Melatih Kecerdasan Finansial Anak agar Mampu Membedakan antara Kebutuhan dan Keinginan

Melatih kecerdasan finansial pada anak bukanlah hal yang sulit, tapi juga tidak bisa digampangkan. Nyatanya banyak yang gagal di tengah jalan dan menciptakan manusia yang gagal membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Beli... beli... beli... Aksi konsumtif menjadi gaya hidup masyarakat metropolitan. Gaya hidup ini telah meluas sampai ke desa-desa.

Melatih Kecerdasan Finansial Anak Melalui agar Mampu Membedakan antara Kebutuhan dan Keinginan


Mencegah perilaku konsumtif dengan mengenalkan product value suatu produk.


Lazim terjadi, saat anak diajak belanja bulanan di toko besar, mereka akan terpesona melihat semua benda yang pernah atau tidak pernah dilihat di iklan ada di sana. Mereka mungkin akan sibuk berlarian, seakan tak peduli, padahal mereka merekam apa yang ada, sambil mencari apa yang mereka maui. 

Di sinilah orangtua perlu mengenalkan pada  "product value" dari barang yang diinginkan oleh anak sebelum membelikannya. Hal ini sangat penting agar anak tidak terjebak pada perilaku konsumtif.

Definisi product value adalah value atau nilai dari suatu produk di mata pembelinya. Ratio antara manfaat apa yang konsumen dapatkan dari produk itu dan apa (atau harga) yang konsumen berikan saat mendapatkannya. 

Kalimat sederhananya, value product adalah harga atau fungsi suatu produk.

Mencegah perilaku konsumtif dengan mengenalkan product value suatu produk.


Sepele.... dan kadang disepelekan. Tapi bisa berakibat besar sekali. Siapa yang pernah meluangkan waktu untuk menjelaskan ke anak, apa saja product value dari semua belanjaan saat itu?

Mengapa?


Bisa dikatakan, bahwa jangkauan berpikir anak, belum sejauh orang dewasa. Suatu benda yang sudah di rumah berarti miliknya juga. Tak tahu bahwa kita membeli X untuk bla bla bla bla dan berharap hanya dipakai untuk bla bla bla bla


Konsep ini yang jarang diketahui. 

Pada umumnya orangtua pukul rata, menganggap anak memiliki referensi yang sama dengannya. Padahal, referensi, preferensi, kebutuhan dan keinginan anak masih terbatas. Uang yang dapat mereka kelola juga masih terbatas. 

Anak tahu batas keuangan keluarga

Seharusnya orangtua berani mengakui limit keuangannya kepada anak, sekaligus menjelaskan padanya tentang misi dan visi keluarga. Jangan malu jika masih tidak sebanyak keluarga lainnya.

Saya bahkan menggunakannya sebagai bahan candaan, ketika saya bilang, "Kamu pasti jadi pujaan teman perempuanmu, tapi kamu malu karena uang sakumu."

Si ganteng meringis, menggaruk kepala yang tidak gatal, dan akhirnya mengakui tanpa rasa malu apalagi risih, bahwa ia lebih sering di dalam kelas saat istirahat karena tidak mau menghamburkan uang sakunya. Tebakan saya tepat karena tahu, teman sekolah dasarnya saja ada 4 yang crush on him. Apalagi di SMP-nya ini dia termasuk siswa dengan nilai baik, hampir selalu tertinggi di nilai matematika dan pelajaran eksakta, bahkan ditraktir gurunya karena berhasil mendapat nilai 10.

Anak tahu batas keuangan keluarga


Ia kelas 9, dan uang sakunya masih di bawah 10 ribu, namun ia bisa mengelolanya dengan baik. Salah satu pengeluarannya adalah membeli kuota internetnya sendiri dan membayar beberapa fotokopian. Dia biasa menyisakan uang sejak kelas 1 SD. 

Saya ingat saat itu ia pertama kali mendapatkan uang saku. Dia bingung karena uang sakunya hanya Rp2000 dan banyak sekali jajanan. Saya katakan, "Lihat semua jajanan itu, mana yang paling suka, pilih dua untuk hari ini, besok pilih dua lagi dan seterusnya." Tak sampai 6 bulan dia sudah bosan jajan dan membeli 2 mainan untuknya dan adik. Setelah itu dia menyimpan uangnya karena tak ingin membeli apapun kecuali butuh.

Maka, saat ia kelas 3 SD dan meminta HP, saya memberi syarat dia mampu membeli pulsanya sendiri. Dan ia melakukannya sampai sekarang, 6 tahun kemudian.


Jangan katakan saya kejam, karena baru sebatas itu kemampuan kami memberikan uang saku. Pengeluaran uang saku harus dipikirkan dengan cermat, dengan menimbang jumlah pemasukan dan jumlah pengeluaran yang tak boleh njomplang.


Sesuaikan uang saku dengan kondisi keuangan orangtua.

Cerdas finansial dan perencanaan keuangan 

Penting sekali bagi orangtua untuk mengajarkan anaknya kecerdasan finansial, serta tata cara perencanaan keuangan. Pelajaran ini bisa dimulai sejak anak usia taman kanak-kanak.

Memang harus sejak usia sedini itu, agar kelak, anak-anak umur belasan sudah mulai mengerti akan pentingnya uang sebagai alat tukar yang dapat mereka pergunakan untuk membeli berbagai barang yang mereka inginkan.

Efeknya jangka panjang, saat anak telah dewasa. 

Cerdas finansial dan perencanaan keuangan


Cerdas finansial adalah kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan atas keuangannya, sedangkan perencanaan keuangan merupakan proses merencanakan keuangan pribadi untuk mencapai tujuan keuangan, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun tujuan jangka panjang. 

Bedanya apa?

Kecerdasan finansial mengajarkan anak memiliki kemampuan mengatur uang sakunya, memiliki kemampuan mengambil keputusan akan keuangannya, sehingga anak punya tanggung jawab dan kepercayaan diri dalam mengelola keuangannya. Sementara, perencanaan keuangan mengajarkan prosesnya


Cerdas finansial mempunyai arti luas dan jika diajarkan pada anak sejak dini, dapat membentuk kebiasaan positif yang membantu anak mencapai tujuan-tujuan keuangan dengan baik di masa kini maupun masa depan. 

Mengajarkan kecerdasan finansial dan pengaturan keuangan bisa juga dalam bentuk mengajarkan anak cara mendapatkan uang dengan kemampuannya. Sejak SD, si sulung sudah "menjual" tugas makalah pada temannya, dengan akses laptop dan printer ibunya yang ada di rumah. Saya menyediakan 2 jenis kertas HVS agar ia tak kesulitan "melancarkan aksinya" itu.

Pengelolaan uang saku anak

Penilaian anak akan uang tumbuh sesuai dengan bagaimana ia melihat orangtuanya memperlakukan uang. Kita tentu tak ingin memiliki anak yang tidak menghargai nilai uang dan jerih payah yang perlu dilakukan dalam mendapatkannya, kan?

Maka ia perlu diajarkan untuk mempunyau tujuan mengapa perlu merencanakan dan mengelola keuangannya.

Tujuan adalah sesuatu yang menjadi target. Sesuatu yang dicita-citakan, ingin dilakukan, ingin diperoleh di masa mendatang.

Tujuan yang ingin dicapai tersebut, butuh berapa lama merealisasikannya?

Pengelolaan uang saku anak


Kenalkan tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. 
Jangka waktu membantu anak menyadari bahwa ada yang namanya delayed gratification atau menunda kesenangan.

Contoh tujuan si sulung adalah:
1. Jangka pendek: membeli pulsa bulanan (kebutuhan rutin)
2. Jangka menengah: membeli sesuatu yang diinginkannya (keinginan)
3. Jangka panjang: meng-upgrade perangkat gawainya


Keputusan di atas mempunyai konsekuensi keuangan.



Prinsip 5T dalam mendidik anak

Mendidik anak agar memiliki  kecerdasan finansial serta membuatnya memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, bukanlah hal yang bisa dilakukan secara instan. Perlu waktu, contoh, pemahaman, dan pendampingan. Untuk melakukannya, orangtua perlu tahu tentang prinsip 5T dalam pendidikan anak.

Saya mengutip dan mengembangkan 5T dalam pendidikan anak dari Kak Seto yang ternyata juga mengutip dari buku berjudul Just for Parent karya Bambang dan Hanny Syumanjaya. Apa itu?


1. Time (waktu)

Waktu yang berkualitas sangat penting karena dalam waktu tersebut kita semua dapat melakukan banyak hal bersama dengan anak. Banyak hal yang bisa dikenalkan pada anak selama bersamanya. Kadang anak cukup dengan melihat saja. Mereka mungkin belum memahami rutinitas yang dilihatnya, tapi akan mengenangnya kelak, dan beberapa langsung ditiru.


2. Telling (memberitahu)

Memberitahu adalah tindakan yang sebaiknya kita lakukan agar anak dapat mengerti keinginan atau harapan orangtua. Orangtua harus rajin memberitahu anak tentang apa saja yang dapat ia pahami dan butuhkan. Jangan pelit kata pada anak. Tentu saja kata yang baik.

Prinsip 5T dalam mendidik anak


3. Teaching (mengajar)

Selain memberitahu tentang nilai-nilai keluarga yang dipegang, orangtua juga harus mengajarkan pada anak cara melakukannya. Menjelaskannya sambil melakukan akan cepat dipahami oleh anak. Banyak orangtua yang tak mengajari anak life skill  sebagai bagian dari mengajarkan kemandirian. Misalnya setelah makan harus langsung dicuci. Memilah dan memilih makanan apa yang bisa dimakan sekarang dan menyimpan yang akan dimakan nanti.


4. Training (melatih)

Orangtua harus melatih anaknya dengan cara-cara menyenangkan. Melatih anak membagi makanan untuk dimakan nanti adalah salah satu pelajaran pengelolaan uang yang bisa dilatihkan sejak anak berusia 2 tahun. Mungkin 1 tahun sudah bisa. Ia akan memahaminya kelak. Untuk anak yang lebih besar, usia praremaja yang merupakan masa growthpurt karena hormon, anak akan sangat doyan apa saja. Itu terjadi pada dua anak saya, yang usianya 12 dan 15,5 tahun. Mereka selalu lapar.... Maka, latih dengan cara menyenangkan.


5. Togetherness (kebersamaan)

Pengajaran dan pelatihan perlu dinaungi dalam sebuah kebersamaan karena kekuatan kebersamaan akan menghapus kelelahan dalam belajar serta melunturkan kekesalan dalam sebuah pelatihan. Entah berapa kilometer luka yang mungkin ditorehkan oleh orangtua saat melatih life skill pada anaknya.... Yuk kita hapus dengan kebersamaan.


5 prinsip di atas bisa di-ATM (amati tiru dan modifikasi) sesuai kondisi keluarga. 


Orangtua bisa mengajarkan kecerdasan finansial melalui uang saku dan tata kelolanya.

Anak sudah dapat diajarkan mengelola uang saku sejak masuk usia sekolah dasar. Ia bisa diberi uang saku harian. Memasuki sekolah SMP, anak sudah bisa belajar mengelola uang yang lebih besar. Ia siap diajarkan mengelola uang saku mingguan. Anak perlu dipahamkan bahwa uang saku bukan uang jajan. Uang saku digunakan untuk uang jajan, menabung, dan bersedekah. 3 komponen ini harus jelas bagi anak. 

Mengajarkan kecerdasan finansial juga bisa berarti mengajarkan anak menghargai uang. Ingat, anak boros biasanya pengaruh dari perilaku orangtua atau temannya. 

Orangtua bisa mengajarkan kecerdasan finansial melalui uang saku dan tata kelolanya.


Maka, memang perlu diajarkan secara bertahap. Berikut ini cara mengajarkan anak mengelola uang saku berdasarkan kesiapan anak mengelola uang:


1. Usia pra-sekolah

Belum bisa pegang uang sendiri. Orangtua yang membelikan. Izinkan mencoba memberanikan diri memberikan uang pembayarannya sendiri pada pedagang/kasir toko.


2. Usia TK

Anak mulai bisa menghitung uang, sehingga sudah boleh menerima uang saku. Namun ia belum memahami batasan uang saku.


3. Usia SD 

Sudah bisa mendapatkan uang saku harian. Ia sudah bisa mengatur uang sakunya sendiri.


4. Usia SMP

Anak usia SMP sudah lebih ahli mengatur uang saku. Ia bisa diperkenalkan pada cara pemberian uang saku mingguan.


5. Anak SMA

Anak usia 15 – 18 tahun sudah bisa mendapatkan uang saku sebulan sekali



Uang saku bulanan siap dikelola anak usia SMA - kuliah. Mereka sudah memahami RISIKO. 



Anak remaja sebaiknya sudah diberi rekening sendiri. Jika mampu, lebih baik dimulai dari usia awal SD. Ada Tabunganku dengan setoran awal hanya Rp20.000,- dan tanpa biaya administrasi.

Memiliki rekening sendiri memudahkan anak remaja dalam mengelola keuangannya sendiri. Perencanaan keuangan ala mereka akan membuat mereka bisa benar-benar mandiri saat harus keluar dari rumah.

Ada baiknya mereka juga dikenalkan pada beberapa pekerjaan paruh waktu yang bisa dikerjakan oleh anak usia belasan tahun. Misalnya, si sulung mendapatkan cukup uang dari bisnis mengedit dan mencetak tugas makalah  temannya. Kami orangtuanya hanya menyediakan laptop dan printer yang dipakai bersama, dan kertas F4 80 gram. 


Uang hasil print tidak kami ambil sepeser pun. Kami percayakan padanya untuk mengelola.



Kebutuhan vs keinginan

Keinginan adalah segala kebutuhan lebih terhadap barang ataupun jasa yang ingin dipenuhi setiap manusia pada sesuatu hal yang dianggap kurang. Keinginan tidak bersifat mengikat dan tidak memiliki keharusan untuk segera terpenuhi. Keinginan lebih bersifat tambahan, ketika kebutuhan pokok telah terpenuhi. 

Kebutuhan adalah semua barang ataupun jasa yang dibutuhkan manusia demi menunjang segala aktivitas dalam kehidupan sehari-sehari manusia tersebut. Kebutuhan tidak akan lepas dari kehidupan sehari-sehari. 



Perbedaan keduanya sebenarnya cukup jelas.


Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dimiliki manusia karena tingkat keperluan atau urgensinya yang tinggi. Jika seseorang memiliki kebutuhan terhadap barang atau jasa, biasanya hal paling penting yang menjadi pertimbangan adalah manfaat yang dapat diambil dari barang atau jasa tersebut beserta fungsinya.


Berbeda sekali dengan keinginan. Keinginan bersifat subyektif dan tidak  terlalu berpengaruh pada kelangsungan hidup seseorang. Bahkan berkaitan dengan selera atau gaya hidup. Jika terpenuhi, rasanya hanya puas. 

Kebutuhan vs keinginan



Salah satu yang sering saya katakan pada anak adalah:

Kuota internet bagi Mama adalah kebutuhan untuk bekerja, sementara bagi kamu adalah keinginan untuk tetap update dan melakukan hobi (membaca manga, bermain game dan berkomunikasi dengan teman.

Biasanya dia akan memandang saya dengan pandangan tidak percaya atau ingin mencari kata bantahan yang tepat....

Kok tentang kuota internet?

Yaaa.... saat harus selalu di rumah gini, kebutuhan akan kuota bertarung keras dengan keinginan membuka tugas harian guru, menonton film, nge-game, atau komik di Webtoon. 


Mereka juga melihat emaknya berjibaku di antara tugas sebagai penulis, narablog, influencer, dan masih banyak lagi, dengan posisi memegang HP dan di depan laptop. Dulu mereka hanya melihat saat pulang sekolah dan di rumah. Sekarang 24 jam di rumah, dengan jam tidur 2 jam lebih larut, mereka bisa salah paham dengan jumlah saya membuka WA dan media sosial.

Apakah Sobat Cakrawala Susindra setuju dengan pernyataan saya itu? Apakah menurut sobat, tulisan saya ini benar? Jangan sungkan memberitahu saya tentang pendapatmu mengenai cara melatih kecerdasan finansial ala Susindra, agar anak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan, ya.....



Sumber pustaka: 

Mulyadi, Seto dan Lutfi Trizki. 2012. Financial Parenting: Menjadikan Anak Cerdas dan Cermat Mengelola Uang. Jakarta: Mizan.

Novita, Windya. 2007. Serba-Serbi Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

https://www.modalrakyat.id/blog/langkah-langkah-ajarkan-finansial-pada-anak (diakses tanggal 4 April 2020)

https://www.finansialku.com/ada-6-ide-bisnis-yang-dapat-dieksekusi-oleh-anak-usia-belasan/  (diakses tanggal 4 April 2020)

https://www.jurnal.id/blog/2017-pengertian-kebutuhan-keinginan-dan-perbedaannya/  (diakses tanggal 4 April 2020)

22 Komentar

  1. Saya mulai disiplin untuk memilah mana kebutuhan dan keinginan. Apalagi dengan adanya cobaan wabah ini. Semakin bertekad untuk terus disiplin. Sebaiknya memang sejak dini diajarkan hal seperti ini

    BalasHapus
  2. setelah membaca tulisan ini, saya mulai tercerahkan dan dapat mengira ngira mana yang merupakan kebutuhan dan mana yg cuma sekedar keinginan. makasih mbak

    BalasHapus
  3. perlu diajarkan sejak kecil , jadi dia mengerti dan gak sembarang minta uang

    BalasHapus
  4. Iya anak-anak perlu diedukasi tentang uang agar mereka bisa menghemat dan tahu mana yang penting dan tidak penting untuk dibeli.

    BalasHapus
  5. Kecerdasan finansial memang penting disampaikan sejak dini, agar mereka bisa menghargai perjuangan dan jerih payah serta uang itu sendiri. Makasih ya

    BalasHapus
  6. Iya mbak, kita memang harus tegas dalam mengajarkan kedispinan pengaturan finansial kepada anak. Supaya anak mengerti dan mereka juga bisa berfikir agar uangnya dibelikan barang yang bermanfaat. Bukan hanya habis untuk beli jajan saja. .. .

    BalasHapus
  7. Setuju. Penting bgt ngajari anak financial
    Tapi emang Emak-emak itu langsung bisa menyesuaikan dengan kondisi keuangan, canggih ya hehe
    Apalagi kl penghasilan terukur jd enak aturnya, brpa untuk anak juga bisa di atur.
    Yg susah tu kl penghasilan ga tentu, jd kasih jajan ke anak pun ga tentu. Akhirnya hanya bisa kasi pengertian ke anak. Cuma itu pilihannya hehe

    BalasHapus
  8. Sedini mungkin anak harus diajarkan mengatur keuangan ya tujuannya spy menghargai uang sehingga Tdk menggampangkan minta uang untuk sesuatu yg ga perlu

    BalasHapus
  9. wah setuju bangeet, anak harus paham ya mengenai apa saja kebutuhannya dan apa saja keinginan. jadi anak-anak enggak cepat tantrum juga ketika keinginannya enggak dapat saat itu juga. selain itu anak-anak bisa lebih pintar mengelola uang dan menahan diri untuk hal yang tak penting dan lebih mementingkan apa kebutuhannya. makasih sharingnya.

    BalasHapus
  10. Mantap banget Mbak SUsi, jadi ada bayangan jika si kecil udah gede dan minta uang jajan, hehe

    BalasHapus
  11. Udah beli pulsa sendiri sejak kelas 3 SD? Bertahan 6 tahun sampai sekarang? Cerdas, membanggakan, spektaaaaaaa. Semoga saya juga bisa mengajarkannya pada Kakak Mae dan si kembar nanti. Thanks for sharing yaaaa Mba Susisusikuuuu.

    BalasHapus
  12. wah, benar nih. Sekalipun masih anak-anak, perlu diajarkan sejak dini kecerdasan keuangan ini.

    BalasHapus
  13. Anak-anak memang sangat perlu diajarkan tentang nilai uang dan mengapa harus berhemat. Sedini mungkin mereka harus tahu mengelola uangnya. Salut, bisa membuat ananda hemat.

    BalasHapus
  14. Ternyata perlu banget ya k mengenalkan anak tentang kecerdasan finansial ke anak ya k. Saya harus juga mulai menerapkan ke anak-anak saya jadinya.

    BalasHapus
  15. kebutuhan dan keinginan, 2 kata berbeda makna yang kadang masih sering menjerumuskan, hihi,, susahnya kalau gak dibiasakan sejak dini, bagus klo anak2 mulai dikenalkan perbedaaan keduanya ya kak

    BalasHapus
  16. Wah, kalau saya sebagai seorang anak diajarkan tentang kecerdasan finansial itu senang sekali. Walaupun di rumah nggak diajarkan, saya bisa baca-baca juga lewat artikel di internet seperti ini. Terima kasih banyak, bu. Walaupun sebenarnya lebih untuk orangtua sih artikel ini, tapi saya masih bisa mengambil manfaat :D

    BalasHapus
  17. Kebutuhan memang sesuatu yang dicari dan harus beli , keinginan mau beli tapi ga butuh2 amat ya, ini memang harus diajarkan sejak dini dan disiplin, kalau ga malah nanti bisa ikut lifestyle yang salah jika nanti anak dewasa.

    BalasHapus
  18. Menekan perilaku konsumtif di keluarga kami, bisa dengan hanya membeli barang yang memang dicatat saja. Ngga boleh di luar catatan, kecuali barang yang memang sangat penting misalnya: minyak goreng yang sedang diskon.

    BalasHapus
  19. wah kuliah bunda sayang, aw aw. aku juga mbak insyaAllah berkat nerapin begitu, anakku cenderung lebih pengertian. yang memprihatinkan anak2 seusia anakku ini pra sekolah umur 4 tahun, paud. pada dikasih uang jajan, yaAllah aku smp geleng2 kepala, seolah uang jajan sebatas ciki permen menghentikan rengekannya

    BalasHapus
  20. Kalau belanja ke toserba, ke toko mainan, yg kalap justru mamaknya. Anakku ngambil 1 barang aja merasa bersalah. Mau belikan baju baru saja ribut kalo misalnya masih bagus dan nggak ada masalah dengan baju lama. Kan masih ada, buat apa beli. Itu yg sulung sih, kalo yg no 2, mau beli semua hal. Hahaha.

    BalasHapus
  21. Dan untuk mengajarkan kecerdasan financial..orang tua terlebih dulu dituntut untuk tahu dan paham . . Biar ga bias antara pengajaran atau memang karena kejam... atau karena kedua duanya....

    BalasHapus
  22. Berasa kebetulan yang bukan kebetulan mbak. Saya lagi butuh referensi keuangan buat sounding ke anak2 nih. Jadi pas baca ini serasa kayak dapat angin segar.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)