Kita terbiasa dengan huruf abjad dengan deretan alfabet ABCD sehingga jarang ingat bahwa ada beragam aksara Nusantara. Contoh terdekatnya saya, kalau anak ada tugas menulis/membaca tulisan hanacaraka, pusingnya melebihi saat belajar bahasa asing! Ada yang mengalami juga? Padahal, ada beberapa ratus jenis aksara di Indonesia saja.
Hmm... padahal saya Jawa tulen, dilahirkan oleh orang Jawa di Jawa dan menggunakan bahasa Jawa sebagai lingua franca dengan tetangga dan teman sedaerah. Kalau pun menulis dalam bahasa Jawa, maka alfabet Indonesia yang saya pakai. Abjad a-z yang digunakan di sini, di blog ini juga.
Definisi Aksara
Tahu nggak sih, meskipun sama-sama berakar dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia dan Malaysia punya banyak perbedaan dalam hal penulisan dan pelafalan? Nah, keduanya pakai aksara yang sama, turunan dari aksara Latin.
Aksara Latin? Apalagi itu? Hehehe. Jangan mengerutkan kening dulu. Yang saya tulis ini adalah alfabet Indonesia yang jika dirunut jauh ke asal muasalnya, berasal dari aksara latin. Namun, sudah dimodifikasi sesuai dengan tempat dan bahasanya. Makanya kita mengenal dwi huruf seperti kh, sya, dan beberapa diftong. Aksara Latin pertama kali ditulis pada abad ke-7.
Tahu nggak sih, kalau 3 abad sebelumnya, tepatnya pada abad ke-4, negara kita punya aksara pallawa. Usianya jauh lebih tua daripada aksara Latin yang kita pakai sekarang. Tapi, ke mana ya perginya huruf ini? Hmm...
Sekarang sudah paham ya, tentang definisi aksara?
Aksara atau bisa dsebut dengan script merupakan unit terkecil dalam sistem tulisan suatu bahasa. KBBI memberi definisi aksara sebagai sistem tanda grafis yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyak mewakili ujaran. KBBI juga memberi arti aksara sebagai jenis sistem tanda grafis tertentu, misalnya aksara pallawa itu.
Dan kita akan sedikit "bermain" dengan aksara-aksara kuno Indonesia!
Bincang MIMDAN #1 Aksara Nusantara
Sabtu 26 November 2021 pukul 19.30-20.30 WIB, ada acara yang sangat menarik di akun Instagram @merajut_indonesia, yaitu IG Live bertema Aksara-Aksara di Nusantara Seri Ensiklopedia. Narasumbernya adalah Ridwan Maulana, seorang penulis dan pegiat aksara Nusantara. Bincang seru ini ditengahi oleh Evi Sri Rezeki sebagai host, dan diinisiasi oleh Meajut Indonesia.
Bincang kali ini super seru. Kalau menyaksikan sendiri akan lebih mudah memahami tentang aksara Nusantara. Masih bisa ditonton di IG-nya Merajut Indonesia, lho.
Mas Ridwan merupakan salah satu pegiat aksara nusantara yang harus diikuti sepak terjang dan tulisannya di Instagram @writingtradition.id. Karena, apa yang ia kuasai termasuk langka. Harus dilestarikan, nih, aksara Nusantara. Bukan orangnya lho ya.
Cowok kelahiran 1998 ini sedari dulu senang belajar aksara apa saja. Awalnya untuk kebutuhan sendiri, lalu dikembangkan dan dibukukan. Katanya sejak tahun 2015. Padahal ia guru bahasa Inggris, lho. Dari belajar secara autodidak itulah muncul keinginan untuk membukukan hasil temuan-temuannya. Hasil belajarnya.
Tujuan membuat buku tersebut adalah:
- Untuk tujuan literasi,
- Untuk tujuan edukasi
- Untuk memudahkan belajar aksara-aksara di nusantara.
Butuh dua tahun untuk riset tentang aksara dan membuat hurufnya sendiri di format digital. Semua bisa digunakan dan bisa diunduh dari aksaradinusantara.com.
Semua huruf/aksara di buku "Aksara-Aksara di Nusantara Seri Ensiklopedia" sudah didigitalkan. Mas Ridwan membuat sendiri dengan dua alasan kuat yaitu aksara tersebut memang belum ada bentuk digitalnya dan atau jika sudah ada agar terhindar dari kasus copyright. Tapi dia toh baik hati sekali karena menggratiskan hasil digitalisasi aksaranya.
Buku ciptaannya bisa dikatakan sebagai manual book untuk belajar aksara Nusantara. Beragam aksara dijabarkan di sini lengkap dengan panduan menulis dan membaca. Oh ya, buku ini rilis pertama kali pada tahun 2020. Jadi buku baru dan harus dibeli.
Asal usul aksara di Nusantara
Menurut Mas Ridwan, Brahmi menjadi asal muasal aksara d Nusaantara. Bentuk aksara ini berkembang sesuai tradisi setempat. Untuk diketahui, aksara brahmi berasal dari Hindia dan menyebar melalui ajaran agama Hindu/Budha. Bahasa ini berkembang menjadi aksara pallawa dan sering digunakan untuk menulis bahasa sansekerta.
Di atas sudah dsebut bahwa aksara Nusantara tertua ditemukan di Kalimantan Timur. Aksara ini ditulis dalam sebuah tiang batu (yupa). Yupa juga sebutan untuk batu pengikat sapi.
Tulisan pada yupa-yupa tersebut menggunakan aksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Berdasarkan tinjauan pada bentuk huruf Aksara Pallawa pada yupa, para ahli menyimpulkan bahwa yupa-yupa tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4 M. Isi prasasti tentang upacara waprakeswara yang diadakan oleh Mulawarmman, Raja Kutai di daerah Kalimantan Timur.
Aksara pallawa berasal dari daerah India Selatan. Berbeda dengan Aksara Jawi, Akara Pegon, dan Aksara Bilang-bilang merupakan turunan Abjad Arab; sedangkan Aksara Nagari berasal dari daerah India Utara. Baik Aksara Pallawa maupun Aksara Nagari adalah turunan dari Aksara Brahmi yang merupakan induk semua aksara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Aksara sebagai identitas budaya lokal di Nusantara
Ada lebih dari 700 bahasa daerah di Indonesia. Sebuah kekayaan yang luar biasa, meskipun kita tak seberaa pandai merawatnya, sehingga sebagian dari bahasa tersebut digunakan oleh sangat sedikit orang. Aduh, jangan sampai punah, ya.
Aksara di Nusantara juga termasuk kaya jika dibandingkan dengan negara lainnya. Kita punya 12 aksara daerah yang merupakan bagian dari kekayaan kesusastraan dan budaya Indonesia. Mau tahu apa saja? Mereka adalah aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis atau Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci (Rencong atau Incung).
Jadi bisa sedikit dipahami ya tentang beda antara bahasa dan aksara. Nah, tampaknya ada juga daerah-daerah tertentu yang tak punya tradisi aksara. Daerah-daerah seperti ini biasanya punya folklor/tradisi lisan yang sangat kuat.
Sebagaimana halnya dengan identitas budaya lokal di Nusantara, pada masa kini Aksara Nusantara merupakan salah satu warisan budaya yang nyaris punah. Oleh karena itu, beberapa pemerintah daerah yang merasa tergugah untuk menjaga kelestarian budaya tersebut membuat peraturan-peraturan khusus mengenai pelestarian aksara daerah masing-masing. Latar belakang inilah yang akhirnya antara lain menjadi dasar munculnya Aksara Sunda Baku pada tahun 1996.
Upaya Melestarikan Aksara di Nusantara
"Aksara Nusantara adalah harta berharga, jangan disia-siakan," ini pesan Mas Ridwan. Saya setuju sekali. Ini juga sejalan dengan program Merajut Indonesia dan PANDI. Bahkan beberapa aksara sudah dibuat Standar Nasional Indonesia.
Untuk yang belum tahu, PANDI merupakan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia. Sebagai perusahaan nirlaba plat merah, PANDI mempunyai kewajiban dan kewenangan yang besar di jagat maya Indonesia.
PANDI menginisiasi program pelestarian aksara Nusantara yang diberi nama Merajut Indonesia. Misi utamanya adalah mendigitalkan seluruh Aksara yang ada di Indonesia, Bentuk digital akan membuat aksara lawas tersebut dapat dipergunakan di Internet melalui perangkat pintar seperti laptop, telfon genggam dan lainnya.
PANDI cukup ulet dalam melestarikan aksara Nusantara. Bahkan sudah mengajukan standarisasi penulisan.
Dikutip dari situsnya, Merajut Indonesia dibentuk oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) sebagai respons terhadap globalisasi dan modernisasi dengan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri masyarakat Indonesia. Salah satu program Merajut Indonesia adalah Digitalisasi Aksara Nusantara (selanjutnya disebut MIMDAN), yaitu upaya pelestarian dan pengembangan aksara supaya generasi berikutnya tetap bisa mengetahui aksara Nusantara di perangkat digital.
Ada sebuah talkshow menarik tentang upaya pelestarian aksara Nusantara berjudul "Peran Aksara Nusantara pada Era Industri 4.0". Diskusi ini merupakan salah satu dari langkah panjang dalam mendigitalkan aksara kita itu. Acara ini sekaligus memperingati Hari Aksara Internasional pada tanggal 8 September.
Mengenalkan aksara suatu daerah kepada khalayak umum kalau perlu membuatkan perangkatnya akan membuat orang dari daerah lain mau dan bisa menggunakan bahasa dan tulisan bahasa tersebut. Ini menjadi pembuka bagi pengetahuan terhadap kekayaan budaya suatu daerah.
Mas Ridwan telah melakukan upaya luar biasa dalam memperkenalkan aksara Nusantara dalam bentuk buku bahkan mendigitalkannya. Jadi saya tak lagi kesulitan jika ingin menulis suatu tulisan beraksara kawi, misalnya. Harapannya agar aksara Nusantara menjadi tren di dunia dgital. Ini merupakan upaya pelestaran budaya yang sangat luar biasa.
Nah, mari kita doakan agar standarisasi aksara Nusantara segera dapat ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Agar upaya PANDI melalui program bertajuk Merajut Indonesia dapat menyelesaikan Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN). Sudah saatnya aksara nusantara ikut berperan dalam kemajuan teknologi, terutama di era industri 4.0.
Kesimpulan
Ada suatu klaim bahwa aksara hanya digunakan dalam bahasanya. Namun menurut Mas Ridwan, hal itu boleh saja dilakukan. Sama seperti misalnya menulis cerita berbahasa Indonesia dalam bahasa Hangeul (Korea). Banyak kawan Mimdan yang belajar aksara harus dengan belajar bahasanya, padahal hal ini dua pelajaran yang berbeda.
Jadi... yuk belajar aksara Nusantara dan akan lebih baik lagi kalau disertai belajar bahasanya sekalian.
37 Komentar
Keren bangettt, anak muda yg sangat passionate, punya kepedulian dan action! Apalagi terkait aksara nusantara. sepertinya jarang banget anak muda yg care dan concern ttg ini.
BalasHapusMenarik pembahasan soal aksara Nusantara dan belum banyak yang melestarikan. Kaya aku sendiri, huruf Jawa aja lupa-lupa gitu
BalasHapusAksara lama itu jadi kaya sandi-sandi rahasia di zaman sekarang. Pasti banyak banget cerita di sana
Kerennya, Mas Ridwan sebagai anak muda tertarik menekuni aksara nusantara. Jarang bgt anak muda yg tertarik karena mindset merasa susah duluan.
BalasHapusAku juga dulu paling merasa susah saat menemui materi tentang aksara sunda, tapi dipikir-pikir lagi warisan budaya siapa lagi yang bisa melestarikannya selain kita kan ya?
keren banget ini, diantara banyaknya suku di Indonesia pasti masing masing memiliki aksara dan bahasa yang spesifik. Melestarikannya bukan perkara mudah, salut dengan orang yang konsisten melakukannya
BalasHapusSaya penasaran dengan literasi orang-orang zaman dahulu yang katanya ditulis di daun lontar apakah masih tetap terjaga dengan baik atau sudah tidak ada lagi
BalasHapusApa jadinya ya jika pada akhirnya, anak-anak muda jaman sekarang lebih mengenal aksara korea atau aksara jepang daripada aksara jawa? bahkan jujur saja sekarang pun ingatan akan aksara jawa perlahan semakin menghilang dari ingatan saya.
BalasHapusMenjadi tugas bersama untuk terus melestarikan aksara, terkhusus aksara jawa sesuai dengan asal saya, agar nantinya aksara jawa tetap ada dan tidak hilang tergeser oleh aksara bangsa lain yang secara tidak langsung merengsek masuk ke dalam kebudayaan melalui berbagai macam produk budaya: Film, musik, dan sebagainya
Dari 700an bahasa daerah di Indonesia, kalau gak salah udah ada 300an yang mulai punah karena penuturnya yang gak ada. Sedih sih kalo kekayaan negeri ini terkikis oleh kita sendiri.
BalasHapusKeren banget, Mas Ridwan! Belakangan juga aku lagu suka belajar aksara Jawa, kalau udah agak lancar mau coba belajar aksara lain juga deh.
Hehe kadang aku merasa bersalah, aku yg org Jawa lbh hafal aksara Jepang ketimbang aksara Jawa huhu
BalasHapusTp ya gmn yaaa...
Tp unik sih andai tulisan itu dibukukan minimal secara digital kyk gtu mbak
Aku tu suka ngebayangin andai Yogya dulu gak mau gabung ma Indonesia apa mungkin merka jd negara sendiri dengan pakai huruf Jawa hahaha maafkan komenku ngasal
Tp emang sayang yaaa kalau huruf2 daerah itu punah, pdhl menurut sebagian org sangat indah aksara2 ituu
Kalau aku dulu waktu smp pernah belajar aksara sunda, sampe sengaja nulis diary pake aksara biar ngga ada yang ngerti aku tulis apa hehe
BalasHapusMasya Allah, mas Ridwan ini masih muda sekali sekali tapi inisiatifnya keren banget, ya. Semoga ada mas Ridwan mas Ridwan lain yang mau ikut melestarikan aksara-aksara Nusantara.
BalasHapusSaya sendiri sebenarnya sangat suka belajar bahasa Jawa. Dari SD dulu suka. Tapi karena sekarang anak-anak gak dapet pelajaran itu di sekolah, saya juga jadi mandeg gak menggunakan aksara-aksara Jawa tersebut. Hiks, sedih sebenernya.
Emm, gimana ya kak Susi..
BalasHapusAku merasa setelah belajar aksaranya, jadi lebih mudah memahami bahasanya.
Tapi mungkin ini balik lagi ke masing-masing personal yaa..
Kalau Bahasa Jawa, sejujurnya karenajarang dipakai di kehidupan sehari-hari, jadi sering lupa. Kalau di Surabaya tuh, gak kaya di Jogja ee.. Setiap nama Jalan ada aksara Jawanya.
Aku jadi lupa cara bacanya, huhuu...Sedih yaa..
Wah, keren banget bisa mewujudkan aksara nusantara ke dalam buku. Selalu suka bahas sejarah Indonesia gini, di SD harusnya ada hari khusus bahasa daerah ya...
BalasHapusSemoga suatu hari nanti ada musium khusus aksara Nusantara, biar makin banyak orang kenal sama aksara Nusantara. Kalo bisa dibuat filmnya juga biar seruu
Kalau aksara jawa : ha na ca ra ka, dll.. kalau yang lebih kuno, gimana cara memahami bahasa tersebut, apa dibacanya kayak abcde atau ada kajian khusus? Seru ya menggali sejarah budaya dan semoga nggak punah
BalasHapussudah mulai banyak ya bbrp kegiatan pelestarian aksara lokal ini. Mungkin akan makin berkembang ya upaya2 melestarikannya, terutama kepada generasi muda
BalasHapusMba aku jadi ingat museum huruf di Jember nih bicara tentang Nusantara.
BalasHapusMasyaAllah ya perkembangannya sampai sekarang mudah dipahami tuh panjang.
Kapan2 kalo ada lagi colek aku mba
Sama, Mbak Susi. Saya sejak dulu, kalau Bahasa Daerah, nilainya pas-pasan. Soalnya walau saya lahir di Makassar, tapi orang tua saya asli Jawa. Jadi tidak paham huruf Lontara.
BalasHapusBegitu juga tugas bahasa Jawa Krucil saya. Blast tida paham Hanacaraka hehehe. Tapi memang, aksara ini harus terus dikenalkan dan dilestarikan.
Menarik sekali tulisannya membahas tentang aksara nusantara. Yang semakin kesini semakin terlupakan
BalasHapusSaya malah baru tau ternyata Indonesia ini punya beratus jenis aksara. Kirain cuma itu-itu doang. Berarti lebih sulit dari belajar bahasa Inggris dong ya??
BalasHapusHmmmm, ada lagi aksara Pallawa yang hilang. Kayaknya sih nggak dilestarikan, jadinya hilang begitu saja, mirip seperti mantan, *eh....
Sepertinya saya harus lebih banyak lagi belajar aksara Indonesia nih. Makasih atas ulasan super kerennya Mba Susi...
Dulu aku suka belajar nulis aksara jawa tapi sekarang lupa karena tak pernah menjumpai huruf-huruf jawa.
BalasHapusSekarang malah kebanyakan anak muda belajar bahasa Korea dan mahir pula nulis hurufnya. Duh, jangan sampai aksara punya bangsa sendiri malah terlupakan.
Sumatra Utara punya 4 aksara khas ya ternyata. Sayangnya semasa aku ABG di sana, di sekolah nggak ada pelajaran bahasa daerah. Dulu kuanggap biasa aja. Ya namanya juga ABG. Baru belakangan nyadar betapa aksara-aksara ini terancam punah.
BalasHapusMenarik sekali pembahasannya mbak. Saya juga merasakan hal yang sama. Terlahir sebagai orang Jawa asli tapi karena ikut suami merantau dari Papua, lanjut Bali akhirnya bahasa Jawa saya mulai luntur. Bersyukurnya di Bali hampir mirip aksaranya dengan aksara Jawa. Kalau Jawa pengucapannya ho no co ro ko.... tapi di Bali beda konsonan jadi he ne ce re ke....dst....tapi memang aksara harus dilestarikan supaya generasi penerus kita tidak sampai melupakan aksara Nusantara yang menjadi ciri khas budaya kita.
BalasHapusAksara nusantara memang berharga soalnya tiap-tiap daerah juga punya aksaranya masing-masing. Perlu semangat untuk mengubah mindset juga kalau belajar aksara ini tidak susah dan justru menyenangkan.
BalasHapuskeren emang yaaa aksara2 nusantara, dari literatur2 yg aku baca bahkan aksara ga cuma sekadar alat untuk menuliskan pesan, tapi aksara itu sendiri lahir juga dengan pesan filosofinya sendiri macam aksara jawa yang punya cerita kisah perang dibaliknya dan pesan kerjasama, sama keteguhan niat yang ingin divisualkan dalam aksara lontar
BalasHapusSaya orang jawa lahir dan lama tinggal di kalimantan tapi nggak bisa nulis honocoroko.. miris tapi kalo ga dipraktekin emang mudah lupa
BalasHapusmenarik banget ini kak.. aku pas dulu pernah ke Makassar, jadi tau bahwa ada adat di sana yang juga memiliki aksara khas. menurutku event kayak gini perlu lebih banyak diadakan.. aku pun tertarik untuk ikutan
BalasHapusKelas 5 SD sempat mau pindah sekolah ke Jawa dan sempat belajar sendiri honocoroko, eeh malah gak jadi pindah sekolah.
BalasHapusAksara Nusantara sangat kaya dibanding yang lain, harus bisa salah satu nih setidaknya ya huhu
wah ada teh Evi
BalasHapusiya ya mbak, aksara nusantara itu ternyata banyak ya
wajib dilestarikan nih
Tugas anak muda zaman sekarang yang melek teknologi ini..salah satunya adalah melestarikan budaya bangsa.
BalasHapusDan salut sekali dengan usaha Ridwan. Semoga berkah dan menjadi terus memanjang nih..project kerennya.
**bisa menelusuri aksara lainnya dan menjadikannya digital.
Huruf2nya juga banyak jg yg serumpun sama kita ya kak. Ada thailand ituu mirip sama hanacaraka ngga sih? yg dipake sampe sekarangg di pelajaran bahasa daerah?
BalasHapusKEren bangett aku kadang suka juga baca2 sejarahb kayak gini
Dengan aksara yang terus tercatat dengan baik maka kita melestarikannya. Paling tidak bahasa tulisan dan lisannya tidak akan hilang
BalasHapusWah jadi ingat dulu belajar aksara Sunda di sekolah tapi ya lupa huhu. Jadi kepikiran juga kalau bukan kita yang melestarikan, apa anak cucu juga bakal tau soal ini?
BalasHapusJangankan nulis aksara jawa yang dulu sangat mudah karena hafal di luar kepala..sekarang bedain ha sama na aja susah pun ngomong krama inggil sudah banyak kata yang lupa hiks
BalasHapusKekayaan budaya Indonesia memang tidak diragukan lagi ya. Jadi ingat, dulu sewaktu SD ada pelajaran bahasa Jawa, termasuk nenulis aksara jawa. Sayang sekarang sudah lupa karena lama nggak digunakan. Jadi pengen belajar lagi..
BalasHapusDi jember ada museum huruf mbak. Waktu pertama kali kesana, akutih takjub ngeliat arca dan bentuk-bentuk huruf asli dari zaman dulu.
BalasHapusNah, dengan adanya museum huruf ini, bisa jdi menambah wawasan untuk aksara ya mbak
Mbah-mbah saya dulu bertekad anak cucunya harus bisa membaca dan menulis alfabet, karena ternyata meski mahir membaca n menulis aksara jawa dan tulisan arab, beliau-beliau tetap dianggap buta huruf. Sekarang menemukan orang yang bisa membaca dan menulis aksara Jawa malah susah.
BalasHapusSemoga upaya PANDI menginisiasi program pelestarian aksara Nusantara melalui program Merajut Indonesia sukses ya.semoga misi utama mendigitalkan seluruh Aksara yang ada di Indonesia tercapai.
BalasHapusHarus dilestarikan..keren anak2 muda yang menekuni akasara nusantara, bahkan turis manca negara banyak yang menekuni aksara jawa
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)