemudian masih menggunakan ungkapan ini untuk mencela Residen Semarang Sijthof di suratnya kepada Rosa Abendanon, "Oh, dia ingin menjadikan kami sebagai dekorasi rumah yang eksotis."
Memang agak sulit memahami upaya Sijthof agar selalu dekat dengan Kartini apakah murni, sebagai "Om" yang lama bertemu dengan "keponakan", sebagai sesama pembaharu, atau malah sebagai laki-laki? Ia menduda sampai meninggal. Bahkan setelah purna tugas ia memilih menghabiskan masa tuanya di Indonesia.
Haha! Maaf, saya terlalu banyak membaca sejarah Kartini....
Istana Kenwwod tempat tinggal Belle |
Wanita dan kekayaannya adalah properti yang bisa dimanfaatkan untuk karier suaminya. Ini terlihat dari percakapan ibu anak di bawah ini:
Lady Ashford, "Mereka di sana mungkin tertarik punya seorang mulatto (blasteran) berkeliaran di rumah mereka, tapi takkan kubiarkan satu pun berkeliaran di rumahku."
Oliver menjawab "Dido adalah seorang pewaris."
Dan sang lady segera menjawab, "Pengecualian bisa dilakukan."
Saat menyangkut Elizabeth, ia menyatakan bahwa gadis itu bangsawan miskin dan anak sulungnya butuh tanah untuk karier politiknya.
Sinopsis Belle
Permulaan pertemuan
Tahun 1761, Kapten Sir John Lindsay menjemput anak perempuannya di West Indies. Hindia-Barat, kita bisa sebut itu, dan mengacu pada kepulauan-kepulauan di Amerika Utara dan sektarnya. Tak dijelaskan di wilayah koloni yang mana.
Seorang anak perempuan berkulit hitam yang cantik menyambut uluran tangannya. Mata sang kapten tampak sangat bahagia karena menemukan anak dari perempuan yang pernah sangat dicintainya, yaitu Maria Belle Lindsay. Maria Belle sudah lama meninggal.
Kapten Lindsay memberikan nama belakangnyanya pada anaknya, Dido sehingga Elizabeth Belle Lindsay. Dido sering disebut anak haram atau illegitimate biracial of Royal Navy Captain Sir John Lindsay.
Dido dibawa ke Inggris oleh ayahnya dan dititipkan kepada pamannya, William Murray yang mempunyai gelar Lord Mansfield. Ia adalah hakim tertinggi di Kerajaan Inggris. Diberi gelar Lord Mansfield namun bukan ahli waris sah Mansion Mansfield (Kenwood). Ia berhak tinggal di mansion sampai meninggal dunia.
Perihal ahli waris di abas ke-18 memang cukup rumit, karena yang berhak hanya anak sulung saja.
"Oh, dia hitam sekali!" seru Lady Margery Murray ketika pertama kali bertemu, namun pada akhirnya ia sangat mencintai cucu keponakan blasterannya itu.
Meski awalnya agak mencela keponakannya, karena punya anak dengan budak, namun toh suami istri tanpa anak itu tak bisa menolak "darahnya" sendiri. Ada darah Murray di dalam tubuh Dido.
Dido segera menjadi teman bermain bagi Elizabeth, cucu keponakan dari Polandia yang dikirim ke sana setelah ayahnya menikah kembali. Dido dan Elizabeth (Beth) akhirnya menjadi saudara yang tak terpisahkan.
Lord Mansfield sendiri langsung tahu bahwa Belle secerdas ayahnya, dan menjadikannya teman membaca di kantornya. Semacam penata dan pengambil buku yang dibutuhkan.
Masa mencari jodoh
Lady Ashford dan dua anaknya bertandang ke Kenwood rumah Lord Mansfield. Lord Asford adalah rekan kerja di pengadilan tinggi.
Seperti biasa, saat makan malam, Dido tidak bisa ikut. Ia akan bergabung di ruang bercengkrama setelah acara makan selesai. Etiket makan pada masa itu sangat ketat.
James langsung menargetkan Elisabeth sebagai calon istri tanpa ba-bi-bu. Ia butuh kekayaan untuk menunjang kariernya. Elizabeth juga cantik dan sangat supel.
Oliver punya karier seperti ayah Dido dengan sendirinya berpikiran terbuka dan biasa melihat manusia dalam berbagai warna. Ia melihat Dido sebagai sosok yang unik dan langka. Mungkin satu-satunya. Dido juga ahli waris dari kekayaan yang sangat banyak pada masa itu. Ia disebut Lady Mulatto atau Nona Blasteran.
Klop. Oliver boleh melamar Dido dengan beberapa pertimbangan, salah satunya setelah Dido diangkat anak oleh Lord Mansfield. Pilihannya waktu itu memang akan menjadikan Dido sebagai Lady Marie (pengurus rumah yang tak pernah menikah) karena belum ada sejarahnya bangsawan menikah dengan blasteran, apalagi blasteran budak. Sekarang paham an mengapa ia selalu disebut sebagai anak haram?
Akhirnya sebagai pembuat hukum di Inggris, Lord Mansfield membuat hukum yang memuluskan jalannya untuk mengadopsi Dido sebagai anak angkat. Dengan demikian Dido dapat berjalan bersama mereka di perjamuan-perjamuan yang lazim diadakan di rumah bangsawan.
Pada saat yang sama muncul murid baru dan pertama dari Lord Mansfield. Ia adalah sosok pemuda yang diperkirakan berkarier cemerlang dengan kecerdasan dan semangatnya membuat perubahan. John Davinier namanya. Semangatnya mengingatkan pada masa muda William Murray, sebelum menjadi Lord Mansfield of Kenwood.
John Davinier dan Dido auto jatuh hati tapi keduanya punya tunangan sendiri.
Pertemuan Mansfield-Ashford selanjutnya perlu dibuat. Mansion Ashford di London mengadakan rangkaian acara pertemuan, dengan mengundang banyak keluarga bangsawan. Di situ terungkap terungkap bahwa Elizabeth tidak mendapatkan warisan dari Lord Murray dari Polandia yang kaya raya Adik tirinya menjadi pewaris tunggal. Elisabeth dicoret tanpa-tapi oleh ibu-anak yang doyan permata.
Dido agak goyah. John Davinier juga diberhentikan belajarnya karena menceritakan tentang kasus kapal Zong pada Dido. Mereka bertemu secara diam-diam di salah satu sudut kota London. Kasus "Zong" mengikat mereka. Dido sebagai anak seorang budak tak bisa menerima klaim asuransi budak yang sedang ditangani oleh ayah angkatnya.
Dido makin goyah ketika John mengatakan, "Oh, kamu hanya ingin berpindah majikan."
Sarkastik tapi itu benar. Menikah dengan keluarga Ashford tak beda dengan menghamba pada mereka dan tata aturan feodal yang mereka banggakan.
Bagaimana dengan kisah cinta mereka? Bagaimana dengan peran Dido dalam penyelesaian kasus kapal Zong yang dalam sejarah disebut sebagai "Zong Massacre"?
Dua kisah nyata yang digabungkan
Dido sosok yang nyata adanya. Beberapa kali difilmkan. Cucunya juga pernah difilmkan sebagai petualang berjudul Out of Afrika (1985).
Kasus kapal Zong juga kasus yang nyata. Apakah keduanya punya koneksi?
Ada beberapa spekulasi yang menyatakan dua fakta di atas berhubungan, ada yang bilang hanya pemanis cerita. Namun fakta bahwa Dido adalah cucu keponakan dari Lord Mansfield yang punya peran sangat penting dalam penyelesaian kasus Zong memang dinyatakan benar adanya.
Dalam kehidupan nyata, Dido menikah dengan John Davinier pada tahun 1793. Mereka tinggal di perumahan kuno di London dan punya tiga anak dari pernikahan mereka. Dido meninggal dunia pada usia 40an, pada tahun 1804 dan dikuburkan di Pemakaman St George di London.
Jane Austin rasa baru
Penggemar novel Jane Austin? Hoho, pasti suka banget dengan film Belle ini. Etiket perkenalan, sinis tapi butuhnya para lady dengan seorang target menantu, juga taksiran harganya menjadi bumbu penyedap.
Tak bisa dibuktikan bahwa Lady Elizabeth Murray benar-benar miskin karena dicoret sebagai ahli waris. Seperti para aristokrat lainnya, setelah menikah, ia juga dilukis oleh pelukis terkenal seperti trend saat itu. Di film ia "dimiskinkan" agar tampak kontras dengan Dido yang kaya tapi dipandang sebelah mata karena rasnya.
Makan malam dan jamuan siang dan semacamnya untuk mencari jodoh juga kita temukan di film ini. Ketika Dido dengan ketus menyatakan kelakuan James (calon ipar) lebih rendah daripada kekayaan calon suaminya, itu artinya taksiran harga mereka sudah diketahui secara terbuka di bursa calon pasangan bangsawan.
Drama Kapal Zong
Kasus Kapal Zong di sejarah dunia perbudakan memang nyata adanya sebagaimana Lord Mansfield sebagai pengambil keputusan.
Kapal ini merupakan kapal pengangkut budak. Tahun 1770an penjualan budak masih diizinkan (meski tidak pernah dilegalkan secara hukum). Banyak kapal semacam itu yang mengangkut budak di kapal dan menjualnya ke negara-negara West Indies maupun East Indies.
Kapal Zong menjadi ramai dibicarakan selama berbulan-bulan karena mengklaim asuransi atas meninggalnya 142 budak Afrika yang mereka bawa. Budak-budak itu dibuang ke laut agar pemilik kapal bisa mengklaim asuransi mereka sebagai "kargo yang rusak di jalan."
Menurut film Belle, ratusan budak tersebut dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa dijual lagi. Fakta bahwa mereka melewatkan 18 pelabuhan dalam perjalanan pulang mengukuhkan hal itu.
Hal ini menimbulkan kontroversi selama berbulan-bulan, karena kapal tersebut punya kesempatan menjual budak namun tidak dilakukan. Ada yang setuju dengan klaim asuransi itu harus dibayarkan, ada yang tidak. Para konservatif tentu memilih mengabulkan tuntutan pemilik kapal karena mereka pedagang besar yang dananya turut menyokong kerajaan. Beda dengan pemuda seperti Devinier yang bersemangat membuat perubahan dalam undang-undang Kerajaan Inggris.
William Murray (Lord Mansfield) sebagai hakim tertinggi kerajaan (Lord Chief Justice sejak tahun 1772) memutuskan asuransi kargo memang penting dan harus dibayar, namun asuransi nyawa yang dituntut oleh pemilik Kapal Zong ditolak.
Di film ini keberadaan Dido di Kenwood (istana tinggal William Murray) sejak usia enam tahun sampai menikah memberi warna pada tata etika dan hukum bagi warga berkulit warna di Inggris pada abad ke-18.
William Murray meninggal pada tahun 1793, di usia 88 tahun. Surat wasiatnya menyatakan Dido Elizabeth Belle sebagai wanita bebas dan memberinya warisan £100 per tahun.
Catatan Susindra untuk film Dido
Percaya nggak kalau saya katakan bahwa saya menontonnya tiga kali sebelum memutuskan untuk mereview ini? Saya mengulang-ulang kalimat-kalimat yang ada. Luar biasa. Film besutan Amma Asante ini LUAR BIASA!
Dua puluh jempol untuk Amma Asante! |
Ini film lawas, lho. Tahun 2013. Tapi baru muncul di Disney Hotstar. Kebetulan saya pengguna Telkomsel yang selalu beli paket data gratis keanggotaan. Tak seperti aplikasi video on demand lainnya Hotstar menetapkan wajib langganan untuk semua penggunanya.
Saya bisa menonton film-film Holywood tahun 2021 di aplikasi ini....
Mbata-Raw benar-benar cantik dan menjadi sosok Dido yang kuat namun sesekali juga jatuh dalam sesal mengapa terlahir sebagai orang berkulit hitam.
Dido menerima statusnya dengan gamang karena melihat pelayan dengan kulit serupa. Ia mempertanyakan dirinya berada di mana? Tak bisa masuk ke dalam kalangan bangsawan Inggris juga tak bisa bergaul dengan pelayan.
John Davinier digambarkan sebagai anak pendeta yang sangat cerdas dan punya cita-cita sebagai pembaharu. Jika merunut pada garis nasib, ia juga anomali sehingga hinaan terbesar yang ia terima adalah, "Dasar anak pendeta!"
Agama dan kemewahan hidup aristokrat adalah sesuatu yang sudah lama bertentangan.
Sosok Bette sebagai teman tumbuh bagi Dido diharapkan memperjelas bagaimana darah status dan kekayaan merupakan satu kesatuan. Bette dikejar keluarga Ashford karena dikira akan mendapatkan istana Kenwood dari ayahnya, pewaris tunggal setelah Lord Mansfield meninggal. Ia langsung dicampakkan dengan catatan sebagai "gadis miskin" sehingga harus melewati berbagai jamuan selama berbulan-bulan sebelum akhirnya mendapatkan jodoh. Ia mendapatkan warisan dari Lord Mansfield sebagai anak angkatnya sebesar 10.000 pound. Dido mendapatkan warisan 5000 pound.
Menarik sekali mengikuti kehidupan Dido dan bangsawan Inggris pada abad ke-18. Banyak dari etika pergaulan mereka yang akhirnya sampai ke Indonesia melalui Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raflles dan anak buahnya. Sejarah feodalisme dan Tanam Paksa tak lepas dari keberadaan Raffles sebagai peletak pondasi di masa berkuasanya yang tak seberapa lama.....
Tanam Paksa menenggelamkan ribuan Srikandi dan Keumalahayati di Jawa, Madura dan Sumatera (minus Aceh), yang sudah ditaklukkan oleh VOC sebelumnya. Demi mencegah Perang Diponegoro terjadi lagi, kontrol yang sangat ketat diberlakukan di semua lini, bahkan di keraton-keraton. Akulturasi Timur-Barat dengan lebih bebas, sehingga ketika era Kartini, perempuan telah jauh di belakang, menjadi sub-ordinat laki-laki sebagaimana kisah Dido di abad ke-18. Ke mana para Srikandi dan Keumalahayati yang dulu ahli memegang senjata? Sebagian dari mereka mengembangkan seni di keraton-keraton termasuk karya sastra. Era bercerita dalam bentuk babad dan serat kanda mencapai puncak, menggantikan budaya tutur yang sebelumnya menjadi hampir satu-satunya media meneruskan informasi.
Bagaimana? Apakah review film Dido, sejarah perbudakan dan pernikahan para bangsawan ala Cakrawala Susindra ini memberimu banyak informasi? Terima kasih sudah membaca dengan penuh minat, karena inilah sejarah kita, para perempuan.
59 Komentar
Aku sambil baca pelan-pelan reviewnya, mikir, mb Susi ini nonton di mana ya. Pengeen banget ikut nonton. Sejarah perempuan di mana pun selalu menarik. Miris ya didudukkan sebagai hiasan rumah...
BalasHapusAsiiik...aku juga langganan HotStar...sip...Makasih reviewnya.
Selamat menonton Mbak...
HapusNanti bisa direview ya
Film kayak gini memang gak pernah gagal dalam menghadirkan chemistry yang benar-benar terasa seperti kerajaan dulu dengan keketatan peraturan pemerintah dan politik.
BalasHapusIya, biasanya cukup kental dengan politik dan patriotisme
HapusKalau pride & prejudice aku pernah nonton dan baguss. Film tentang bangsawan yang masih aku inget
BalasHapusNah cerita Dido ini juga cukup menarik, aku lama nggak menonton film dengan tema bangsawan apalagi dari Eropa
Boleh lah ini aku list dulu, siapa tau nanti bisa nonton
Pride & Prejudice bahkan dikembangkan jadi beberapa cerita termasuk versi zombi. Dan saya menonton semua. Hihihi
HapusAku jarang nonton fil film jenis ini, tapi membaca review ini jadi kepengen nonton. Ntar kalau senggang i sya Allah mau nyari ah, filmnya.
BalasHapusSilakan Mbak. Menurut saya setiap kalimat bisa ditelaah. Hehehe. Saking senangnya jadi peneliti sejarah ya gini
HapusUntuk film sejarah, ada beberapa yang saya tonton kayak Pride and Prejudice pernah. Membaca tentang ini jadi inget novel Perempuan Jogja yang membahas tentang perempuan Jawa di masa silam. Menarik memang mengetahui sejarah bagaimana perlakuan terhadap perempuan, perbudakan dan juga pernikahan.
BalasHapusWah terima kasih rekmendasinya. Mau nonton Perempuan Jogja juga
HapusSetuju sekali kalau sebelum mereview nontonnya sampai 3x, diadaptasi dari novel klasik literatur gini menurut saya bahasanya susah dimengerti apalagi pas baca novelnya in English.
BalasHapusSama halnya waktu menonton Pride and Prejudice.
Yang film Belle ini belum pernah nonton nih tapi.
Silakan menonton Mbak. Enak ditonton saat senggang.
Hapuswah aku juga jadi pengen nonton nih :D
BalasHapusSilakan tonton Mbak
Hapussaya suka film berlatar sejarah. makasih udah di review, jd kasi inspirasi buat nonton film Belle
BalasHapusWah, ini pas banget
HapusLihat pakaian yang di pakai jadi ingat little missi di tvri. Temanya juga sama sih tapi yang berbeda hanya alur kisah cinta saja.
BalasHapusSebenarnya keduanya punya jenis pakaian yang berbeda dan negara berbeda. Tapi memang sekilas sama
Hapusternyata ada kaitannya ya dengan sejarah orang jawa. terima kasih review film sejarahnya. pengen juga nonton film ini
BalasHapusKalau dirunut pasti sampai karena yang kita pakai sekarang adalah hasil dari westernisasi
HapusAku juga pengguna Hot Star jadi pasti aku akan nonton, bagus bgt ceritanya, aku suka baju baju yang dipakainya, kelihatan berkelas bgt, mewah, ternyata ada kaitannya dengan sejarah orang Jawa ya.
BalasHapusPas banget, bisa dicari di sana.
HapusDuh belajar untuk sabar demi keikhlasan yang dekat dengan poligami, agak gimana ya mbak jadinya:) Tapi memangnyata sih ya mbak jaman dulu begitu. Wanita jaman dulu susah untuk sekolah sekalipun keluarga kerajaan, beruntung kita sekarang ya itupun karena perjuangan mereka dulunya.
BalasHapusAku belum nonton film Belle ini mbak, menarik sih aku suka film kerajaan kaya gini khususnya dari Inggris
Memang zamannya gitu Mbak.
HapusSelamat menonton
Durasi film Belle ini berapa lama, kak Susi?
BalasHapusAku suka dengan film sejarah, tapi untuk mendalami setiap karakter dan menggali sejarahnya seperti kak Susi begini, aku kagum sekali.
Bagaimana kak Susi sangat mengenal sejarah wanita dari masa ke masa.
Budaya pingitan ini jadul banget dulu di Sumbar mba. Laki ama perempuan mau ketemuan aja itu gak bisa. Palingan cuma curi-curi pandang pulang dari shalat atau mengaji di masjid. Hehehe.
BalasHapusMenarik banget tulisan Mba Susi, as always. Film Belle ini rada mirip sama Pride n Prejudice itu ya.
Ini salah satu bagian dari sejarah perempuan di mana pun dengan nama berbeda-beda
HapusAku tuh selalu tergagumkagum dengan film klasik kayak gini, ini biasa nya pasti memakan biaya yang banyak, tapi emang hasilnya memuaskan yah dan kalo dibisniskan pun menghasilkan. satu lagi film atau drama kayak gini, entah di tonton kapan pun akan tetap istimewa
BalasHapusIya ditonton kapan pun akan tetap istimewa
HapusOh nonton di Hotstar ya, aku masih belum punya akses ke situ nih... Aku suka film2 klasik spt ini, kaya Pride and Prejudice, Elizabeth, Shakespeare in Love, dsb...paling suka sih karena aksen Inggris kuno-nya, tapi juga nilai-nilai zaman klasik ini selalu memancing omelanku sepanjang durasi, hehe.
BalasHapusKalau pakai paket data Telkomsel, dapat gratis langganan tiap kali beli paket tertentu
HapusAkupun baca ini berulang2 ulang kak.. sukaa.. kalau film kerajaan hampir rata2 selalu aja perbedaan kasta yang diangkat antara anak Haram/anak selir,, atau pangeran/raja yg mencintai rakyat biasa polimek hampir sama tapi selalu menarik untuk ditonton .Keren banget review nya mba��
BalasHapusTerima kasih Mbak...
HapusIya kalau kerajaan tak jauh dari ahli waris (anak kandung, anak selir, anak di luar nikah)
Setuju banget kak, kalau novel - novel klasik seperti karya Jane Austen, Bronte bersaudara sampai Virginia Wolf. Selalu menuliskan situasi dan kondisi pada masa itu. Jadi sangat kental dengan budaya dan sejarah yang bisa kita pelajari ya. Jadi masuknya ke penelitian literatur buat mengorek rekaman sejarah pada waktu itu
BalasHapusMantap, kak Ipeh.
HapusKalau bahas film dan buku sejarah bakalan panjang ngobrolnya sama kak Susi.
Juara banget kak Susi dan kak Ipeh kalau bahas buku dan film.
Iya, banyak karya sastra lawas yang memotret kehidupan di masa itu.
HapusSebuah kisah yg cukup rumit apalagi perihal berjodohan bangsawan eropa di masa lampau. Tapi baca review mba susi, ceritanya cukup kompleks dan tampak menarik
BalasHapusKayanya mesti berlangganan hotstar utk bisa menyaksikan beragam film yg seru seperti ini
Silakan tonton Mbak. Sebenarnya tidak rumit kok, hanya memang tidak mudah dipahami jika pakai kacamata sekarang
HapusAuto masukin daftar film belle ini ke daftar tontonan di disney hotstar. Menarik sih film mengungkap perempuan pada masa feodal
BalasHapusSelamat menonton ya
HapusFilm ini hampir mirip drama China yang kutonton, kisa tentang perjodohan dan perempuan di kala itu. Yang mana gak bisa buat memilih sesuka hatinya karena orang tua lah yang menentukan.
BalasHapusPerbudakan dan penjualan perempuan terjadi di mana-mana. Film Belle ini pun mengisahkan cerita cinta yang rumit para bangsawan Eropa.
Bagus nih ceritanya jadi pengen nonton walau film lama.
Kalau tema film tentang feodalisme, ceritanya memang serupa meski tak sama. Bergantung pada keputusan bersama yang kita sebut sebagai adat.
HapusMembaca tuntas keseluruhan isi tulisan ini, dan aku dibuat penasaran bagaimana isi film-nya secara utuh, karena berisi sejarah perempuan. Soal ini kita sama Mak, tertarik dengan sejarah-sejarah perempuan. Tapi harus di Disney Hoststar ya Mak? Huuu, aku belum langganan ini.
BalasHapusKayaknya memang hanya di Disney Hotstar, tapi karena ini film lawas, pasti bisa ditemukan di suatu tempat
HapusGak ngebayangin hidup di zaman Dido saat dunia masih rasis huhu.
BalasHapusBaru tahu tentang Lady Mary, tapi kasian amat ya tugasnya hanya ngurusin kerjaan gak boleh berkeluarga.
Jd pengen nonton filmnya juga mbak, mau nyari ah, terima kasih reviewnya.
Ini keputusan yang memang dipilih sendiri.
HapusKayak nonton film film dari adaptasi novel jean austin ya . Gadis-gadis Inggris masih menghadiri pesta buat cari jodoh hehhe
BalasHapusIya, memang ada rasa Jane Austin. Tapi memang sesuai dengan waktu ceritanya memang seperti itu. Yang ini lebih detail tentang adat, hukum masyarakat, hukum negara, dan politik.
HapusCeritanya menarik nih. Aku pernah nonton series tentang bangsawan juga, hampir sama mereka datang ke acara seperti pesta dansa untuk cari jodoh.
BalasHapusJadi pengen nonton yang ini juga di Disnetly Hostar.
Iya, memang intinya itu.
HapusMenarik banget ini ceritanya mbak
BalasHapusApalagi aku suka nonton film tentang bangsawan gini
Oke ntar akhir pekan nonton film ini ah
Selamat menontoon...
Hapus"Dekorasi rumah"
BalasHapusTidak pernah membayangkan wanita pernah berada pada posisi tersebut. Etapi mungkin karena itu di kalangan bangsawan ya, jadi saya kurang familiar.
Memang harus pakai kacamata masa lalu untuk mengetahui sejarah sesuai waktunya
HapusSastra klasik memang gak bisa di pungkiri sebagai salah satu bukti sejarah. Bukan hanya terkait isu feminisme seperti karya Jane Austin atau film Belle ini, tapi juga perbudakan. Salah satu film yang saya suka adalah film 12 years of Slaves. Semua karya sastra itu memberikan banyak kisah dan pelajaran. Tapi sayangnya, sekarang masih juga kejadian sih ketidakadilan gender atau strata, hanya beda bentuk dan nama.
BalasHapusWah bisa ditonton di Disney Hotstar juga ya mbak film ini. Menarik sepertinya film ini mbak. Apalagi mengenai sejarah perbudakan gitu ya.
BalasHapusLengkap banget reviewnya, mbak. Jadi pengen langganan disney hotstar juga jadinya
BalasHapusWaw kok baru tau ada film kayak gini ya hahaha
BalasHapusKalo dari mba sendiri persentase 1 sampai 100, film ini berapa persen nilainya?
Cukup menarik, kebetulan akhir akhi ini lagi jenuh dan masih nyari reverensi film bagus. Untuk nemu tulisan ini, makasih rekomendasinya mba otw nonton
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)