Ada satu tempat yang berfungsi sebagai sarana pendidikan dan rekreasi yang masih jarang ditengok oleh masyarakat secara umum. Tempat tersebut bernama museum. Sebuah tempat yang akan selalu memastikan kotanya tetap berbudaya dan berkarakter. Tempat ini sangat jarang dikunjungi. “Beberapa pegawai merasa dikotakkan jika dimutasi ke sini”. Begitu guyonan yang disampaikan oleh Pak Agung Krisyanto, Kabid Pembinaan Kebudayaan dari Dinas P dan K Jawa Tengah. “Sepanjang hidup manusia, minimal pernah 2x ke museum, yaitu saat masih sekolah dasar dan saat mengantar cucunya yang masih sekolah dasar,” lanjutnya. Bagaimana cara membuat masyarakat kecanduan ke museum?
Ini PR kita bersama....
Saya merasa beruntung bisa ikut workshop tentang museum pada tanggal 12 dan 13 November 2019 lalu, bertempat di paseban Museum Kartini Jepara. Saya mendapat banyak ilmu tentang tata kelola museum sampai ke cara konservasi benda budaya di museum. Saya harap, akan sering ada kegiatan serupa yang juga melibatkan elemen masyarakat. Ada banyak masukan dan review tentang Museum Kartini baik dari pemateri maupun peserta FDG. Tentang materi-materi yang dipaparkan para narasumber, saya coba merangkumnya semampu saya saat ini. Harapan saya, akan sering ada FDG atau diskusi terpumpun yang juga melibatkan elemen masyarakat seperti ini.
Berbicara tentang sejarah, sejarawan besar bernama Sartono Kartodirjo menyebut bahwa bangsa yang tidak mengenal sejarahnya akan kehilangan identitas atau keperibadiannya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratlam seorang individu yang kehilangan memorinya, yaitu orang yang pikun atau sakit jiwa.
Sedahsyat itu, kah?
Peran museum sangat besar. Sudah ke museum, minggu ini? |
Iya. Dan di sinilah peran terbesar museum, yaitu memastikan bangsa kita tidak melupakan sejarahnya. Museum harus menjadi tempat perlindungan benda budaya masyarakat suatu kota sehingga kapan pun masyarakat butuh belajar tentang sebuah budaya atau sejarah, museum bisa menjadi tempat bertanya dan dapat menjawab dengan informasi mendalam sesuai kebutuhan penanya.
Coba kita kembali ke PP No 66 Tahun 2015 tentang Museum. Di situ dikatakan bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan koleksi, serta mengomunikasikannya kepada masyarakat. Lebih jauh, dalam PP yang sama. Pengkajian koleksi di museum dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Meningkatkan potensi nilai dan informasi koleksi untuk dikomunikasikan kepada masyarakat.
2. Pegembangan ilmu pengetahuan
3. Pengembangan kebudayaan
4. Menjaga kelestarian koleksi.
Bagaimana caranya?
1. Pilih koleksi yang belum atau kurang informasinya;
2. Cari asal-usul koleksi;
3. Cari informan yang dapat memberikan keterangan koleksi;
4. Kaji dan dalami sumber tersebut dengan 5W1H
5. Beri tambahan dari literatur yang mendukung.
Koleksi tanpa informasi seperti benda tanpa nyawa
Agaknya, inilah PR terbesar yang harus dikerjakan oleh Museum Kartini Jepara. Masih banyak koleksi di museum ini yang tak memiliki keterangan. Menurut informasi yang saya dapatkan, jumlah koleksi di Museum Kartini sebanyak 735 koleksi. Ini adalah jumlah yang luar biasa besar untuk sebuah museum dengan gedung berukuran 890 M2 (total 3 gedung berbentuk KTN). Total luas tanahnya adalah 5.210 M2.
Mbak Nena sebagai salah satu pemateri yang didaulat sebagai pereview museum memaparkan beberapa materi yang menarik tentang langkah-langkah penyusunan tata ruang museum. Langkah tersebut ada dua garis besar, yaitu menentukan alur cerita (story line) dan menentukan alur pengunjung. Menentukan alur cerita berkaitan dengan bagaimana pola komunikasi museum terhadap pengunjungnya, sedangkan alur pengunjung adalah apa saja yang perlu dilewati pengunjung dari masuk sampai keluar. Oh ya, Mbak Nena adalah Kepala Museum Kartini Rembang.
Mbak Nena memaparkan bahwa ada perbedaan mencolok antara Museum Kartini di Rembang dengan Museum Kartini di Jepara. Museum di Rembang mempertahankan gaya dan bentuk asli bangunan untuk mendukung story line tentang kehidupan Kartini di Rembang. Meski hanya setahun, akan tetapi benda peninggalannya cukup banyak. Hal ini dapat terjadi karena sebelum menikah benda milik Kartini dapat dikatakan sebagai benda milik keluarga Sosroningrat, sedangkan setelah menikah, benda miliknya adalah miliknya sendiri atau milik suami. Itulah sebabnya benda koleksi Kartini lebih banyak yang di sana. Jadi, museum tersebut termasuk museum khusus.
Museum Kartini di Jepara termasuk museum umum, sebagaimana tujuan awal pembuatan museum pada tahun 1975. Meskipun menggunakan nama Kartini, akan tetapi isinya adalah benda-benda budaya masyarakat Jepara yang ditemukan pada masa lampau. Di sini ada keramik-keramik tua dari Cina, uang kepeng yang menjadi mata uang perdagangan di Jepara yang merupakan bekas emporium dagang di Jawa, dan masih banyak lagi. Sayangnya saya lupa bertanya koleksi tertua di museum Kartini Jepara. Meski demikian, jika ingin tahu hasil budaya masyarakat Jepara, museum ini cukup representatif. Sayangnya, sedikit narasi yang diberikan pada benda-benda tersebut.
Benda-benda atau informasi mengenai Kartini dan keluarga juga dapat ditemukan di sini. Ada cukup banyak infomasi yang disajikan dan ada pegawai yang dengan senang hati membantu menerangkan informasi koleksi kepada pengunjung. Tujuan museum ini adalah untuk merepresentasikan kehidupan Kartini dan Sosrokartono, selain sebagai etalase benda budaya masyarakat Jepara. Dahulu museum ini memiliki koleksi ukir dari nusantara, kelihatannya sedang masuk storage (gudang) karena saya tak menemukannya lagi. Mungkin, kelak, museum di Jepara akan bertambah seperti di Kudus, misalnya yang memiliki museum Pemerintah dan museum swasta.
Penyajian alur cerita museum secara umum dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Pendekatan kronologis, berarti alur cerita disusun berdasarkan waktu
2. Pendekatan taksonomik, artinya penyusunan berdasarkan kesamaan jenis, kualitas, kegunaan, gaya dan periode pembuatan
3. Pendekatan tematik, sesuai namanya, berarti penyajian koleksi menekankan pada tema dengan cerita tertentu.
4. Pendekatan gabungan ialah gabungan atau kombinasi semua pendekatan yang ada.
Mudah ditebak bahwa tata pengaturan atau alur cerita di Museum Kartini di Jepara menggunakan pendekatan gabungan.
Saya melihat bahwa secara tampilan, museum di Jepara ini sudah modis dan mengikuti perkembangan zaman. Zaman sekarang orang suka selfie dan wefie, atau sekadar mencari obyek foto yang instagramable. Trend ini diakomodir dengan baik oleh Museum Kartini Jepara yang tampak modern di lensa kamera serta hasil bidikannya. Hal ini cukup mengundang minat banyak warga untuk datang. Dari mulut ke mulut, secara getok tular, masyarakat datang dan berfoto di museum. Kadang tidak memperhatikan koleksinya. Kecenderungan ini cukup bagus untuk upaya branding dan pengenalan awal. Setidaknya mitos 2x ke museum seumur hidup bisa terpecahkan.
Pengunjung museum juga dapat melakukan aktivitas di paseban Museum Kartini Jepara. Masyarakat dapat menggunakannya sebagai tempat berkesenian maupun belajar bersama. Di dekat paseban terdapat sebuah toilet umum yang cukup bersih.
Kondisi yang menggembirakan ini juga turut membuat beberapa orang yang konsern terhadap museum menjadi prihatin. Museum diberi façade-façade dari triplek berpola kayu. Dari jauh memang indah, tapi semua tahu bahwa ini tidak akan bertahan lama. Perkiraan usianya hanya 4 tahun. Sebuah pesan menarik disampaikan oleh Pak Nurodo, yaitu, saat menganggarkan, harus secara spesifik menyebut nama kayu, dan anggarkan kayu jati yang lebih awet daripada bahan lain yang cepat rusak.
Selain cepat rusak, orang yang memahami nilai sebuah benda akan langsung kecewa ketika mengetahui museum di kota ukir menggunakan bahan yang kualitasnya seperti itu. Saat saya menyampaikan keluhan saya tentang cahaya dan potensi kerusakan serta tata layout museum, semua pemateri sepakat bahwa menata museum itu seperti memakan simalakama: dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati. Tak semua bisa dipuaskan. Apalagi bicara anggaran, anggaran museum paling kecil.
Mungkin ini saatnya kita menekan pemerintah agar memperbesar anggaran untuk museum....
Dan mungkin, bisa membuat beberapa museum lainnya untuk mengakomodir 735 koleksi benda budaya yang sekarang berjejal di museum. Yang paling memperihatinkan saya adalah barang-barang meubelair yang ditumpuk jadi satu, sehingga tidak mempresentasikan kehidupan masa lampau. Alangkah indahnya jika benda tersebut ditata seakan berada di sebuah ruangan pada masa kolonial.
Workshop hari pertama |
Ayo, Museum Kartini Jepara, berbenahlah. Mulai gali kekayaan koleksimu, perkaya datamu, dan tata koleksi agar lebih ciamik lagi tanpa meninggalkan trend instagramable. Perhatikan saran-saran yang diberikan dalam workshop ini, yaitu buat diorama, buat gambar yang memberi kesempatan pengunjung ‘pura-pura’ menjadi bagian dari aktivitas bersejarah yang dituturkan, buat pengunjung dapat informasi lebih mendalam tentang koleksi menggunakan QR Code, dan ajak mereka mencoba menggunakan pakaian yang dikenakan Kartini saat masih menjadi raden ajeng di Jepara. Hal ini dapat diwujudkan secara perlahan dengan melibatkan beberapa pihak yang dapat membantu. Semangat terus!!!
Ingat kata Cicero dari Romawi, “Barang siapa tidak mengenal sejarahnya, ia akan tetap menjadi anak kecil.”, dan ingat kata Pak Sartono Kartodirdjo, “Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya akan kehilangan identitas atau keperibadiannya. Ia dapat diibaratkan sebagai bangsa yang pikun atau sakit jiwa.”
Kiranya sekian dulu, ya, postingan kali ini. Semoga membuatmu ikut tergerak untuk menjadi bagian dari pecandu museum.
Salam museum di hatiku
26 Komentar
Bener mbak, akan jauh lebih baik jika benda berharga yang ada di museum bisa diberikan informasi terkait dengan benda tersebuut. agar pengunjung bisa mendapat informasi yang utuh.
BalasHapusAku kalau ke Museum suka lama. Dibacain satu²...
BalasHapusBelum pernah ke Museum Kartini, baik Jepara maupun Rembang. Iya tuh...menata mebeulernya ala kadarnya. Sayang yah...
pingin juga ke jepara, katanya banyak pantai terkenal juga di sini ya
BalasHapusWah asyik juga nih, wisata keluarga ke museum. Bisa untuk nambah pengetahuan saya dan juga anak-anak
BalasHapus2 poin yg menggugah jiwa saya dapatkan dr tulisan Mbak Susi ini. 1. Jas Merah, jgn lupakan sejarah, yg gak tau sejarahnya sm saja dg org pikun.
BalasHapus2. Koleksi tanpa informasi sama saja benda tanpa nyawa. Jd semua itu puny riwayatnya masing² ya, demikian jg koleksi museum
Aku kemarin berencana ke museum uang di kotaku mba, gak jadi karena stay di rumah ada acara.. hehe
BalasHapusmuseum kartini tampak megah ya mba Susi. Nanti suatu saat kepengen ke sana juga, museum sebagai pembelajaran sejarah.
kalau dari sisi kunjungan, bagus ga, mbak? karena kunjungan museum ini banyaknya yg wajib2 dari instansi atau sekolah. saya juga punya rencana untuk bikin tulisan berkala tentang museum bandung. berharap lbh banyak orang mau berkunjung ke museum..
BalasHapusUlasan yang menarik, jadi ingin coba ke sana. Melihat benda2 masyarakat Jepara masa lampau.
BalasHapusmuseum jepara dari photonya terlihat bagus, bersih dan terang ya. Jadi nyaman kalau berkunjung ke museum jepara. Semoga terus berbenah dan menjadi lebih baik lagi
BalasHapusKartini itu Iconya perempuan Indonesia, memang harus dibuatkan museum yang luar biasa untk perempuan luar biasa
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMusiumnya bagus dan luas. Kalau dari terminal atau stasiun naik apa ya mba? Bayar berapa tiket masuknya
BalasHapusBangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, sayangnya bangsa kita keknya belum. Terbukti angaran museum kyknya masih dianaktirikan. Makanya kadang suka gmn gtu liat museum lusuh dll. Sayang, eman barangnya. Hehe kalau mbak Susi paham perabot ya jd bisa kasi saran.
BalasHapusSaya termasuk suka ke museum apalagi membayangkan kehidupan apa yang terjadi di masa lalu. Semoga kapan2 bisa liat museum Kartini ini.
Entah kenapa mesium di Indonesia itu "kurang laku".
BalasHapusPadahal banyak mesium yang unik.
Gak seperri di luar negeri mesium, mesium ramai pengunjung.
Apa yg salah ya
Saya paling suka ke museum, Mbak Susi. Pastinya kalau ke Jepara, saya Insya Allah akan mampir ke museum kartini ini, bahkan mungkin yang di Rembang.
BalasHapusDan museum ini sangat menarik, Mbak. karena sosok Kartini kan sangat melekat bagi Indonesia. jadi harus terus dirawat.
Dan saya tergelitik dengan pagawai yang ditugaskan di museum seperti 'dikotakkan'.
Nah, itu PR bersama. Bagaimana caranya agar orang bersemangat ke museum, terutama anak-anak sekolah juga. Pasti ada cara yang membuat mereka beramai-ramai ke museum.
Wah, selangkah lebih dekat ya mbak, memperkenalkan museum kartini ke khalayak umum, apalagi juga dengan membawa kerabat dekat, berarti kita sudah bisa memulai melestarikannya sejak dini, melalui lingkup yang mudah dijangkau
BalasHapusSayang banget ya kalau museum sangat jarang dikunjungi, padahal banyak pelajaran sejarah yang harus dikenalkan. Saya selalu mengajak anak2 ke museum, dan mereka ternyata antusias juga loh. Sepertinya memang harus bebenah, membuat museum yang tempatnya lebih menarik.
BalasHapussemoga semua museum kembali berbenah menjadi lebih baik, agar museum menjadi salah satu tempat yang patut dikunjungi anak millenial atau bahkan generasi Z
BalasHapusAku suka banget ke museum. Baik sejarah maupun seni. Dan suka kubaca dan kuperhatikan satu2. Sering banget ditinggal karena kelamaan :""") Lha yg lain cuma lewat doang
BalasHapusBaru tau saya kalo Ada museum kartini yang dirawat dengan baik. Dan memang dengan berkunjung ke museum jadi menambah pengetahuan Kita akan sejarah yang pernah Ada agar Kita tidak meninggalkan nilai2 dari sejarah itu.
BalasHapuskekaguman kita pada ibu Kartini makin bertambah jika berkunjung dan menyaksikan bukti sejarah perjuangan ibu Kartini di museum ini..
BalasHapusmuseum oh museum. aku sampai saat ini bingung kak kenapa orang bisa betah dan pengen ke museum. tapi dengan ulasan mba ini, aku jadi penasaran pengen ke museum lagi. mau ke jepara jauh mba, soalnya aku di medan. besok mampir ke museum di medan sini ah. tfs mba
BalasHapusJadi penasaran dengan Museum Kartini. Hiks kok saya belom ke sini ya
BalasHapusSemoga saat mudik bisa mampir nanti. Makasih sydah menceritakan tenatng Museum Kartini yang makin berbenah, Mbak Susi
Semoga ke depan makin baik lagi ya
Saya termasuk orang yang jarang sekali mampir ke museum kecuali sangat ingin dan ada temannya. GImana ya caranya kunjungan ke museum itu mengasyikkan? Hehehe. Adanya museum musik tuh yang keren dan betah tapi mahal
BalasHapusKemarin mampir kesana bareng Jiah, dan sekarang sudah keren banget, udah tertata rapi dan informatif sekali. Cocok buat foto-foto juga.
BalasHapusQuote bagian akhir makjleb banget. Tapi saya setuju sih mbak. Coba bayangin kalau cagar budaya di indonesia nggak dilestrikan. Tentu saja Indonesia seolah2 kehilangan identitasnya
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)