Saya memiliki kenangan indah berlibur di desa. Saya tinggal di kota kecil bernama Jepara, yang jauh dari kesan metropolitan, namun pedesaan tetap menawarkan liburan yang mengasyikan. Memakan kentos atau tombong, menjadi kenangan indah. Pengalaman ini saya ulangi pada bulan Mei lalu: makan kentos sebanyak-banyaknya sambil berharap tahu, apa sih kandungan dan manfaat kentos bagi tubuh kita? Berbahayakah bagi ibu hamil? Saat makan banyak kentos itu, saya sedang hamil muda. Baru dua bulan.
Ketika masih kecil, saya senang berlibur di desa Kecapi, tepatnya di Dukuh Surodadi. Ibu berasal dari desa ini, dan hampir seluruh saudaranya tinggal di desa ini. Ketika liburan, saya bisa memilih ke desa asal ibu atau ke rumah keluarga di Wedung Demak. Saya pergi sendiri ke Demak, tetapi jika ke Kecapi harus diantar atau dijemput karena perjalanan menuju ke sana harus berjalan kaki sekitar 3 km. Akan jadi 6 KM jika full jalan kaki dari rumah. Tahun 1980 - jelang 2000 belum banyak yang memiliki sepeda motor, tak seperti sekarang. Berbeda dengan ke Demak, meski lebih jauh dan 2x naik bis, akan tetapi dari bis ke bis, dan saya berani berangkat sendiri.
Ketika berlibur di desa, saya dan para sepupu yang sepantaran akan bermain di kebun, di sungai, atau di pekarangan warga. Berpetualang ala si Bolang zaman sekarang. Ada sepupu yang telah menikah, memberi tugas mencari cacing dan entung (hewan di dalam tanah yang gemuk) untuk pakan lelenya. Saya lupa apakah dibayar atau memang karena ingin bertualang. Yang jelas, saya masih geli dan tak mau menyentuh cacing, apalagi entung yang gemuk itu. Jika menemukan kelapa tua yang jatuh di bawah pohon, saya akan meminta sepupu saya untuk membukanya. Saya senang makan kentos yang berada di dalam kelapa tua tersebut. Saya juga sangat senang memakan buah-buahan di pinggir sungai yang tak bertuan, sehingga boleh dimakan sepuas hati. Kebiasaan ini menurun pada Destin dan Binbin yang saya ajak tinggal di desa. Alhamdulillah, pelajaran alam dan kearifannya menurun pada keseharian anak-anak saya. Saya harap kelak mereka mencintai alam dan melindunginya karena ingatan kuat akan masa kecil mereka. Aamiin.
Kenangan akan kentos atau tombong muncul kembali saat saya mengikuti ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa. Di desa Kapuran, saya melhat beberapa kentos dibuang di tepi jalan. Aduh, saya ingin memungutnya, tapi kotor. Saya mendapat kejutan besar ketika berada di Pulau Genting Karimunjawa. Di pulau kecil di area timur Kepulauan Karimunjawa ini, para warganya memiliki pekerjaan utama sebagai pencari ikan/cumi, pembuat ikan asin, serta pembuat kopra. Di pulau ini, kentos melimpah ruah. Sebagian dimasukkan dalam box, tombong, atau ember. Kentos menjadi makanan ayam-ayam di sana.
Kentos terbuat dari sari kelapa dan sari air kelapa. Keduanya memiliki sejuta manfaat bagi tubuh kita. Bayangkan, apa saja manfaat dari kentos?
Sayangnya... manfaat kentos yang telah diteliti secara ilmiah, sepengetahuan saya, baru 'kandungan enzim lipase dalam kemtos dan manfaatnya'. Kentos mempunyai banyak enzim yang berfungsi sebagai pemecah lemak ini.
Saya jadi membayangkan kentos sebagai bagian dari diet menguruskan badan. hehehe. Ada juga pengembangan kentos sebagai bahan membuat es krim, cendol, sayur lodeh, dan aneka makanan kekinian lainnya untuk keperluan industri, tapi hasil pengembangan tidak dibuka untuk umum..
Bentuk kentos kurang lebih seperti di gambar atas. Bentuknya bulat atau agak lonjong (jika masih kecil). Rasanya gurih, renyah, dengan sedikit manis. Ada rasa kelapa meskipun jauh dari dominan. Hanya lemet-lemet, kalau kata orang Jepara. Bentuk kentos menyesuaikan usia perkecambahan. Di gambar atas, usia kentos masih muda. Rasanya lebih renyah dan agak berair. Kentos yang sudah tua akan berukuran lebih besar. Bahkan bisa seukuran kelapa itu sendiri. Oh ya, makin tua, rasa kentos semakin hambar bahkan teksturnya semakin kering atau gabes-gabes. Makanya saya hanya memakan kentos yang berukuran kecil karena selain lebih renyah juga lebih gurih. Saya yakin, kandungan gizi kentos kecil lebih baik daripada kentos besar karena kandungan air kelapa masih ebih dominan.
Melihat banyaknya manfaat kentos, tentu amatlah disayangkan jika dibuang-buang percuma ya. Dan alangkah akan lebih bermanfaat jika dibuat lebih banyak penelitian baik ilmiah maupun pribadi, serta para pecinta masakan mencoba aneka menu berbahan kentos agar dapat diuangkan oleh para petani kopra atau yang tinggal di sekitarnya. Saya merasa sayang saat melihat melimpahnya kentos di pulau Genting dan hanya dijadikan pakan ayam.
Baca: Sayur lodeh dari umbut atau batang pohon kelapa
Melihat potensi kentos dan banyaknya petani kopra, membuat kita layak menanti-nantikan jawara kentos - mereka yang bersedia mendedikasikan ilmu dan tenaganya untuk meneliti dan mengembangkan kentos sebagai bahan pangan. Bukankah begitu? Aih.. saya jadi ingin ke Karimunjawa lagi. Di sana ada menu-menu unik dari makanan di sekitarnya seperti lodeh buah jambu mete yang lezat sekali itu.
Yuk... lakukan eksplorasi Karimunjawa melalui kearifannya, bukan hanya sebagai pelancong saja. Rasanya sayang jika ke sana hanya sebagai wisatawan dan tidak membaur dengan kehidupan warganya, terutama yang masih sangat memegang tradisi nenek moyang di Karimunjawa.
Apa sih kentos atau tombong itu?
Sebuah kelapa tua dan kering, biasanya secara alami menumbuhkan tunas. Pada persiapan membuat tunas itu, di dalam kelapa akan muncul kentos, sebuah medium yang menjadi bakal tunas. Kentos menjadi cadangan makanan bagi calon tunas. Bisa juga disebut kecambahnya kelapa.Kentos terbuat dari sari kelapa dan sari air kelapa. Keduanya memiliki sejuta manfaat bagi tubuh kita. Bayangkan, apa saja manfaat dari kentos?
Sayangnya... manfaat kentos yang telah diteliti secara ilmiah, sepengetahuan saya, baru 'kandungan enzim lipase dalam kemtos dan manfaatnya'. Kentos mempunyai banyak enzim yang berfungsi sebagai pemecah lemak ini.
Saya jadi membayangkan kentos sebagai bagian dari diet menguruskan badan. hehehe. Ada juga pengembangan kentos sebagai bahan membuat es krim, cendol, sayur lodeh, dan aneka makanan kekinian lainnya untuk keperluan industri, tapi hasil pengembangan tidak dibuka untuk umum..
Bentuk kentos kurang lebih seperti di gambar atas. Bentuknya bulat atau agak lonjong (jika masih kecil). Rasanya gurih, renyah, dengan sedikit manis. Ada rasa kelapa meskipun jauh dari dominan. Hanya lemet-lemet, kalau kata orang Jepara. Bentuk kentos menyesuaikan usia perkecambahan. Di gambar atas, usia kentos masih muda. Rasanya lebih renyah dan agak berair. Kentos yang sudah tua akan berukuran lebih besar. Bahkan bisa seukuran kelapa itu sendiri. Oh ya, makin tua, rasa kentos semakin hambar bahkan teksturnya semakin kering atau gabes-gabes. Makanya saya hanya memakan kentos yang berukuran kecil karena selain lebih renyah juga lebih gurih. Saya yakin, kandungan gizi kentos kecil lebih baik daripada kentos besar karena kandungan air kelapa masih ebih dominan.
Apa saja kandungan gizi kentos?
Kandungan utama kentos selain enzim lipase adalah vitamin A, vitamin D, vitamin B12, Omega 3, Zat Besi, Protein dan Fosfor. Semua kandungan di atas sangat dibutuhkan bagi tubuh kita. Kentos bisa membantu diet sehat kita yang senang goreng-gorengan, menambah darah, menguatkan tulang, menyehatkan badan, menutrisi otak, bahkan membantu kinerja ginjal.Melihat banyaknya manfaat kentos, tentu amatlah disayangkan jika dibuang-buang percuma ya. Dan alangkah akan lebih bermanfaat jika dibuat lebih banyak penelitian baik ilmiah maupun pribadi, serta para pecinta masakan mencoba aneka menu berbahan kentos agar dapat diuangkan oleh para petani kopra atau yang tinggal di sekitarnya. Saya merasa sayang saat melihat melimpahnya kentos di pulau Genting dan hanya dijadikan pakan ayam.
Kentos berukuran besar ini rasanya lebih kering dan hambar. |
Baca: Sayur lodeh dari umbut atau batang pohon kelapa
Melihat potensi kentos dan banyaknya petani kopra, membuat kita layak menanti-nantikan jawara kentos - mereka yang bersedia mendedikasikan ilmu dan tenaganya untuk meneliti dan mengembangkan kentos sebagai bahan pangan. Bukankah begitu? Aih.. saya jadi ingin ke Karimunjawa lagi. Di sana ada menu-menu unik dari makanan di sekitarnya seperti lodeh buah jambu mete yang lezat sekali itu.
Yuk... lakukan eksplorasi Karimunjawa melalui kearifannya, bukan hanya sebagai pelancong saja. Rasanya sayang jika ke sana hanya sebagai wisatawan dan tidak membaur dengan kehidupan warganya, terutama yang masih sangat memegang tradisi nenek moyang di Karimunjawa.
8 Komentar
jadi nostalgia nih, dulu waktu kecil kalo bapak lagi ngupas kelapa, pasti rebutan ini bareng adik heheheehe
BalasHapusBaru tahu Kentos punya banyak kandungan gizi, biasanya kami buang lho....habisnya ga tahu juga manfaatnya.
BalasHapuswah baru tahu kentos ini, jd penasaran
BalasHapusEee tak kira kentos wiji salak je mbak. Jebul isinya kelapa to.
BalasHapusJadi teringat waktu kecil saya di Lombok dulu, pernah makan kentos ini dan suka. Apalagi yang masih muda. Sayangnya memang kalau di kota, susah dicarinya ya.
BalasHapusSaya penjual kelapa dan sering mengupas kelapa, pastinya sering pula menemukan kentos ini. Tapi tidak ada yang mau memakan. Kandungan gizinya banyak juga, tapi entah mengapa saya tetap tidak tertarik untuk memakannya. Waktu kecil pernah seh makan, itu pun terpaksa karena kelaparan.
BalasHapusBeberapa bulan lalu di tahun 2018, kala musim kemarau, suami membelah kelapa yang sudah tua dan tiada isinya. hanya ada kentos. Saya memakannya karena penasaran dengan cara icip dikit, dan ternyata enak. Itu kentos muda. Entah dalam bahasa Sunda disebut apa soalnya baru kali pertama saya makan kentos. Suami tak buang karena sepertinya terbiasa makan kentos, cuma menyisihkan. Dulu di Lampung punya kebun kelapa dan sudah pasti suami paham manfaat serta bagian dari kelapa. Sekarang suami jadi orang sini dan di samping rumah ada pohon kelapa milik desa yang buahnya boleh diambili kami. Cuma, kalau musim hujan suami malas panjat pohon kelapa.
BalasHapusAndai ada penelitian pangan tentang kentos, ya, Mbak. Sama seperti nata de coco yang sudah saya baca artikelnya di tahun 1980 pada majalah "Intisari" lawas. Nata de coco atau sari kelapa hanya dibuat terbatas, namun siapa nyana pada tahun '90-an bisa populer. Sepertinya butuh proses dan kerja keras dari pihak tertentu untuk mengolah kentos.
mbaa, aku baru tahu kalo dlm kelapa bisa tumbuh si kentos ini. selama inj kalo beli kelapa yg udh dipotong2, ato udah diparut :D. jd ga pernah tau dalamnya gmn hahahaha. duuuuh, jd pgn rasain rasanya juga. :) . seringnya aku malah gigitin daging kelapa yg cendrung hambar dan keras. Kalo kentos lbh berair, berarti aku pasti lbh suka :D
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)