Gaya hidup serba instan menjadi sebuah pilihan karena dianggap mewakili perubahan zaman. Gaya hidup tanpa sekat dan tanpa limitasi ruang dan waktu juga terus berevolusi, sehingga pertemuan, sekolah, maupun traveling sudah bisa dilakukan di depan meja. Contoh paling mudah adalah kunjungan reguler saya ke perpustakaan nasional untuk membaca dan meminjam buku, tanpa harus ke Jakarta. Atau sesekali mencari bahan di Museum Rijksmuseum melalui aplikasi Google Art & Culture. Saya pun telah mengunjungi Museum Louvre dengan aplikasi yang sama. Apakah itu artinya saya tak perlu ke sana? Tetap perlu dong, jika dana sudah mencukupi.
Saya sedang tidak ingin bercerita tentang studi saya daring, jadi, mohon maaf jika tidak saya lanjutkan cerita tentang belajar di seluruh dunia dari balik meja. Saya tergoda untuk ikut urun opini tentang literasi digital yang menjadi tema besar di KARNAVAL 2019 yang diadakan oleh Klub Blogger Buku (KUBBU) bersama Bakpacker Jakarta. Nama karnaval bukan berarti akan membuat arak-arakan seperti karnaval pada umumnya, akan tetapi sebuah akronim dari Karya Tahunan – Festival Literasi 2019). Kegiatan tahunan ini dimaksudkan untuk merayakan ulang tahun Klub Blogger & Buku (KUBBU) yang ke-4. Selamat ulangtahun, ya.... Semoga selalu sukses, berhasil menyukseskan visi dan misi klub, serta terus memberi manfaat bagi masyarakat.
Tema literasi digital selalu menarik minat saya, untuk mengambil peran sebagai pendamping belajar. Saya pernah menjadikannya sebagai program kerja pribadi selama satu tahun. Saya beberapa kali mengisi saresehan dan atau workshop tentang internet sehat untuk orangtua murid dan di dinas. Saya menyadari betul bahwa masih sedikit orang yang mempunyai pengetahuan akan dunia digital secara memadai. Saya juga membuat sebuah kuliah online di Facebook dengan tema yang sama selama 5 hari, dengan harapan makin banyak orang yang menyadari pentingnya belajar memahami dunia yang mereka masuki secara sukarela dan ternyata cukup memabukkan seperti candu. Dunia yang satu ini sungguh memukau siapapun.
Literasi digital yang telah saya lakukan dan ajarkan
Ilmu saya mungkin tak sebanyak teman-teman di kota besar yang bisa dengan mudah mengikuti event tentang literasi digital. Saya baru bisa membuat program sederhana untuk membantu para ibu melepas cemas melihat anaknya lekat dengan internet dan membantu membuangkan materi konten dewasa di HP yang dipegang oleh anak. Bukan rahasia lagi bahwa anak-anak sekarang juga memaknai instan sebagai gaya hidup. Bermain game Mobile Legend sambil terus mencari tahu cara cheating game ini, tanpa tahu jika banyak jebakan batman berupa konten dewasa dan malware di sana. Nama kegiatan tersebut adalah Sepekan Kuliah Online "Literasi Gawai" dan diadakan di grup komunitas yang saya ikuti.
Begitulah. Di kota Jepara yang kecil ini, para ibu hanya bisa gelisah melihat anak-anak duduk berkerumun di sekitar bangunan berwifi. Atau hanya bisa mengomel saat melihat anaknya di rumah sering memegang gawai untuk menonton Youtube maupun bermain Mobile Legend. Atau hanya marah besar saat melihat ada sisipan konten dewasa di HP yang dipegang anaknya. 'Hanya' ... kata ini saya pilih karena memang secara substansi masih disepelekan oleh para ibu di sekitar saya yang cenderung pasrah dengan keadaan karena tak tahu bagaimana cara mengubahnya. Menjauhkan anak dari HP dengan paksaan akan berakhir dengan keributan dan ujung-ujungnya akan memulai dari awal; memberikan HP tersebut kembali. Karena menjauhkan anak dari HP perlu ilmu dan kreativitas. Di sini, ibu harus pandai mengalihkan perhatian anak dari HP, mencarikan tugas kreatif agar anak tidak bosan mengerjakan, juga mencari teman senasib yang mau diajak bertukar ide tentang bagaimana cara membuat anak tidak menggunakan HP sebelum waktunya.
Literasi digital itu apa?
Diamini atau tidak, saya tetap berpendapat bahwa perlu orang-orang secara individu maupun berkelompok untuk memberikan edukasi kepada keluarga, teman dan kenalan sekitar tentang pengetahuan umum mengenai kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) agar mereka dapat menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten/informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal. Kemampuan ini disebut literasi digital. Kemampuan ini ambyar berkeping-keping saat musim pemilu lalu, karena ternyata kemampuan mengevaluasi konten/informasi bertubrukan dengan kehendak hati akan dipimpin oleh siapa.
Begitu banyak pekerjaan rumah terkait literasi digital. Contoh yang saya sebutkan di atas hanya bagian kulitnya saja. Masih ada perlindungan data diri, keamanan daring (online), perundungan dan penipuan secara daring, termasuk hal kebebasan berekspresi dan hak kekayaan intelektual. Tak berlebihan jika kemudian ICT Watch mengusulkan kerangka literasi digital Indonesia.
Kerangka literasi digital Indonesia
1. Proteksi atau safeguard, berupa usaha memberikan pemahaman tentang perlunya keselamatan dan keamanan berupa perlindungan data pribadi (personal data protection), keamanan daring (online safety & security) dan privasi individu (individual privacy). Upaya proteksi ini perlu dilakukan untuk menghadapi ekses dunia digital berupa perundungan (cyber bully), penguntitan (cyber stalking), kekerasan (cyber harassment) dan penipuan (cyber fraud).
2. Hak-hak (rights) dasar yang harus diketahui dan dihormati oleh para pengguna internet. Hak tersebut berupa kebebasan berekspresi yang dilindungi (freedom of expression) dan hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights) yang dibagi dua lagi yaitu hak cipta dan hak pakai. Jadi, pengguna yang meminjam konten harus memastikan telah mematuhi lisensi Creative Commons (CC). Masih ada hak yang harus dipahami agar tidak sampai melanggar hukum, yaitu aktivitas sosial (social activism) berupa kritik sosial melalui hashtag tertentu di media sosial seperti Twitter, misalnya, atau membuat dan mengedarkan petisi online.
3. Pemberdayaan (empowerment) yang berarti menggunakan internet untuk lebih produktif dan lebih banyak menghasilkan karya atau uang. Kerangka yang satu ini lebih banyak menekankan pada produktivitas pemanfaatan TIK dan atau produk digital, sehingga mendorong makin banyaknya jumlah jurnalisme warga (citizen journalism) yang berkualitas, kewirausahaan (entrepreneurship), juga munculnya start up baru.
Pokok bahasan di atas sudah agak canggih dan terlalu luas dari poin yang ingin saya sampaikan, yaitu pentingnya mengamankan informasi diri, atau dalam literasi digital di sebut dengan Perlindungan Data Pribadi (PDP). Tak apa, ya, kerangka di atas dijadikan pengetahuan saja, karena toh tetap harus kita ketahui dan pahami, langkah apa yang harus kita lakukan terkait aktivitas virtual kita.
Perlindungan data pribadi
Perlindungan data pribadi atau PDP adalah salah satu yang sedang meresahkan saya. Sebagaimana pembuka saya di atas yang menyatakan bahwa gaya hidup serba instan, tanpa sekat, tanpa limitasi ruang dan waktu telah menjadi keseharian kita. Saat pertama mendaftar di Facebook, kita menyetorkan sejumlah data yang diminta demi sebuah akun. Hal yang sama selalu terjadi saat kita membutuhkan produk atau aplikasi internet seperti media sosial maupun e-commerce. Dengan kecanggihan teknologi internet, facebook dan media sosial dapat mengingatkan kita pada jejak digital pada tahun sebelumnya yang kita ‘titipkan’ tanggal yang sama. Setiap saya keluar rumah, Google Local Guide akan segera memberi saran agar saya mengunggah foto dan informasi lokasi yang saya datangi. Facebook pun tak mau kalah. Nama-nama teman yang dekat dengan saya akan muncul di pemberitahuan. Hal-hal semacam ini, memang membahagiakan namun juga membuat saya berpikir, berarti di mana pun saya berada, Google dan Facebook tahu. Dari keduanya, aktivitas saya juga dapat dipantau oleh kepolisian jika saya menjadi pelaku kejahatan. Di mana privasi saya tergadaikan?
Terkait perlindungan data pribadi juga, sempat terjadi persoalan pada saat pemilu, saat membahas tentang pemilih. Jumlah dan data pemilih di KPU tidak sama dengan data di Disdukcapil, misalnya. Apakah sama dengan data yang di kantor KPP dan di dinas kesehatan? Pemerintah sendiri, melalui pengakuan Donny B.U., Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet, mengakui bahwa perlindungan data pribadi tersebar setidaknya di 32 undang-undang. Masing-masing saling tumpah tindih karena tidak terintegrasi dalam konsep besar perlindungan data pribadi.
Pentingnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi
Kondisi seperti di atas, membuat kita sangat memerlukan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Menkominfo Johnny G Plate menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) ditargetkan selesai dan diajukan ke DPR pada bulan Desember ini, agar dapat segera digodok di dewan perwakilan kita di Senayan. Diharapkan, rancangan tersebut bisa menjadi undang-undang pada bulan Oktober 2020. Hal ini harus menjadi prioritas karena sebagian besar negara di dunia ini sudah memiliki undang-undangnya.
Lazimnya, kita mudah percaya sehingga bersedia memberikan data pribadi saat menggunakan aplikasi tertentu. Sebagai blogger dan influencer, saya juga sering memberikan nama lengkap, alamat surel, nomor kontak, akun media sosial, bahkan nomor rekening saya. Pun demikian dengan layanan aplikasi atau belanja online, juga meminta berbagai data penggunanya dengan beragam tujuan. Salah satunya untuk memastikan bahwa identitas penggunan layanan benar-benar nyata. Namun, tidak ada jaminan bahwa data-data pribadi tersebut aman dari penyalahgunaan. Nomor kontak yang tersebar bisa menjadi target sasaran penipuan lewat telepon. Nomor rekening bank pun bisa menjadi sasaran peretasan. Apalagi alamat rumah yang bisa menjadi target perampokan. Data bank bisa digunakan untuk tindak kejahatan seperti membobol kartu kredit dan penipuan lainnya. Inilah mengapa perlindungan data pribadi sangat penting dan harus diprioritaskan. Data pribadi yang jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab, bisa disalahgunakan untuk tindak kejahatan sebagaimana saya sebutkan di atas.
Langkah selanjutnya yang penting untuk kita lakukan adalah, memahami apa saja data pribadi yang harus dijaga sebagai sebuah aset penting. Seperti sebuah lidi, mungkin jika satu data diri akan sulit membayangkannya sebagai sebuah aset. Namun jika 100 aset atau lidi digabungkan, baru akan terasa sekali. Saat ini, data pribadi telah menjadi aset berharga bagi pemerintah dan semua korporasi. Maka, perlu regulasi yang jelas tentang bagaimana aset berharga ini tidak bocor atau jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab.
Beberapa tahun lalu polisi pernah mengungkap kasus jual beli data pribadi yang dilakukan oleh seorang oknum pegawai outsourcing bank. Setiap sekitar 300 data pribadi dijual dengan harga 3 juta rupiah. Data ini dibeli dan digunakan untuk membobol 15 kartu kredit dengan total kerugian sekitar 300 juta rupiah. Data yang digunakan untuk melakukan kejahatan ini adalah data berupa nomor kartu tanda penduduk, NPWP, dan nama keluarga (orangtua, suami/istri, anak). Sekarang ini, dengan maraknya pinjaman online, data di atas bisa digunakan untuk penipuan berupa meminjam uang secara online dan tahu-tahu kita ditagih dan dibebani pembayaran atas pinjaman yang tak pernah kita lakukan. Seram sekali, bukan?
Beberapa tahun lalu polisi pernah mengungkap kasus jual beli data pribadi yang dilakukan oleh seorang oknum pegawai outsourcing bank. Setiap sekitar 300 data pribadi dijual dengan harga 3 juta rupiah. Data ini dibeli dan digunakan untuk membobol 15 kartu kredit dengan total kerugian sekitar 300 juta rupiah. Data yang digunakan untuk melakukan kejahatan ini adalah data berupa nomor kartu tanda penduduk, NPWP, dan nama keluarga (orangtua, suami/istri, anak). Sekarang ini, dengan maraknya pinjaman online, data di atas bisa digunakan untuk penipuan berupa meminjam uang secara online dan tahu-tahu kita ditagih dan dibebani pembayaran atas pinjaman yang tak pernah kita lakukan. Seram sekali, bukan?
Apa saja, sih, data pribadi yang sebaiknya tidak kita sebarkan di media sosial secara sukarela?
Data pribadi yang harus dilindungi
1. Nomor ponsel
2. Nomor rekening
4. Nama lengkap orangtua
5. Alamat
6. Riwayat kesehatan
8. Riwayat transaksi perbankan
9. Data sekolah anak
10. Password yang digunakan
Bagi penjual secara daring seperti saya, sulit menghindari memberikan alamat surel, alamat rumah, nomor HP/WA, juga nomor rekening di laman Facebook maupun di toko daring saya. Akan tetapi data lainnya saya simpan rapat sebagai bagian dari proteksi pribadi yang dapat saya lakukan sendiri. Saya juga tidak sembarangan memberikan izin mengakses sebuah aplikasi. Oleh karena saya memperlakukan akun surel dan akun Facebook sebagai gerbang memasuki akun media sosial lainnya, maka saya memperlakukan perlindungan ganda pada dua akun tersebut, yaitu verifikasi dengan nomor HP dan verifikasi teman. Jadi, kapanpun ada aktivitas mencurigakan, saya akan selalu diberitahu dan diminta konfirmasi.
Kiranya saya cukupkan sekian dulu, artikel tentang literasi digital dan perlindungan data pribadi, yang secara khusus saya tulis untuk menyemarakkan #KARNAVAL2019 yang diadakan oleh Klub Blogger Buku (KUBBU) bersama Bakpacker Jakarta. Sekali lagi, selamat ulang tahun yang ke-4 untuk KUBBU!
Sebelum saya akhiri, izinkan saya mengutarakan sejumlah harapan terkait literasi digital. Saya harap, pemerintah pusat serius memprioritaskan regulasi tentang perlindungan data pribadi. Saya juga berharap apa yang saya lakukan dalam melindungi data diri sendiri sudah benar. Dan, harapan terbesar saya adalah, tingkat literasi digital di Indonesia terus meningkat. Mulailah dari kita sendiri. Lakukan literasi digital mulai dari keluarga, merembet ke tetangga, dan biarkan pengetahuan bermanfaat ini terus menyebar ke seantero nusantara, agar kita semua dapat berinternet dengan sehat.
Sumber pendukung:
Donny BU. Tanpa Tahun. Kerangka Literasi Digital. Ebook Seri Literasi Digital
https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi_digital
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d1c3962e01a4/perlindungan-data-pribadi-tersebar-di-32-uu--indonesia-perlu-regulasi-khusus/
40 Komentar
Setuju bahwa data pribadi tuh kudu banget dilindungi. Aku ya kadang ingin sharing Literasi digital sama Bu Ibu sekitar. Tapi pas lihat, heol udah pada heboh sendiri sama sosmednya, cerita ini ono, kaya paling hits sejagad raya. Jadi akhirnya kumundur. Mentalku cemen banget yaaa
BalasHapusKamu ga ajak aku, siih.... Hahahaha
HapusBaru tau mba susi di jepara (gagal fokus)
BalasHapusBener banget tgl lahir hrs dilindungi krn di bank jg biasanha tgl lahir itu penting data pribadi
Wah, baru tahu, ya. Padahal sering cerita tentang Jepara lho
HapusTanpa disadari ada data pribadi dan privasi yang terungkap, saat kita menggunakan internet. Sejak tahu akan pentingnya data pribadi, saya sudah menonaktifkan beberapa pengaturan. Sehingga memiminimalisir data pribadi.
BalasHapusIya Mas. Saya juga hati-hati kalau memberikan izin ke aplikasi.
Hapusaku langsung save ini postingan karena selama ini juga kurang paham mengenai data diri gimana perlindunganya di internet. Perlu banget ini disebarkan ke keluarga terdekat terlebih dahulu
BalasHapusTerima kasih Mbak Marfa. Ayok, lindungi diri sendiri dengan cara melindungi data pribadi....
HapusAku setuju banget mbak kalau data pribadi kita harusnya disimpan dnegan baik dan tidak disebar sembarang. Tapi kadang dunia daring membuat kita tanpa sadar memberikan data pribadi tersebut, aduh......gimana dong
BalasHapusAda data yg benar-benar jangan dibagi, Mbak, yaitu nama ibu kandung. Kalau klaim di bank, yang satu ini jadi kunci.
HapusPentingnya perlindungan data diri di era big data sekarang ini semoga menjadi perhatian para legislator. Langkah konkretnya memasukan Rancangan Undang - Undang Perlindungan data diri masuk program legislasi nasional tahun 2020 ini.
BalasHapusBenar, Mbak Sugi. Mari kita tunggu RUU ini disyahkan.
HapusSebagai bloger kita memang sering dihadapkan pada pilihan untuk memberikan data pribadi terkait job ya, Mbak. Nama, surel, nomer hape, nomer rekening, itu seperti wajib saja untuk keperluan job. Semoga kita semua dijauhkan dari kejahatan penyalahgunaan data pribadi.
BalasHapusAamiin... Saya paling khawatir saat dimintai juga NPWP dan tanda tangan digital. Saya bikin disclaimer bahwa saya hanya izinkan untuk tujuan yg saya sebut secara spesifik. Ini bentuk jaga diri juga.
HapusNah itulah mbak, kadang ada org yang lupa kalau dunia maya tuh sbnrnya jauh dr keliatannya jg ada hal2 yang bikin menarik kriminalitas. Sepeerti bocornya data2 yang disebutkan di atas.
BalasHapusMakanya jangan semua diungkap dengan bener ya di dunia maya hehe
Trus kyknya perlu jg menghindari pemakaian wifi umum jg mbak biar gak rawan dicuri datanya.
Benar, Mbak. Saya selalu pakai data/wifi sendiri. Tak mau pakai yg umum karena jatah paketan saya 17 Gb per bulan, harus habis.
HapusSaya paling sebel nih kalau data pribadi kita bocor.
BalasHapusMakanya saya punya 2 nomor yang beda.
Email juga beda, ada email medsos ada email pribadi.
Ngeri banget soalnya zaman sekarang, meskipun demikian ada banyak juga sisi positifnya. Kudu pandai menyesuaikan :)
Memang ada banyak cara untuk waspada dan melindungi diri sendiri, Mbak.
HapusMemang ya, Mbak Susi. Zaman now kayaknya unduh aplikasi apa saja, sebelum masuk, wajib masukin data diri lengkap. mengalahkan data diri di KTP atau sim hahaha. Makanya setuju sekali nih, perlu adanya undang-undang perlindungan data diri. Biar itu tadi, data diri kita tidak digunakan oknum-oknum tak bertanggung jawab untuk hal-hal yang berbahaya dan merugikan diri kita.
BalasHapusIya, perlu standardisasi dari pemerintah. Kalau sampai masukin KTP, jangan mau, Mas. Hapus saja.
HapusNama lengkap orangtua terutama nama lengkap ibu kandung. Duh, itu penting banget ya mbak. Soalnya verifikasi bank kan nanyanya itu.
BalasHapusBenar Mbak. Yg satu ini disimpan sendiri, deh. Jangan sampai suatu hari posting nama lengkap ibu. Khawatir kebetulan ada yg stalking dan menunggu. Verifikasi telpon bank pakai itu.
HapusBetul banget, dan sebaiknya sebelum seseorang menggunakan medsos atau down aplikasi hal2 seperti ini harus dipahamkan dulu. Agar terhindar dari penipuan online atau penyalahgunaan data yang kita miliki. Jadi ingat berita tentang aplikasi pinjol yang bisa akses semua data kontak yang kita punya.
BalasHapusPinjol memang harus diteliti benar track recordnya. Kalau bisa jangan, deh.
HapusSemoga kita semua selalu cukup sehingga tidak ambil pinjol, ya.
iya euy.. ini memang hal yang mengkhawatirkan. segala data diri sudah terekam big data.
BalasHapusRisiko zaman digital, Mbak Dhenok
HapusMengenai data pribadi emang penting banget sih di lindungi tapi ya sampai saat ini masih banyak banget yang SMS ke saya mengenai dana pinjam, iklan dan masih banyak lagi.
BalasHapusBlokir saja, Mbak.
HapusMemang sekarang ini data pribadi orang bisa dimanfaatkan ya, apalagi dapat diperjual belikan, perlu banget perlindungan seperti ini. Jadi harus waspada nih memasukan data pribadi didunia maya
BalasHapusHarus selalu waspada Mbak Selvi
HapusBener banget Mba. Sekarang banyak banget kasus temen-temen saya dan orang lain yang bilang mereka ditelponin ama peminjam uang online padahal mereka nggak pinjam. Ya Allah jahat banget kan pinjol ini dan orang yang nipu itu. Baca ini aku jadi keingetan mba. Aku itu pernah ngeprint kartu keluarga di warnet. Terus lupa data di warnetnya ga dihpus huhuhu. Aku nyesel karena lupa. Sampe sekarang masih kepikiran ama aku huhuhu
BalasHapusSemoga tidak terjadi apa-apa, Mbak. Semoga warnetnya amanah. Masih banyak warnet yg amanah, kok.
HapusSoal telpon pinjol, ya ampun... Mereka 1000x lebih galak daripada ibu tiri, padahal pada yang tidak pinjam juga
iya, emang harus melek literasi digital supaya kita gak mudah diperdaya orang.
BalasHapusaku sih, perlu banget nginfoin soal ini ke Ibu
ya untungnya Ibu kalau ada apa2 mesti tanya ke aku
Alhamdulillah, ibu dekat dengan anak. Memang harus begitu, Mbak.
HapusPenting banget literasi digital ini. Apalagi kita yang aktif di medsos sebagai blogger suka nitip no hp dan data pribadikita dimana - mana
BalasHapusLiterasi digital kaitannya dengan perlindungan data pribadi memang mesti diedukasikan ke masyarakat. Sedemikian mudah kini data pribadi jadi bahan peretasan rekening dan kejahatan lain. Membuat kita mesti lebih hati-hati. Ulasana yang lengkap mbak Susi:)
BalasHapusKalau no ponsel krn kerjaan ada hubungannya ma sosial media terus terang masih aku cantumin mbak. Tapi kalau rekening enggak.
BalasHapusTapi emang bener jangan terlalu mengungkap terlalu banyak data pribadi kita di dunia maya ya supaya enggak disalahgunakan org yang gak bertanggungjawab
Keren ya Mbak,, ada Klubbu, klab blogger dan buku. Selamat ulang tahun yaa,, semoga ada jg kaya gini di Medan. Asli kereen... Mbak Susinya jg keren
BalasHapusJadih ngeh nih tentang perlindungan data pribadi, apalagi dintengah perkembangan teknologi makin canggih begini. kadang data pribadi riskan dicuri..
BalasHapushhtps://www.ngopisetengahgelas.com
Wah aku setuju banget sama literasi digital ini. Secara, sekarang semuanya aktivitas kita serba online pasti ada jejak jejak digital yang tertinggal dan mempengaruhi keamanan kita. So, makasih tipsnya mbak. Be safety buat kita semua
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)