Perkembangan Seni Ukir pada Masa Kartini

Jepara masih tetap menjadi sentra ukir di Indonesia di masa pandemi corona ini. Jika mau sedikit jumawa, juga bisa mengatakan sentra ukir di dunia. Tapi lupakan sejenak klaim-klaim itu karena saya ingin mengajak Sobat Susindra jalan-jalan jauh ke belakang, sekitar tahun 1896-1905. Fiuh... lap keringat di dahi. Batasan temporal saya tekankan agar tidak nggrambyang




Adalah Kartini remaja yang sedang sangat bahagia, karena kurungannya dilepas setelah 4 tahun dipingit. Ia berusia 16 tahun saat itu dan baru saja memenangkan pertarungan dengan keluarganya sendiri yaitu paksaan menikah. Rasa bahagia ini membuat kesempatan menjadi tamu istimewa pada perayaan penobatan Ratu Wilhelmina di Semarang menjadi sangat kecil artinya. Ia menyebut hal itu sebagai kesia-siaan jika hanya sampai situ saja. Ia mau kebebasan dan kemandirian. 

Kartini dipingit sejak usia 12,5 tahun. Kalau tidak salah ingat, Keesing menyebut mulai bulan Oktober 1891, berdasarkan angka 12,5 tahun yang disebutkan oleh Kartini dalam otobiografinya. Bayangkan, usia 12,5 tahun dan "dipenjara" di dalam rumah.

Bahagianya Kartini bukan bahagia kaleng-kaleng karena dia tidak pernah keluar dari area dalem pendopo selama 4 tahun sekian bulan. Bayangkan Sobat Susindra yang saat ini "dipingit" ala #Dirumahaja. Ada yang sudah 45 hari, ada yang baru seminggu. Tapi semuanya kompak mengatakan... "BOSAAAAN!" lalu lebih banyak belajar memasak.
Kartini memang pandai memasak dan punya buku resep. Kelak adik-adiknya menerbitkan buku untuk membiayai sekolah yang mereka dirikan. Sekolah ideal yang sesuai dengan konsep ayunda mereka.

IYA! Sebahagia itu. Mungkin Kartini dan asik-adiknya berguling-guling di pasir Klein Scheveningen (Pantai Bandengan Jepara) dan berkejaran dengan ombak di pantai sampai-sampai membuat embannya menjerit panik mengira ndoro-nya ingin bunuh diri. 

Yang berkejaran dengan ombak itu kisah nyata, Sobat Cakrawala Susindra. Ada di suratnya... Baca dong ah!



Klein Scheveningen zaman dulu. Foto istimewa dari Mas Daniel


Menemani ayah ke pembukaan gereja di Kedung Penjalin adalah jadwal keluar pertama, setelah itu boleh yang dekat-dekat saja, asalkan menggunakan kereta tertutup rapat dan ditemani emban. Ke mana tujuannya? Paling sering ke wilayah miskin, area baru, hasil endapan muara sungai, lokasi tepatnya adalah di belakang gunung loji. 

You musti tahu bahwa gunung loji itu di kota pesisir mana pun, biasanya berupa bekas benteng VOC atau Portugis, yang dibangun di dekat kantor bupati. Para penjajah ini mengadali penguasa naif sehingga diizinkan membuat comptoir atau hoofcomptoir di bukit terdekat kantor kadipaten. Lama-lama moncong meriam mengarah ke kadipaten (atau kabupaten) dan tak lama kemudian takluklah para penguasa bumiputra yang naif atau malah mungkin ada yang karena rakus itu.

Area yang sering dikunjungi oleh Kartini dkk belum bernama. Mudahnya sih mengatakan ke Blakang Goenoeng, sesuai letaknya. Lama kemudian tempat itu memang muncul di peta dengan nama demikian. Lha, kok entah kapan tahu-tahu ganti nama dan dikatakan Kawasan Sentra Ukir Jepara itulah bekas Blakang Goenoeng yang asli. 

Pelajaran dan keterampilan wajib di Keluarga Sosroningrat sangat banyak.. Apa saja?

Peta Japara tahun 1900

Manut dengan pemerintah saja sih. Toh yang menitik koordinatnya juga mungkin tak ada yang ingat. Bukan salah Pemkab juga, lagian branding-nya juga sudah kuat. 

Ngapain to, seorang putri bupati kok dolan ke Blakang Goenoeng? Ke sana dengan kereta lalu menyeberang sungai dengan getek demi sampai ke rumah dari bambu dan menemui anak-anak dekil tel*nj*ng dan para sesebapak yang bersimpuh di lantai dengan celana yang entah apa warnanya, karena telah lama ternoda oleh tanah.

Kartini, Roekmini. dan Kardinah, disebut het klaverblad atau semanggi karena mereka itu terlalu bersahaja untuk disebut putri. Mereka sering bersama warga miskin. Mereka dididik dan dikenalkan dengan potensi serta kemiskinan oleh bapaknya. Kadang ikut memutar ani-ani saat musim panen. kadang duduk selonjor di tegalan sawah sambil melihat petani bersuka ria. Seperti semanggi yang sering tumbuh liar di tegalan sawah dan dimakan warga yang miskin papa.

Sudah pernah lihat bentuk tanaman semanggi, belum??




Lalu seperti bapak zaman now yang dengan lantang berkata, "Nil, kowe lak wes reti kahanan wong-wong iku. Solusimu opo, Nduk?"

Oh, itu percakapan khayalan saya. Aslinya enggak bakalan seperti itu.

Intinya sih, memang Bupati Japara (belum Jepara, lho ya!) itu sangat baik dan bupati yang amanah. Sejak sebelum anak masuk usia pingitan, ia mengajak putra-putrinya melihat kondisi warga. Acara bahagia atau sedih, selalu diajak. Makanya to, nama semanggi disematkan oleh Bu Marie Ovink-Soer yang juga sering ikut. Karena mereka selalu bertiga, tak terpisahkan, dan berada di tegalan dekat dengan warganya.

Mereka mengambil Blakang Goenoeng sebagai proyek bisnis dan pengembangan UKM zaman lampau. Tidak tanggung-tanggung: mulai dari membina pengrajin, membuat desain, menunggui mereka kerja, memajang di pendopo (seperti pameran), bahkan sampai mengirim ke Belanda.


Tahun 1896-1898 adalah masa tersibuk. 

Pertama, menentukan wilayah binaan

Kedua, meyakinkan bahwa mereka bukan putri bangsawan menya-menye yang datang cuma untuk tilik, foto dan share di Facebook (ITU SIAPA?!)

Ketiga, mencari ide dan membuat pola yang sekira disukai oleh orang Eropa, dan wayang yang dipilih.

Mengapa Hari Kartini bukan Hari Cut Nyak Dien? Baca yuuk...



Keempat meyakinkan pengrajin bahwa danyang dan dedemit tidak akan memakan mereka, karena mengukir wujud manusia. Di sini bisa mengacu ke filmnya Hanung. Kurang lebih seperti itu bantuan Bupati agar mereka mau.

Kelima, mencari modal/dana membuat benda ukir yang mereka desain dan ingin buat.

Tapi semua itu juga diawali dari informasi dari Belanda, bahwa 4 tahun lagi (1988) Putri Wilhelmina akan jadi ratu dan para feminis membuat persiapan pameran karya perempuan terbesar abad itu, bahkan sudah mulai membuat bangunannya.


Nama bekennya Nationale Tentoonstelling van Vrouwenarbeid

Di Den Hag persiapan, Kartini dan adik-adiknya juga bersiap. 

Tidak jelas siapa pemberi informasi sehingga proyek besar dan mahal ini di-acc oleh Bupati dan Asisten Residen Japara (Tuan Ovink). Silakan pilih sang kakanda Sosrokartono yang disebut ikut aktif sejak persiapan atau Nyonyanya AsRes, Marie Ovink-Soer. 

Jangan bilang you tidak tahu kalau Tuan Ovink dan Nyonya Ovink-Soer itu suami istri, lho, Sobat Cakrawala Susindra. Wanita Belanda boleh tetap memakai nama keluarga setelah menikah, sehingga ada tambahan Soer itu.


Sample karya Kartini yang direpro oleh Rumah Kartini. Ini dokri, ya


Singkat cerita.... awal 1898, semua benda yang didesain dan disiapkan oleh het klaverblad jadi dan dipamerkan di pendopo. Silakan bayangkan ada wartawan dari Semarang dan sekitarnya, karena itu sangat mungkin terjadi. 

Kartini, Roekmini Kardinah, memecahkan rekor menjadi perempuan Hindia pertama yang ikut pameran di Belanda dengan nama mereka sendiri. Tertulis dengan jelas di sana. Jangan heran kalau banyak koran Belanda mem-blow up, terutama Rotterdams Courant arsipnya tersimpan rapi di museum sana. 

Saking femes-nya juga, Mantan Ratu Emma (ibu suri - karena putrinya sudah resmi jadi ratu) datang ke stand pamerannya mereka, dan di sana surat Kartini meminta pendidikan bagi perempuan dibacakan oleh Nyonya Lucardie untuk sang ibu suri. 


Kartini dkk juga melakukan penggalangan dana....

Tapi usaha itu gagal menarik dukungan pembuatan sekolah. Mereka terlalu terpukau ada gadis lulusan SD yang bahasa Belandanya bagus sehingga dikatakan, "Pendidikan di Hindia sudah sangat maju"

Saya agak dongkol di bagian ini.

Tapi.. meski gagal membuat pemerintah Belanda membuat sekolah di negara jajahannya, tapi Kartini jadi punya beberapa sahabat pena, sahabat baik, profesor politik Jerman yang rajin tanya tentang pendapat Kartini tentang kondisi di sana, dan yang paling menyenangkan adalah ORDER mulai turun. Belum banyak, tapi ada.




Barulah pada tahun 1902, saat tulisan Kartini berjudul Javaansche Vrouwen (Perempuan Jawa) terbit di koran Belanda, barulah orderan besar di terima, dan dia disebut secara resmi sebagai agen tunggal Vereeniging Oost en West, lalu sering diajak pameran di negara-negara maju saat itu. 


Order pertama adalah 250 gulden, setara 2x gaji seorang patih. 

Tapi ya gitu, deh, nggak tahun apa dan kapan, pembeli itu maunya kalau beli benda seharga 100, setelah setahun juga tetap 100 padahal harga mebel itu tidak bisa ajek. Selalu naik. 

Pukulan terbesar adalah saat Ratu Wilhelmina ingin membuat sebuah ruangan JAPARA yang berisi full ukiran dan menjadi tempat pamer harta dari Hindia. Sekitar tahun 1904-1905an lah. Saya lupa.




Pesanan itu diberikan kepada seorang pengusaha di Jakarta. 50 pengukir Jepara kepincut ke sana, termasuk para pengrajin yang selama hampir sepuluh tahun mengerjakan pesanan almarhum Kartini. Saat itu yang mengerjakan adalah adiknya, Roekmini. 

Daaan... Sobat Cakrawala Susindra pastilah tahu atau menebak kelanjutannya.... Apalagi sang ayah yang menjadi pemodal dan pelindung tertinggi telah tiada, sementara bupati penggantinya masih belum serevolusioner yang diberitakan kemudian. 

"Dia tidak suka ada gadis yang keluar rumah," keluh Roekmini atas pembatasan Bupati Koesoemo Oetojo muda. Bahkan pameran tahun 1908 hanya dibiayai sedikit. Beruntung juga Roekmini memang sense of art-nya di atas semua saudarinya, sehingga kemudian mendapatkan medali perak di pameran Surabaya, dan sejak itu ia dekat dengan Jasper sehingga urusan yang berkaitan dengan seni ukir menjadi lebih mudah.


Karya Kartini sangat dihargai istana Oranje-Nassau dan masuk di buku koleksi berharga ini.

Tapi ini lain kisah... karena saya sudah membatasi tahun temporalnya 1896 - 1905. Jadi... sampai jumpa lagi di tulisan tentang sejarah Jepara, sejarah Kartini dan sejarah seni ukirnya. 

Batasan temporal saya sebut duluan karena hari ini saya rawan nggrambyang, akibat banyak dimintai klarifikasi misinformasi tentang Kartini... dan itu random. Saya senang-senang saja melakukannya daripada kesalahpahaman berlanjut. 


Lagi pula, sejarah seni ukir jauh lebih tua dari usia para pelaku sejarah yang saya sebutkan di atas, dan sejarah selalu berulang-ulang.

Sampai sekarang pun, sejarah kelabu para pelaku asta karya seni ukir sering melawan kesewenangan pemilik modal besar atau pun daya beli masyarakat.

Yang penting... jangan bosan dengan dongengan saya. Kalau ada pendapat, sanggahan, pertanyaan atau ide postingan, boleh menulis di komentar. Meski saya jarang menjawab, tapi saya perhatikan dan jadikan postingan, kok.

Saya banyak menulis story telling tentang sejarah dan sejarah Kartini. Yuk baca lebih banyak....

33 Komentar

  1. Makasi kaka dongengannya seputar jepara. Di kota kelahiranku Blora juga banyak ukiran Jati

    BalasHapus
  2. keren sekali kak ceritanya, baru paham saya

    BalasHapus
  3. Huwaaah gak kebayang gak pernah keluar rumah 4 tahun maaaak, tidaaakk :(
    MasyaAllah kebayang waktu itu Kartini dan Roekmini karyanya udah go international ya mbak.
    Makasih banyak ceritanya :D

    BalasHapus
  4. aku sedikit membayangkan film Kartini yang versi Hanung. Berarti Kartini punya peranan penting ya dalam memperkenalkan seni ukir jepara.

    BalasHapus
  5. Aku jd makin mengagumi tokoh kartini, pengen cerita ke anak secara lengkap tapi bingung mulai mana saking kompleknya dan banyaknya yg mau aku sampaikan

    BalasHapus
  6. Masyaallah T.A Kartini pernah mengalami masa2 dipingit begitu ya meski di dalam keraton tapi tetap saja tidak menyenangkan. Tidak mengherankan beliau senang sekali ketika bisa keluar.

    BalasHapus
  7. Masyaallah T.A Kartini pernah mengalami masa2 dipingit begitu ya meski di dalam keraton tapi tetap saja tidak menyenangkan. Tidak mengherankan beliau senang sekali ketika bisa keluar.

    BalasHapus
  8. Masyaallah T.A Kartini pernah mengalami masa2 dipingit begitu ya meski di dalam keraton tapi tetap saja tidak menyenangkan. Tidak mengherankan beliau senang sekali ketika bisa keluar.

    BalasHapus
  9. Waaaw. Sekaya itu ya karya Kartini
    Juga sekental itu persaudaraan Kartini. Semuanya sama2 hidup dan menghidupkan orang lain

    Keren mbak
    Ku mampu baca sampe akhir daripada buku sejarah. Haha

    BalasHapus
  10. Terus dongengin saya, kak..
    Rasanya senang bisa membaca kisah Kartini dari masa ke masa.
    Bisa diangkat tuuh, kak Susi...sahabat penanya Kartini yang mendukung perjuangan beliau.
    Aku sebenernya masih nggrambyang. Di bagian mana beliau berjuang, jadinya...?

    BalasHapus
  11. Luar biasa banget lukisannya terkenal di sana. Ah iya bener ya Jepara memang terkenal dengan seni ukirnya juga, dan ternyata RA Kartini juga memiliki pengaruh terhadap itu. Asyik ini postnya, jadi tahu banyaaaak. Lagi Mbak Susi :D

    BalasHapus
  12. wah lama banget kartini diam dirumah, kok bisa nggak bosan yaa

    BalasHapus
  13. kartini membawa pengaruh sampai sekarang. aku ngebayangin, cicit cicitnya kartini pasti bangga dengan beliau

    BalasHapus
  14. Aku sekarang tiap denger seni ukir dan Jepara, jadi inget dirimu mbak Susi. Apalagi jika membahas perihal Kartini, rasanya dirimu paling khatam jika mengupas soal beliau. ♥️

    BalasHapus
  15. Sosok Kartini terus menginspirasi bagi perempuan Indonesia ya, semakin kagum dengan beliau!

    BalasHapus
  16. Saya belum pernah singgah khusus ke Jepara. Kota yang identik dengan ukiran dan Kartini rasanya namanya tetap akan harum abadi...

    BalasHapus
  17. wah ternyata seni ukir tuh udah ada sejak lama ya, baru tahu saya. tulisannya bagus mba, terima kasih infonya jadi tambah pengetahuan sejarah.

    BalasHapus
  18. Sejarah seni ukir yang keren, penuh perjuangan dan membuahkan hasil sampai sekarang. Tambahan ilmu nih Mbak. Terima kasih.

    BalasHapus
  19. Makin kagum sama sosoknya. BTW, aku jadi kepikiran kalo Mba Susi sama suami lagi ngobrol, apakah bahan obrolannya termasuk keunikan-keunikan sejarah begini? Hihihi. Mungkin belum banyak yg menulis soal ini loh mba, bahkan media sekali pun. Meski sudah ada mungkin di buku, tapi kan tidak semua orang bisa punya bukunya.

    BalasHapus
  20. mbak Susi beneran seperti penutur dalm tulisan, membaca cerita sejarah seperti dongeng sebelum tidur.
    Saya sendiri tak terlalu paham apa yang dibuat KArtini sebagai tokoh pembaharuan wanita, namun setelah membaca ini, sepak terjang jadi terlihat nyata. Thanks Mbak Susi, kami para lelaki jadi tahu

    BalasHapus
  21. Dibandingkan masa pingitan Kartini, masa pingitan kita sekarang gak ada apa-apanya ya :D Tapi semoga masa pingitan karena pandemi ini cepat berakhir, biar bisa jalan-jalan ke Jepara, menyusuri jejak Kartini :)

    BalasHapus
  22. Kalau dengar kata Jepara selalu identik dg kayu hatinya yang diukir, ternyata banyak cerita menarik dari ukiran Jepara yg terkenal itu

    BalasHapus
  23. Wah infonya menarik! Ak jd tau sejarah mengenai ukiran, kalo ak suka ukiran yg d furniture gitu

    BalasHapus
  24. Belajar sejarah ternyata n keren bngt penggambaran menggunakan bahasa zaman now jadi agak kaget bila ternyata belajar sejarah dsini

    BalasHapus
  25. Jadi begitu ya, ternyata sosok kartini tidak langsung femes, tapi ada proses dan hasil karya yang diciptakan selain pinter berbahasa belanda.

    BalasHapus
  26. Bagus banget ceritanya mba jadi lebih mengenal Kartini

    BalasHapus
  27. Aku suka baca artikel ini, detail sejarahnya. Ngomong2 soal Jepara, aku punya lemari ukir dari jati Jepara warisan eyang putriku. Sudah hampir 50 tahun tapi belum kropos juga :)

    BalasHapus
  28. Ukiran Jepara memamg the legend. Desain ukirannya khas sekaki, aku suka. Dan, kayu jatinya pun kuat meski dimakan waktu

    BalasHapus
  29. AKu tuh naksir banget ama lemari jepara, tapi ternyata si jati ini masih mahal di kantong saya. soalnya unik banget ukirannya

    BalasHapus
  30. Wahhh bagus banget ya design nya aku suka...

    BalasHapus
  31. permisi kak, boleh minta sumber terkait penulisan ini tidak? kebetulan saya ingin meneliti lebih dalam🙏

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)