Agar Ibu Tetap Waras Saat Anak Tantrum

Libur Nataru sudah sangat dekat. Rapor sekolah anak sudah dibagikan kemarin. Beberapa teman wapri apakah ada rencana khusus tahun baru kali ini. Hmm… hawa-hawa libur sudah tercium di mana-mana dan sedang tak bisa ke mana-mana. 



Ada rasa seperti terkungkung, pastinya. Ini membuat beberapa jenis emosi terkumpul. Ketika anak tantrum…. Kesabaran yang biasanya lebih dominan bisa dolan entah ke mana. Mudah jengkel, kan, jadinya? Saya punya tips tetap waras saat balita tantrum, nih. Pasti bermanfaat, laaah….

Siapapun akan setuju bahwa mempunyai anak baita itu sangat membahagiakan sekaligus melelahkan. Mereka tak mengenal kata lelah dan terus saja bergerak. Jadi sedikit tidur atau bahkan tidak tidur siang sama sekali. Sangat eksploratif. Tahu-tahu sakit, lalu sulit makan, dan berat badannya berkurang…

Ini yang terjadi pada putra kami Giandra. Saat ini ia sedang sakit dan melakukan GTM. Obat juga sulit masuk. Oh! Là! Là! Rasa sayang, cemas, sedih, beradu dengan rasa lelah karena ia sangat lekat di badan. 



Kejadian-kejadian semacam ini lumrah terjadi di dalam masa pertumbuhan anak. Tugas orangtua menjadi pemantau semua gejala yang tampak, sambil terus berusaha memberi anak asupan nutrisi yang seharusnya.

Dalam kondisi seperti ini, saya hanya bisa tersenyum getir saat melihat layar Android menampilkan pertanyaan seorang teman yang menanyakan ada rencana apa untuk menghabiskan malam tahun baru. Bahkan ketika di grup ada bidding job pun, saya hanya bisa membaca saja. Anak adalah yang paling utama.


Efek pandemi untuk kita

Ini sudah akhir tahun kedua kita “dikungkung” oleh pandemi dan segala dampaknya. Seharusnya memang sudah sangat adaptif dengan kondisi yang ada. Atau malah sudah menemukan posisi yang pas untuk hidup di masa yang dikatakan susah ya susah dikatakan mudah ya mudah. 

Meskipun sudah dua tahun namun tetap saja tidak mudah untuk beradaptasi sepenuhnya. Sebagai contoh saja, karena semua anggota keluarga di rumah, tanpa sadar semua sudah sangat lekat dengan gawai. Ponsel pintar dipegang seharian. Ini memunculkan beragam ekses yang mengganggu sekali, misalnya: 

  1. Fobia
  2. Panic buying
  3. Binge-watching television
  4. Gangguan mood
  5. Gangguan tidur
  6. Adiksi online gambling
  7. Acute stress disorder
  8. Adjustment stress disorder
  9. Alcohol use disorder
  10. Kekerasan dalam rumah tangga
  11. Depresi
  12. Kecemasan
  13. Stress 
  14. Posttraumatic stress disorder



Sadar atau tidak kita akan mengalami setidaknya lima dari ekses di atas. Misalnya saya, saya mengalami gangguan mood, gangguan tidur, depresi, dan kecemasan. Saya hanya empat, bukan berarti hebat, tapi karena sudah berkepala empat.

Saya merasa seperti siput yang ke mana-mana bawa cangkang, sehingga benar-benar membatasi pertemuan dengan orang lain. Awalnya demi menjaga anak-anak dari terkena Covid-19 sehingga saya begitu enggan keluar rumah. 

Saya juga mengalami rasa iri yang meski dapat ditahan, tak urung tetap terlihat dalam bentuk perilaku. Hubungan dengan tetangga sempat mengalami kerenggangan berkali-kali terusik dengan perilaku abai mereka. Apalagi berkembang opini agar menjauhi orang yang pakai masker, karena dikira positif Covid-19. Aneka hoaks memang mudah memecah belah.

Dalam kondisi semacam itu, kelekatan dengan gawai tak bisa dihindari, sehingga memunculkan efek sulit tidur. Semua permasalahan di atas seakan memiliki benang merah yang terikat satu sama lainnya. 

Perasaan negatif seorang ibu bisa menular ke anak lho, dalam bentuk tantrum. Perasaan kita seperti magnet bagi perasaan anak. 

Makanya ,menurut saya, kalau mau anak tenang ya kita harus tenang. Kalau ibunya mudah marah atau murka, anak akan rewel, pemarah dan sering mengalami tantrum.

Beruntung sekali saya punya teman-teman curhat di grup WhatsApp yang cukup membantu menjaga kewarasan. Masing-masing dari kami saling memeluk dari jauh karena sama-sama mengalami turbulensi besar sekali saat kehilangan anggota keluarga. 

Kami bisa dengan bebas menyatakan kecemasan-kegetiran bahkan ada yang mengakui sedang mengalami perasaan tertekan ‘ingin mati tapi enggan bunuh diri.”

Meski jauh namun kami berusaha tetap dekat dan dengan cepat menjawab panggilan anggota grup yang sedang kesulitan. Ini bentuk dukungan bagi sesama ibu yang juga rentan stress di masa pandemi.


Roda Emosi menurut Plutchik

Tanggal 22 Desember kemarin saya berkesempatan ikut kelas parenting dalam bentuk webinar. Namanya Webinar Sahabat Bunda Generasi Maju. Tema webinar hari itu sangat menarik yaitu Mengelola Emosi Positif Bunda dalam Pengasuhan si Kecil dengan narasumber yang saya kenal di beberapa webinar juga. Namanya Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., atau bisa dipanggil Bunda Nina. Beliau psikolog yang gaya menjelaskannya gamblang dan mudah dimengerti.



Dari Bunda Nina saya jadi tambah memahami bahwa sejatinya semua emosi itu lumrah dialami oleh manusia. Tak perlu malu kalau pernah murka jika memang untuk kebaikan, misalnya membela seseorang yang teraniaya. Padahal kita sering memasukkan murka sebagai emosi negatif yang paling negatif, ya. 

Menurut beliau, semua emosi ada manfaatnya dan boleh dialami secara WAJAR. 

Dalam kesempatan ini kami juga diperkenalkan dengan Roda Emosi menurut Plutchik. Wah, ini ilmu baru yang sangat menarik hati. Kebetulan saya sangat suka belajar psikologi. 

Robert Plutchik merupakan psikolog sekaligus guru besar di Albert Einstein College of Medicine yang memaparkan tentang klasifikasi emosi manusia dalam bentuk yang lebih rinci. Beliau memperkenalkan diagram yang akhirnya disebut Plutchik’s wheel atau Roda Emosi Plutchik. 

Ide Plutchik tentang emosi dasar pada manusia berupa sebuah blok bangunan utama dari emosi derivative, yaitu emosi primer, emosi sekunder dan emosi tersier. Ada delapan emosi dasar manusia yaitu kegembiraan, kepasrahan, ketakutan keterkejutan, kesedihan, kemuakan, kemarahan, dan antisipasi. 

Bisa dilihat bahwa delapan emosi di atas merupakan emosi positif dan negatif. Delapan emosi di atas masih dibagi lagi menjadi 3 seperti kita membagi kebutuhan, yaitu primer, sekunder, dan tertier. Misalnya, kegembiraan/senang (joy) dibagi menjadi serenity (tenang), joy (senang) dan ecstasy (sukacita). Emosi yang satu ini diwakil dengan warna kuning. 

Di sebelahnya ada warna hijau muda untuk mewakili emosi kagum (admiration), percaya (trust) dan pasrah (acceptance). Di antara kedua emosi ini ada emosi lain yang muncul yaitu emosi cinta (love)

Di sebelah warna hijau kekuningan ada warna hijau untuk mewakili emosi takut (fear). Ada tiga jenis takut yaitu khawatir, takut dan teror. Di antara kedua emosi di atas ada tunduk (summission).

Begitu seterusnya. Bisa mencermati diagram di bawah ini sendiri ya….




Menurut Bunda Nina, kita perlu menghindari toxic positivity dengan cara mengenali segala jenis emosi kita. Apa sih toxic positivity itu? Kalau positif kenapa berbahaya? 

Pernah baca pernyataan, “Tak peduli seberapa parah atau sulitnya situasi, kita harus mempertahankan pola pikir positif.” Nah itulah yang disebut dengan toxic positivity.

Di satu sisi, pernyataan di atas benar adanya. Kita harus tetap positif di situasi apapun. Tapi… kenali dulu medannya. Kenali dulu emosi yang terjadi dan salurkan dengan tepat dulu. 

Ibarat tameng, jika langsung pakai “positif vibe” ini, kita malah jadi tidak dapat berpikir jernih, apalagi kritis. Jadi tidak menyalurkan emosi kita sehingga menjadi semacam gunung es kemarahan, misalnya. Makanya disebut toxic positivity.

Jadi saat mengatakan, “tenang semua baik-baik saja”, pastikan itu adalah rasa optimis (true positif) bukan toxic positivity.


Tetap waras hadapi anak tantrum

Anak tantrum itu sesuatu yang lumrah sepanjang reaksi anak tidak berlebihan dan dalam rentang waktu tertentu. Normal dilakukan oleh anak usia 1-4 tahun dalam bentuk reaksi berupa menangis, menjerit, memukul lengan/kaki, atau menjatuhkan diri di lantai. 

Tantrum dikatakan berlebihan jika berupa ledakan emosi yang berupa mengamuk terlalu lama dan atau terlalu sering, melukai diri sendiri atau orang lain, dan tak mampu menenangkan diri sendiri. 

Jadi saat anak tantrum jangan bereaksi negatif. Kita harus tetap tenang, mencari penyebab tantrum, dan alihkan perhatian anak. Aah… teori semacam ini pasti sudah sering didapatkan di mana-mana ya. Tapi semua itu kan lebih fokus ke anak.



Kata guru saya nih, kalau mau mengasuh anak dengan baik ya harus mau mengasuh diri sendiri sebagai orangtua. Sudah tepatkah kita jadi pengasuh anak? 

Ini juga jawaban Bunda Nina yang jadi psikolog di webinar. Ratusan pertanyaan lebih berpusat pada anaknya, padahal sesi saat itu adalah untuk ibunya. 

Bagaimana cara mengatasi tantrum anak dengan mengasuh diri sendiri dulu? Ini nih caranya. 

Penting! Penting diingat 3 hal di bawah ini:

  1. Sadari bahwa kondisi tubuh dan kondisi psikis berhubungan sangat erat. Jadi, kita para ibu perlu membuat diri kita bahagia dengan 4 hal, yaitu makan makanan bernutrisi, cukup istirahat, tetap olahraga, hindari rokok dan alkohol. Empat cara yang menyenangkan, ya? Pasti mau dong….
  2. Lakukan mind-body connection, dengan cara meditasi dan atur pernafasan. 
  3. Sehatkan tubuh untuk sehatkan kondsi psikis, ini harus selalu diingat ya.

Bagaimana jika kita mengalami rasa marah yang seperti membakar alias murka? Ada yang namanya grounding tools. Alat hukum yang satu ini menyenangkan kok. Bentuknya sebagai berikut:

5 hal yang dapat dilihat

4 hal yang dapat disentuh

3 hal yang dapat didengar

2 hal yang dapat dicium baunya

1 hal yang dapat dirasakan



Saat emosi memuncak karena anak tantrum, lakukan satu demi satu grounding tools di atas. Temukan lima hal yang bisa dilihat saat itu, lalu sentuh 4 benda yang ada di dekat kita, fokuskan untuk mendengar 3 suara di antara banyak suara di sekitar, dan seterusnya sampai kita berhasil meredam kemarahan dan mendapatkan kembali kewarasan kita. 

Saya jadi ingat teori gratitude training. Mungkin sama, ya. Dan ini juga sangat baik untuk dilatih dan dibiasakan.

Inilah kunci untuk tetap waras meski anak sering tantrum. Baiknya memang dibiasakan sehingga kita dapat lebih tenang dan tanggap dalam menghadapi kemarahan anak ini tanpa kita perlu merasa marah. 


Gabung dengan Klub Bunda SGM yuk…

Ada sebuah klub untuk para ibu di Indonesia yang suka berburu informasi tentang semua hal yang berkaitan dengan dunia pengasuhan anak (parenting) dan sekaligus berburu hadiah. Namanya Klub Bunda Generasi Maju. Ada kompetisinya juga.



Informasi di web generasimaju..co.id sangat ter-update dan selalu bisa jadi inspirasi bagi semua ibu di Indonesia. Yang paling menarik, sampai disebut dengan tiga keunggulan Klub Bunda Generasi Maju, adalah:

  1. Bonus 500 poin, langsung begitu mendaftarkan diri sebagai anggota Klub Generasi Maju.
  2. Tambahan bonus 2000 poin dengan melengkapi daftar di profil
  3. Pin setiap membeli produk susu SGM (SGM Eksplor atau SGM Bunda). Di setiap kemasan, bagian dalam, ada kode unik berupa angka dan huruf. Kita perlu me-redeem kode tersebut untuk ditukarkan dengan poin.

3 keuntungan di atas benar-benar untung, lho. Saya sudah gabung dan punya beberapa ribu poin. Dan asyiknya kalau ajak ibu yang lain untuk menjadi anggota. Kita akan mendapatkan bonus poin juga….

Poin-poin yang terkumpul bisa ditukarkan dalam bentuk voucher listrik sampai alat elektronik. November-Desember ini ada kompetisi Teman Bunda SGM dalam bentuk tantangan mengajak teman sebanyak-banyaknya menjadi anggota Klub Bunda Generasi Maju. Hadiahnya sepeda motor dan aneka perlengkapan rumah tangga. Kan lumayan banget yaaaa…

Statistik peserta kompetisi ditampilkan secara transparan sehingga mudah dipantau oleh semua orang. Kompetitor kompetisi juga bisa ancang-ancang butuh berapa untuk diajak.



Apalagi sih keuntungan ikut klub ini? Kita bisa konsultasi gratis seputar nutrisi dan perkembangan anak di dua jalur, yaitu email carelinesgm@sarihusada.co.id dan WhatsApp 08041360360. Tanyakan saja semua keluhanmu. Pasti dijawab dengan baik.


25 Komentar

  1. Wow... Asyik ya ada perkumpulan "klub bunda generasi maju" . Cocok buat ibu-ibu yang haus akan informasi seputar parenting dan kesehatan anak... Kapan nih ada klub bapack-bapack?

    BalasHapus
  2. Cakep nih grounding toolsnya,aku bisa lakukan nih mom.Saking sibuknya nih mom aku tidak tau loh kalau ada konsultasi seputar gizi dan perkembangan anak ya di Sari husada?aku mau ikut bergabung deh,biar nyerap ilmunya,thanks mom infonya

    BalasHapus
  3. wah, lengkap bgt infonya. Saya jadi sadar, sejak pendemi saya gangguan ritme tidur dan agak kecanduam TV huhu

    BalasHapus
  4. bagus banget tulisannya Mbak

    Alhamdulilah, anak saya gak ada yang pernah tantrum
    \
    tapi pernah melihat anak-anaknya teman, duh bingung pastinya menangani anak tantrum

    BalasHapus
  5. Asuh diri saat asuh anak..Memang kalau anak tantrum itu, sesuatu. Apalagi di kondisi pandemi, ibunya juga sedang berjuang buat menenangkan diri sendiri. Semangat selalu buat Bunda semua yang anaknya masih di fase ini. Tentu bergabung di Klub Bunda SGM bisa jadi salah satu solusi. Selain dapat banyak ilmu, banyak hadiah menanti

    BalasHapus
  6. Mengatasi anak tantrum membutuhkan bekal sebagai ibu madrasah di rumah, SGM memberikan bekal nutrisi maksimal

    BalasHapus
  7. Ibu perlu mengasuh emosinya saat mengasuh anak agar anak tantrum tertangani dengan baik. Hingga masa tantrum itu terlewati tanpa meninggalkan 'luka hati' pada si anak. Klub Bunda SGM memberikan banyak tips pengasuhan selain tips kebutuhan pemenuhan gizi dan tumbuh kembang anak ya.

    BalasHapus
  8. Bener banget mengurus semuanya sendiri ga mudah bisa stres lama-lama, apalagi banyak banget yang harus dihadapi. Tentang anak tantrum ini Ibu juga harus ekstra dalam merawatnya.

    BalasHapus
  9. Setuju sekali bunda. Emosi adalah hal yang sangat tak bisa dikontrol tetapi bukan tak bisa. APalagi kalau anak tantrum harus bisa selalu istigfar.

    BalasHapus
  10. terimakasih sharing nya, saya suka banget baca artikel parentng seperti ini untuk bekal nanti kalau sudah berkeluarga dan memiliki anak

    BalasHapus
  11. Pastinya seorang ibu harus mampu menjaga kondisi tubuhnya supaya tetap fit ya supaya bisa mnegendalikan emosi sehingga tidak sampai stress ketika menghadapi ulah anak2

    BalasHapus
  12. Wah bagus banget sekarang Tersedia web generasimaju..co.id
    Dulu, secara periodik group pengajian kami harus mengundang pakar (psikiater, psikolog dll) untuk bisa dapat ilmu parenting

    BalasHapus
  13. Wah mau juga dong Mbak gabungan dengan bunda SGM. Anak bungsuku ini yang sedang masa-masa tantrum. Usianya 3 tahun. Dulu kakaknya waktu seusia dia juga begitu, duh pusing, hehehee.

    BalasHapus
  14. SGM memberikan semangat komunitas bermanfaatblebih baik, pemberian pengetahuan dan kiat pengasuhan anak saat tantrum membutuhkan resep dari pihak yang berilmu

    BalasHapus
  15. Zaman sekarang ini perkembangan pola asuh banyak terbantu dengan digital ya.Seperti yang dilakukan SGM dalam Klub Bunda Generasi Maju.Kalau waktu aku mengasuh anak-anak bertanyanya paling sama orangtua,mertua, teman bahkan tetangga kalau binggung si anak lagi nakal harus bagaimana

    BalasHapus
  16. Ilmu parenting yang bagus ini, yang ternyata tantrumnya anak bisa makin menjadi kalau si orangtuanya malah panikan ya

    BalasHapus
  17. terima kasih sharingnya Mbk jadi benar nih emak perlu me time kalau anak sehat ibu juga bahagia dan sebaliknya

    BalasHapus
  18. Kadang jadi ibu memang nomor satu itu mengelola emosi,
    jadi kuncinya tenang, kalem, sabar, gembira, senang main dengan anak, dan segala macam positive vibes

    baru tahu pembagian delapan emosi dasar manusia yaitu kegembiraan, kepasrahan, ketakutan keterkejutan, kesedihan, kemuakan, kemarahan, dan antisipasi, ini aku bintangin buat dibaca lagi yaaaa

    BalasHapus
  19. Anak tantrum memang menguras tenaga orang tuanya yaa, Mba. Sering menyaksikan anak-anak yang tantrum sampe guling-guling di tempat umum

    BalasHapus
  20. Setuju banget mbak Susi, kewarasan seorang ibu emang diuji ketika anak tantrum. Soalnya seringkali, emaknya malah jadi ikutan tantrum. Masalah gak selesai-selesai. Makasih banyak tips-nya ya

    BalasHapus
  21. Menghadapi anak tantrum memang butuh kesabaran ya mbak. Jangan sampai ibu juga ikut tantrum nanti malah gak nemu solusi. Ibu memang pondasi utama di rumah agar suasana tetap kondusif ya mbak

    BalasHapus
  22. Ada lagi, kak dampak pandemi bagi kita.

    Cabin fever.

    Perasaan terkurung karena terlalu lama di rumah aja

    BalasHapus
  23. Pentjng bgt buat tau apa anak kita suka tantrum atau nggak

    Karena aku pernah ngalamin anakku tantrum dan aku gak ngerti harus gimana. Sampe ke dokter syaraf akibat ketidak pahamanku menghadapi anak tantrum.

    BalasHapus
  24. Anak tantrum tuh dilema yah, apalagi kalau ga paham gimana cara menanganinya yah, semoga selalu diberikan kemudahan ya dalam merawat dan membesarkan anak. Aamiin.

    BalasHapus
  25. Huhu iya banget. Gak cuma kita orang dewasa saja ya yang stres dan susah mengendalikan emosi di masa pandemi ini. Anak-anak juga. Sekolah yang banyak daring, terbatasnya bermain, dan mungkin ortu yang stres, membuat anak-anak juga jadi mudah stres. Dan anak kecil bentuknya tantrum ini. Tulisannya jadi reminder dan nambah insight ini. Semoga bisa menerapkan tips-tipsnya nih.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)