Sejarah perempuan selalu menarik untuk dipelajari dan dipahami, agar kita bisa lebih bersyukur karena lahir pada era modern ketika anak istri sah dan gundik punya hak setara. Hal ini tidak terjadi pada Luo Shiyiniang tokoh utama dalam drama Cina The Sword and The Brocade.
Sejarah perempuan di semua negara tidak jauh berbeda. Perempuan terpinggirkan pada masa kerajaan, kecuali ia adalah nyonya besar atau nyonya agung. Setidaknya gelar itu bisa sedikit memaksa putranya agar berbakti padanya.
Poligami, anak sah dan tidak, pada masa lampau
Poligami juga salah satu isu yang selalu semerbak pada masa feodal. Seorang laki-laki lazim memiliki banyak istri. Berapa pun jumlahnya, hanya ada 1 istri sah, sementara istri lainnya harus puas mendapat gelar/status selir atau bahkan gundik. Dari sini lah muncul istilah anak sah dan anak selir.
Anak sah mendapatkan segalanya, seperti miniatur nyonya besar di rumah tangga bangsawan. Statusnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan selir ayahnya sendiri.
Hubungan antara nyonya dan para selir diulas dengan apik di drama ini |
Anak sah biasanya disiapkan sejak kecil sebagai calon istri sah bangsawan lain. Sangt diusahakan menikh dengan laki-laki yang punya status lebih tinggi. Anak perempuan memang aset keluarga yang sangat berharga, terutama anak perempuan dari istri sah.
Bagaimana dengan anak selir? Anak perempuan selir bisa mempunyai nasib yang sangat baik, yaitu menjadi selir bangsawan lainnya. Beberapa lebih baik lagi karena menjadi istri utama bangsawan. Namun hal ini juga amat sangat jarang terjadi. Paling sering mereka menjadi selir.
Sinopsis The Sword and The Brocade
Adalah keluarga Luo, sebuah keluarga yang bisa dikatakan sangat beruntung. Bangsawan Luo sudah cukup lama pensiun sebagai pegawai kerajaan. Ia memiliki 4 anak perempuan yang cantik jelita. Punya anak laki-laki, tentunya, tapi fokus drama ini adalah anak perempuan.
Luo Yuanniang atau Madame Xu pertama |
Anak sahnya menikah dengan seorang bangsawan muda dengan karier cemerlang, namun usianya tidak panjang. Sebelum meninggal, mereka membuat rencana menjadikan salah satu putri selir mereka untuk menggantikan posisi Yueniang sebagai nyonya utama keluarga Xu. Alasannya demi mempertahankan status keluarga Luo yang sudah berkurang karena tidak dipercaya oleh kaisar lagi. Erniang, anak selir yang lainnya juga dipaksa menikah dengan Pangeran Wang yang sudah jatuh miskin karena pemabuk, namun secara status sosial tetap tinggi.
Anak perempuan memang aset, dan anak perempuan selir layak dikorbankan....
Taktik jitu Yuanniang membuat adiknya Shiyiniang menjadi nyonya rumah keluarga Xu, sementara Nona Qiao yang menjadi kandidat kuat harus puas menjadi selir keluarga Xu. Padahal ia putri sah keluarga terpandang.
Kelicikan Yueniang bukan tak ada yang tahu. Permintaan terakhirnya sebelum mengembuskan napas yang membuat hal ini harus dilakukan. Hal ini sedikit menyulitkan Shiyiniang ketika menjadi menantu dan istri sah Xu Lingyi atau biasa disebut Marquis Xu.
Shiyiniang saat masih menjadi anak selir |
Shiyiniang sebagai nyonya resmi keluarga Xu |
Shiyiniang adalah putri Bangsawan Luo dari Selir Lu. Selir tercantik dan menjadi duri dalam daging Nyonya Agung Luo. Ia dengan licik menyingkirkan Shiyiniang dan Selir Lu, mengirim mereka ke kota Yuhan. Hal ini sedikit banyak membahagiakan ibu-anak karena bebas dari hukuman ketidaksukaan nyonya agung. Shiyiniang menjadi anak yang mandiri secara finansial dari hasil menyulam. Ia juga punya cita-cita seperti guru sulamnya yaitu melajang seumur hidup.
Namun keluarga adalah apa yang tak bisa dihindari atau diminta. Pada akhirnya Siyiniang harus menikah dengan duda mbakyunya. Ia menerima ketidakadilan di keluarga Xu tanpa banyak protes karena tujuannya menikah adalah agar dapat menyelidiki siapa pembunuh ibu kandungnya.
Kisah Shiyiniang menaklukkan keluarga Xu yang aristokrat tinggi ini harus ditonton. Suami dan ibu mertuanya bukanlah tipe yang mudah ditaklukkan. Ditambah intrik antar selir. Bagaimana Shiyiniang yang merupakan anak selir bisa menjadi istri utama yang dikasihi oleh suami dan mertua serta para saudara ipar menjadi sajian yang manis.
Saya sering senyum-senyum sendiri ketika adegan romansa suami istri Xu yang memulai pernikahan dengan terpaksa ini. Xu Lingyi menikahi (Xu) Shiyiniang karena janji dengan istri pertamanya sebelum meninggal. Ia juga punya syak prasangka bahwa Shiyiniang punya karakter licik dan ambisius seperti mendiang istrinya.
Shiyiniang sendiri sangat menjaga kesuciannya karena masuk ke keluarga Xu hanya demi menangkap pembunuh ibunya, Selir Lu.
Selir Lu, ibu Shiyiniang yang lembut |
Ibunya, Nyonya Agung Xu juga sejak lama mengidamkan Selir Qiao menjadi menantu utamanya. Mereka sangat dekat sehingga tugas pengelolaan rumah tangga diberikan pada Selir Qiao, bukan pada Shiyiniang yang merupakan istri resmi. Adegan lugu Zhun, satu-satunya putra sah keluarga Xu dengan neneknya juga mengundang gelak tawa. Cair sekali.
Bagaimana dengan Selir Qiao? Mudah ditebak bahwa ia dan ibu kandungnya adalah dalang semua kejahatan di keluarga Xu. Ia tega membunuh Yuniang, istri pertama sekaligus ibundanya Zhun.
Masih ada selir Qin yang lembut tapi entah kenapa saya merasa ia dalang pembunuh ibunya Shiyiniang.
Ada Selir Wen yangg hidup bergelimang harta karena mendapat uang saku melimpah dari keluarga pedagangnya. Di balik harta melimpah milik pribadi, ada kecemasan seorang ibu karena memiliki anak, yang nasibnya ia anggap tidak jelas.
Xu Lingyi sebagai suami memang sangat dingin pada semua selir karena alasan tak mau antarselir bersaing dan merasa paling disayang. Ia melihat potensi intrik antarselir akan meruncing jika ia memperhatikan mereka.
Yaa… baru didatangi saja sudah merasa paling disayang…. Sungguh kasihan para selir yang meriang (merindukan kasih sayang) ini.
Masih ada konflik dengan ipar, konflik keluarga Luo, dan tentu saja konflik dengan seorang rival bangsawan yang terjadi sejak kakek mereka. Keluarga Ou ini selalu menyerang keluarga Xu saat kepala rumah tangga sedang mendapat tugas dari Kaisar Ming, dan kecerdasan Shiyiniang bisa menyelesaikan masalah yang sewaktu-waktu bisa membuat seluruh keluarga Xu dihukum mati oleh kaisar karena fitnah atau jebakan keluarga Ou.
Yang menarik adalah, putra tidak sah keluarga Ou, namanya Ou Yan Xing atau nama samarannya Lin Shi Xian, ternyata berhati lembut, dermawan, dan sangat mencintai Shiyiniang. Nah, lho…. Makin menarik, kan?
Tokoh orang ketiga kita. Apakah ia akan menjadi musuh utama atau penolong? |
Review The Sword and the Brocade
Judul drama dan novelnya
Drama Cina The Sword and the Brocade terasa manis karena memadukan maskulin dan feminin. Ini sudah kelihatan dari judul yang dipilih. Sword mewakili maskulin dan brocade mewakili femininitas. Pilihan judul bahasa Inggris yang bagus, dan merupakan terjemahan dari novel berjudul “Story Of An Illegitimate Daughter” atau kisah anak perempuan tidak sah. Judul novelnya lebih menarik, ya, karena jadi bertanya-tanya.
Judul yang digunakan di WeTV beda lagi, yaitu Brocade Heart Like Jade atau bahasa Indonesianya adalah Hati Sutra Laksana Giok. Lagi-lagi lembut-keras. Ying Yang.
Judul dalam bahasa Cinanya adalah 锦心似玉 atau Jin Xin Si Yu. Ada juga yang memberi judul Lady Shiyi. Kalau versi iQIYi, judul yang dipakai adalah The Sword and the Brocade.
Konsep anak sah dan anak tidak sah
Drama Cina The Sword and the Brocade berasal dari novel berjudul “Story Of An Illegitimate Daughter”. Di atas saya sudah menyebutkannya. Dari sini kita bisa belajar sejarah perempuan yang sudah jauh terlibas oleh zaman. Bahkan sangat sedikit yang tahu.
Apalagi sejak Kongres Perempuan, tema poligami menjadi salah satu bahasan utama. Para perempuan berteriak, "Hentikan poligami!” selama bertahun-tahun dan pada akhirnya muncul stigma merendahkan posisi istri kedua dan seterusnya.
Bahkan istri kedua dan selanjutnya disebut sebagai penghancur rumah tangga, pelakor, perebut laki orang. Sampai-sampai ada tokoh nasional yang capnya sudah sedemikian buruk karena jika ada bahasan pelakor, ia lah yang pertama diingat dan disebut.
Tapi kita tak bisa meyalahkan perubahan zaman, karena hal itu harus terjadi.
Saya ingin sedikit menerangkan bahwa konsep anak tidak sah pada masa lampau dan sekarang sudah jauh berbeda. Zaman dulu anak selir dikatakan anak tidak sah. Status dan gelar anak sah hanya diberikan pada anak dari istri pertama (cuma satu istri). Bahkan anak selir kesayangan pun tidak mendapatkan status ini.
Tentu hal ini pada akhirnya kembali pada keluarga masing-masing, sebagaimana dikisahkan pada adegan Nyonya Agung Xu mengajak menantunya Shiyiniang ke pertemuan para istri bangsawan. Hal ini sangat meninggikan derajat Shiyiniang, apalagi Nyonya Agung Xu membantu menengahi cemoohan para istri yang hadir di acara tersebut.
Mereka yang lebih moderat akan menyebut Nyonya Agung Xu berwawasan luas dan berhati mulia.
Namun ini juga melalui serangkaian peristiwa untuk menguji kemampuan Shiyiniang si anak tidak sah menjadi istri sah seorang marxis, sebuah posisi jabatan tinggi di kekaisaran. Marxis Xu atau Duke Yongping atau Xu Lingyi, suaminya juga menjadi guru bagi putra mahkota. Bayangkan tingginya posisi keluarga Xu.
Sedikit komparasi dengan sejarah perempuan nusantara
Sedikit komparasi tentang konsep feodalisme saja, bukan kesamaan tahun. Kalau secara tahun sangat jauh, ya, tapi konsep feodalisme memang seperti itu dan bertahan ratusan tahun sampai akhirnya kita tiba pada era modern, yaitu era industrialisasi. Era industrialisasi menggoncang dunia, membuat orang dengan kasta rendah bisa menjadi pebisnis kaya yang bahan bisa membeli loyalitas para darah biru…. Masih ingat sejarah revolusi industri 1.0?
Kalau menilik masa atau tahun hidup ke tokoh pahlawan nasional yang menjadi fokus penelitian dan penulisan sejarah saya, yaitu tahun 1800-1900n, memang masih ada laki-laki bangsawan yang memakai konsep ini. Namun mereka yang sudah mendapatkan pendidikan Barat biasanya lebih liberal dan memandang semua anaknya sebagai anak sah dengan legaitas yang sama.
Contohnya R.M.A.A. Sosroningrat yang mendaftarkan pernikahannya dengan selir M.A. Ngasirah secara resmi serta legalitas semua anak sesuai nama ibunya. Jadi ada akta lahir yang menyatakannya sebagai anak selir.
Kedekatan Tiga Saudara (Kartini dengan adik-adiknya) sangat mengherankan sekaligus menginspirasi, karena anak raden ayu biasanya lebih superior. Bukan mengekor anak selir. Saya mengacu pada R.A. Roekmini sebagai anak sah (anak istri padmi atau raden ayu) yang dengan manis bergabung dengan dua saudarinya yang merupakan anak selir. Bahkan seumur hidup ia menjadi pengagum nomor satu Ayunda Kartini dan melanjutkan cita-cita mereka sampai tutup usia.
Hal ini jarang terjadi di nusantara tercinta kita pada kurun waktu yang sama…..
Back to Story Of An Illegitimate Daughter eh The Sword and the Brocade….
Karakter Shiyiniang yang lembut dan keras sangat dieksplor di sini. Ia digambarkan sebagai sosok yang lembut sekaligus cerdas. Menyulam adalah hobinya, dan berdiri di atas kaki sendiri adalah cita-citanya. Menikah adalah keterikatan jiwa dan raga yang ia hindari.
Namun sebagai anak selir keluarga Luo, ia harus manut pada kehendak Nyonya Agung Luo. Posisi nyonya agung sudah paling final. Ini normal terjadi di masa feodal, tahun berapa pun.
Nyonya Agung Luo |
Nyonya Agung Xu |
Kehidupan perempuan akan selalu dikekang oleh Nyonya Agung sampai ia berhasil menjadi nyonya agung di keluarga mertua. Ini sudah cita-cita paling paripurna. Saya jadi ingat sebuah kutipan jurnal Belanda tentang kehidupan perempuan di Sunda tahun 1912 tentang betapa lemahnya posisi perempuan sebelum akhirnya menjadi nenek.
Yah, menjadi nenek berkuasa berarti punya anak laki-laki berbakti yang bisa dijadikan sandaran. Makanya konsep banyak anak banyak rezeki menjadi sangat diugemi.
Ada satu karakter yang unik dan dieksplor juga yaitu janda putra kedua keluarga Xu. Dia sudah lama menjanda dan menjadi orang nomor dua di keluarga Xu. Seorang perempuan selamanya milik keluarga suaminya meski sudah menjanda. Jika nyonya agung baik padanya, maka posisinya naik. Jika tidak, maka ia hanya bisa berpakaian putih dan selalu di kamar untuk berdoa.
Janda tuan muda Xu II |
Inspirasi busana dan make up
Fashion pada drama Cina The Sword and the Brocade sangat bagus. Inspiratif. Laik ditiru sebagai trend lebaran 2021 ini. Serius! Gaun-gaun yang dipakai sangat bagus. Sudah lebih modern daripada drama dengan latar waktu yang sama.
Sesuai judulnya, brocade atau di sini diterjemahkan sebagai sulaman, sangat indah.
Sebenarnya saat menonton episode 1 saya agak kurang sreg dengan bentuk busana yang lebih ringkas dan modern. Terlalu modern untuk masa yang diwakili. Saya setengah bingung, apakah benar, setting dinasti yang dipakai adalah Dinasti Ming? Karena menurut saya fashionnya lebih mirip ke masa Dinasti Qing. Dinasti Qing kebetulan adalah dinasti penakluknya. Namun sisa-sisa Dinasti Ming masih sempat mendirikan Dinasti Ming Selatan pada tahun 1644 sampai 1664. Kalau melihat tema yang diangkat di seputar kekaisaran adalah pembatasan kegiatan maritim sehingga pembajakan merajalela, maka setting yang benar adalah masa Dinasti Ming yang bukan selatan.
Bajunga sudah lebih modern - Ini Selir Qiao si antagonis |
Pada akhirnya saya menyerah dan memutuskan menikmati saja. Toh ceritanya bagus.
Tapi saya serius. Jika ingin mencari inspirasi gaya busana untuk lebaran 2021, drama The Sword and the Brocade bisa jadi pilihan bagus. Saya jadi ingat drama Story of Yanxi Palace yang menjadi inspirasi busana dunia dan menjadi the most googled Chinesse drama, padahal Google sendiri diblokir di Negara Tirai Bambu ini. Nah, lho!
Saya masih terpesona dengan drama Story of Yanxi dan satu lagi drama tentang tokoh yang sama dan tayang bersamaan, yaitu Ruyi’s Royal Love in the Palace. Saya sudah membuat 2 draft tentang drama ini dan komparasinya. Saya posting setelah ini, insyaa Allah, atau ada artikel lain sebelumnya.
Banyak sekali DL posting blog saya di Cakrawala Susindra….
Oh! LÃ ! LÃ !
Kisah tentang perempuan yang tidak mau diatur oleh adat istiadat di masa hidupnya.
Tokoh Shiyiniang menjadi center yang unik karena memaparkan tentang seorang perempuan modern di zamannya. Hal ini bisa dibandingkan dengan para selir di keluarga Luo tempat ia lahir dan dibesarkan dan di keluarga Xu tempat ia menjalani kehidupan sebagai seorang istri.
Sebelum dinikahkan, Shiyiniang bertekad melarikan diri dari rumah. Ia tak mau menjadi martir keluarga Luo, yaitu dinikahkan agar derajat keluarga Luo naik kembali dan ayah kandungnya bisa bekerja di kekaisaran kembali.
Karakter modern Shiyiniang diasah di sini |
Shiyiniang juga sejak menit pertama sudah menjadi anak yang membuat Nyonya Luo ketakutan sehingga menghajarnya sampai babak belur lalu mengirimnya jauh di desa dengan jarak perjalanan berhari-hari. Dan menit pertama Shiyiniang menjadi remaja, ia menyatakan bahwa dirinya tak mau terjebak dalam kelicikan dan intrik keluarga Luo.
Tampaknya ia juga tanggap dan penganalisa keadaan yang cermat sehingga membuat Marxis Xu (kelak jadi suaminya) dan Pedagang Lu (samaran dari putra Keluarga Ou – keluarga antagonis) jatuh cinta. Setidaknya mengenali kelebihannya dan menjadi penasaran.
Pada akhirnya Shiyiniang tampak menyerah pada keadaan karena mau menikah dengan Marxis Xu, namun motifnya adalah mencari pembunuh ibu kandungnya. Sang ibu meninggal dengan menggenggam secarik kain bersulam, dan di lokasi saat itu ada keluarga Xu yang bersembahyang bersama. Tak bisa tidak, merekalah salah satu pembunuh. Namun keluarga Xu yang mana, karena pada saat itu semua orang ada di sana kecuali Yueniang yang sakit.
Dengan kecerdasannya Shiyiniang menggali tentang rahasia keluarga Xu, mencari siapa pemilik kain yang digenggam ibunya dan sulaman milik siapa. Ketika ditemukan fakta bahwa hampir semua wanita di keluarga Xu menggunakan kain yang sama, maka misi selanjutnya adalah meneliti semua bentuk sulaman mereka.
Sulaman adalah identitas perempuan…. Karena sulaman bisa menjatuhkan dan meninggikan derajat menantu di keluarga suami. Yah, memang, ketika seorang perempuan menikah, maka hubungannya dengan keluarga kandung nyaris terputus, karena hak akan dirinya menjadi milik keluarga suami sepenuhnya.
Dan Shiyiniang mengalami banyak peristiwa diusir secara halus dan didzolimi oleh beberapa wanita keluarga Xu atau dijebak dengan aneka kesalahan.
Dan wanita yang bercita-cita menggenggam takdirnya sendiri pastilah mampu mengatasi semua kesulitan hidupnya. Kecuali cinta….
Romansa yang manis
Bercita-cita menggenggam hidupnya sendiri, lepas dari adat yang membelenggu membuat Shiyiniang teguh mempertahankan kesuciannya. Ia hanya punya satu misi yaitu menemukan pembunuh ibunya.
Sejak awal ia penuh curiga pada suaminya. Suami yang ia terima nikahnya dengan paksa.
Sang suami juga tidak jauh berbeda, Ia menikahi Shiyiniang hanya demi janji tepat sebelum istri yang ia cintai meregang nyawa. Namun ia toh laki-laki juga.
Marxis Xu atau Xu Lingyi sangat membatasi pertemuan dengan para selir. Baginya mereka menyedihkan dan hanya mencari perhatiannya demi menaikkan status sebagai selir yang disayangi.
Saat ia pergi ke Selir Qiao… ia melihat wanita licik yang menghipnotis ibunya sehingga sangat mencintai dan memanjakannya….
Saat pergi ke Selir wen, ia mendapati kehidupan mewah selirnya itu dari uang sogokan keluarga Wen agar keluarga Xu selalu membeli semua kebutuhan rumah tangga pada keluarga mereka. Baru duduk dan ditawari Sup, Selir Wen mengatakan sup ini menggunakan bahan gingseng seharga 20 tael dan bahan bla bla bla. Jadi satu serutupan sup itu setara gaji sebulan nyonya resmi!
Muaklah dia.
Pergi ke Selin Qin yang lembut, hanya mendapati perempuan yang selalu meratapi nasib karena sudah tidak bisa hamil lagi….
Mau ke mana? Maka ia hanya berada di Banyuepan, kamar pribadinya.
Kehadiran Shiyiniang mengubah segalanya. Marxis Su harus mencari banyak ide dan cara agar istri resminya itu mau bersamanya. Banyak cara yang mengundang gelak tawa, apalagi terjemahan dua pengikut setianya kadang beda.
Drama ini cair sekali….. kuat dan lembut berpadu dengan manis.
Tambahan lainnya
Drama The Sword and the Brocade masih on going saat ini. Di mainland Cina baru sampai episode 35, di luar Cina termasuk Indonesia baru sampai episode 32. Total episodenya ada 45.
Episode drama Cina memang panjang-panjang jika dibandingkan dengan drama Korea. Beberapa biasanya membosankan di episode 18-20an.
Sedikit berbeda dengan drama ini. Saya kurang sreg dengan episode 1-2 karena busana yang menurut saya salah, namun temanya memang menarik bagi saya sebagai peneliti sejarah perempuan. Jadi saya melanjutkan saja dengan setengah hati. Baru episode ke-4 dan sampai sekarang saya sangat suka. Alasannya karena drama ini sangat cair dan memang punya kisah yang unik. Oh iya, ada drama seputar sejarah perempuan nusantara yang bagus, yaitu The Little Nyonya
Drama “The Sword and the Brocade” mengudara dengan bendera Tencent video. Di luar Cina, drama ini mengudara melalui WeTV, iQIYi, Tencent Video, dan Viki. Kalau punya akses VIP, bisa ditunggu pada hari Senin, Selasa dan Rabu. Saya ambil yang gratisan saja, yang penting legal. Jadi bisa sekehendak hati menontonnya, menanti episode untuk pengguna gratisan dibuka. Selisihnya hanya 6 episode, dan saya tipe sabar.
Kebetulan juga saya bukan tipe yang selow alias punya banyak waktu luang. Sebagian besar waktu tonton saya adalah saat menyetrika.
Bagaimana tentang rating atau minimal usia penonton? Santai, 13+ boleh tonton kok. Tak ada adegan yang begituan. Nikmati saja manisnya cinta bertepuk sebelah tangan yang dialami oleh bangsawan usia 35+ yang sudah matang, dan penolakan halus istri usia 15+ yang pada akhirnya menyerah pada cinta.
Juga ada beberapa sesi parenting yang bagus dan bisa ditiru, saat adegan yang melibatkan Zhun, putra sah keluarga Xu yang takut mengecewakan ayahnya. Menjadi anak sah adalah beban yang sangat berat jika punya ibu selir kompetitif seperti Selir Wen, padahal putranya Yu masih terlalu muda untuk memahami kompetisi yang ditekankan oleh ibunya.
Btw, meski pada ibu kandungnya, anak juga tak boleh memanggil ibu, harus memanggil ibunya dengan sebutan selir.
Kejamnya adat pada masa lampau……
Yo weslah, saya hanya bisa bercerita sekian saja. Yang jelas drama besutan sutradara Wen De Guang dan hasil skrip Cheng Ting Yu ini memang apik dalam mengisahkan ema sejarah, romansa dan drama kehidupan manusia pada zaman Dinasti Ming.
Selamat menonton dan buatlah dirimu terpesona dengan akting Wallace Chung sebagai Xu Linyi/Marxis Xu, Seven Tan sebagai Luo Shiyiniang, si cantik He Hong Shan yang selalu apik sebagai antagonis (Selir Qiao), dan ada 2 karakter nyonya agung yang kuat yaitu Wu Mian sebagai Nyonya Agung Xu dan Fang Xiao Li sebagai Nyonya Agung Luo. Mereka menjadi pusat semua nasib dan perbuatan seluruh anggota keluarga mereka.
Kalau review dan sinopsis lengkap The Sword and The Brocade 2021 ini menarik, banyak lagi ulasan menarik di kategori Film. Selamat membaca dan berkelana di dunia sinema....
Beberapa sumber dari:
https://mydramalist.com/58945-jin-xin-si-yu
26 Komentar
Bener juga sepertinya riasan dan busananya bisa juga buat lebaran hehe, apalagi riasannya gak medok banget kok.
BalasHapusUdah lama gak nonton drama Cina, konsep kerajaan begini saya suka sebenarnya
suka sekali sama outfit dan makeup look di the sword and brocade 2021, bisa jadi inspirasi buat special look in any occasion
BalasHapusWahh pas bangett ini akhir-akhir ini aku juga lagi ngikutin dracin. Yang ternyata setelah selesai tamatin satu dramanya jadi ketagihan juga, nggak kalah bikin nagih sama drakor, wkwkwkw
BalasHapusBisa jadi next tontonan ku nihh
Aku juga suka banget sama drama kerajaan gini terutama sama model fashionnya yang selalu cantik-cantik
BalasHapusternyata kisah di Asia ini masih memiliki keterikatan dan benang merah ya kak, bisa dirunut dan dicari tahu seperti apa kisahnya. Mantap juga, di dinasti Ming sudah ada drama sekompleks ini
BalasHapus
BalasHapusKeren bangett kreator drama China ini. Bisa mengeksplorasi penokohan dgn sangat mantab. Seperti Karakter Shiyiniang yang lembut dan keras sangat dieksplor di sini. Ia digambarkan sebagai sosok yang lembut sekaligus cerdas.
Kirain cuma aku yg perhatiin baju2nya kerajaan. Bagus2 banget, elegant.
BalasHapusBtw suka deh mba sama pemaparannya dari film ini soal anak sah dan anak tidak sah.
Lengkap banget ya ka review dramanya.. Akhir2 ini aku lagi suka nonton dracin karena yang main cantik-cantik dan isi ceritanya menarik..
BalasHapusSukanya nonton film2 sejarah tuh kostumnya selalu menarik. Tapi aku udah lama nggak nonton drama cina hehe.. nonton dracin zaman putri guangzhuo deh keknya.
BalasHapusFilm yang sangat menarik kak, jadi penasaran nonton filmnya secara langsung. Setuju baju mereka sangat indah ya.. Bikin mupeng hehehe..
BalasHapusKalo inget dinasti2 itu lekat dengan pelajaran sejarah yang telah saya pelajari sewaktu sekolah. Di nasti ming dalam drama china di atas mengisahkan banyak kisah romansa yg pastinya seru untuk ditonton. Sudah kubaca kak makasih.
BalasHapusWah ada penggemar dracin juga. Aku juga lagi nonton ini Mbak di wetv, wkwk. Memang miris ya, anak tidak sah alias anak selir/gundik dianggap tak berarti, sehingga tak pantas juga jadi istri utama. Dan itu si gundik Qiao selalu sukses bikin aku gemas pengen nyubitt. 🤣
BalasHapusKalau Wallace nggak usah diragukan lagi aktingnya, tapi lawan mainnya kali ini ... masih mudah dan keliatannya bintang baru tapi bagus juga aktingnya memerankan shi yi niang, putri ke 11 ini. Senyumnya juga selalu terlihat tulus ya? Nggak gitu cantik tapi manis dan enak dilihat.
Nanti kalau selo mau lihat-lihat ah. Aku suka sama drama cina karena pemanadangannya cantik bgt, dg arsitek budaya yang masih kental hihi..
BalasHapusFilm kolosal Cina termasuk film yang cukup lama bertahan ya, dari jaman dulu sampai sekarang sepertinya masih cukup banyak peminatnya. Konflik dan romansanya sering bikin greget dan penasaran ya Mba. Baca reviewnya Mba, menarik juga ternyata filmnya, thaks for sharing Mba.
BalasHapusHumm ... walau saya sendiri sekarang sudah jarang banget nonton film jenis ini, episodenya panjang soalnya ^^
waaahhh...ternyata banyak juga ya yang fokus di kostumnya. hehehe... tapi saya lihat juga sisi lainnya, kalau orang-orang kerajaan tuh biasanya pakaiannya tertutup. ini artinya gak sembarang orang bisa lihat. persis dengan konsep menutup aurat dalam Islam... Piss... Maaf ya jadi nyambung ke kostum soalnya saya kurang suka nonton. :)
BalasHapusMbak ... Aku juga sedang pantengin drachin ini disela-sela ngapain aja, ngeblog, masak, nyuci piring nyapu saking senengnya... Raw pun aku tonton di ngerti-ngertiin saja wkwkw
BalasHapusShiyiniang cantik banget ya Mbak Susi... baik sebelum maupun setelah menikah. Terkadang suka sedih ya membandingkan kejamnya adat istiadat masa lalu memperlakukan perempuan. Tp sebenarnya gak jauh beda jg di zaman sekarang, aroma patriarkal yang sangat menusuk hidung. Hmm gitu ya beda anak sah dan anak tidak sah di dracin ini
BalasHapusAku baruuuu OTW mau nonton ini Mba Sus di WeTV. Lagi ngelarin MOTHER di Viu. Itu juga dramanya bikin aku ngabisin tisu di rumah. Hwaaaaaaa. Masih soal dracin, Mba Susi coba juga nonton yg The Romance of Tiger and Rose. Kurang lebih sama inti ceritanya, soal equality, tapi yg ini kebalik, ada unsur komedinya, dibikin versi dua negeri, negeri feminis dan negeri maskulin. Seru deh mba, masih di WeTV juga.
BalasHapusWah teryata drama china, dari awal membaca mikirnya drama korea. Film bertema kerjaan memang selalu menarik, terutama yang ada konspirasinya
BalasHapusReview yang lengkap. Pertanda paham benar dengan film ini. Pembandingnya banyak juga. Hehe... Cerita sejarah memang banyak derivatnya. Tak hanya tentang kekuasaan tapi juga cinta dan harta. Keren-keren pakaiannya. Hehe...
BalasHapusKalau baca review drama/film berlatar sejarah china gini, saya merasa bersyukur dilahirkan di masa kini. Sungguh masa itu memang masa yang kejam bagi perempuan ya. Anak selir, ya siap-siap aja saat dewasa nanti akan menjadi selir.
BalasHapusUntung nggak mutung ya mbak setelah lihat episode 1-2, maju terus buat nonton hingga menemukan banyak kisah yang menarik dan mengambil pelajarannya juga
Sip..bagus banget riviewnya mbak. Saya ngikuti udah sampai ep 37. Setuju..Shiyininang ini adalah sosok perempuan yang lembut tapi cerdas n memiliki pemikiran kuat. Dia nggak mau begitu saja terkekang oleh adat sejarah,
BalasHapusDrama yang komplit...koflik,romansa dan kostumnya kereeen. Sangat menarik namun disajikan dengan ringan, lembut dan apik. nice. makasih sharingnya ya..
hanya berharap semoga happy ending. Secara banyak banget drama China yang sad ending.....
BalasHapusZaman kerajaan dulu memang sangat menjunjung tinggi kasta. Bahkan hubungan anak dan ibunya bisa terlihat berjarak kastanya gara-gara ibunya seorang Selir.
BalasHapusReviewnya lengkap dan mendalam. Jadi siapakah yang membunuh ibunya putri Shiyiniang?
Kostumnya zaman dinasti Qing emang cantik-cantik ya mba. Kalo dilihat emang lebih modern dibanding dinasting Ming yang lebih tradisional.
menarik banget ceritanya, saya juga salfok sama pemainnnya, sekilas mirip dengan artis drama korea
BalasHapusSaya nonton the sword and brocade karena suka sama Wallace Chung hehehe ... semua drama nya saya berusaha nonton... thanks reviewnya mba Susi...
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)