Alhamdulillah, wa syukurillah. Itulah reaksi saya saat pertama kali mengetahui diri saya hamil pada tanggal 30 April lalu. Kejutan yang indah di usia 38 tahun. Saya nyaris tak percaya bahwa kami diberi amanah setelah si bungsu berusia sepuluh tahun. Oleh karena itu, artikel kehamilan keempat saya ini saya beri judul Hamil di Usia Jelang 40 Tahun dengan Nyaman.
Saya hamil pertama kali di usia 24 tahun. Kehamilan kedua saat berusia 28 tahun. Destin dan Binbin, dua putra yang saya lahirkan telah besar sekarang. Sudah kelas 8 dan kelas 5. April tahun lalu saya keguguran tanpa tahu jika sedang hamil. Sebuah kecelakaan kecil dan perjalanan 15 jam menjadi penyebab keguguran. Peristiwa tersebut membuat kami sedih. Andai tidak terjadi keguguran... kami punya Susindra ketiga, penyandang asli nama yang menjadi gabungan nama ibu dan bapak mereka: Susi dan Indra.
Bisa dibayangkan bahagia kami saat dua garis merah muncul pada test pack. Ternyata saya masih diberi kesempatan.
Hamil di usia 38 tahun itu tidak mudah. Banyak risiko yang harus dihadapi. Risiko kesehatan raga maupun jiwa. Bisa dibayangkan bagaimana kagetnya keluarga besar. Ada yang menanggapi adem, ada yang kaget. Tak perlu membayangkan yang negatif-negatif. Itu wajar terjadi. Setidaknya demi kewarasan hati.
Pada kehamilan trimester pertama, saya sedang terlibat sejumlah proyek yang membuat saya jarang di rumah. Sering keluar kota bahkan keluar pulau. Kesibukan itu membuat saya tak sempat memanjakan diri dan mengalami gejala yang biasa didapatkan para ibu hamil. Saya sehat dan aktif. Mungkin benar bahwa traveling pada saat hamil bisa memudahkan proses kehamilan. Istilahnya babymoon ya? Hehehe. Bedanya, saya berangkat tanpa ditemani suami. Jadi ya istilahnya bekerja sambil plesiran saja.
Baca: Surga itu Bernama Karimunjawa
Traveling dengan sahabat Genpi Jateng di Magelang |
Saat ini usia kehamilan saya sudah 38 minggu. Janin sehat, jantungnya sangat aktif, 140 detaknya. Dari hasil USG, beratnya sudah 3,1 Kg. Tak jelas apakah laki-laki atau perempuan, tapi kata hati saya mengatakan perempuan dan berambuk mengombak seperti saya.
Secara umum, saya sehat sekali di kehamilan ini. Tak banyak keluhan keluar. Jalani saja dengan bahagia. InsyaAllah lebih mudah dan dimudahkan. Itu prinsip yang saya pegang. Nah, beberapa kondisi spesifik saya saat hamil:
1. BB : 70 – 75 kg (selama hamil hanya naik 5 kg)
2. TB 168 cm
3. Tensi: 110 – 120
4. Keluhan:
a. Nyeri di area pubis
b. Nyeri di tulang ekor karena cedera masa lalu
c. Cepat lelah
d. Keputihan
Kondisi setiap ibu hamil berbeda-beda. Umumnya ada belasan keluhan ibu hamil, sehingga jangan terlalu dipikirkan jika mengalaminya. Para dokter, bidan dan perawat akan mencatat saja keluhan kita sambil menjawab wajar. Kadang disertai penjelasan, seringnya tidak. Saya memeriksakan kandungan ke bidan, poliklinik dan rumah sakit, sehingga saya bisa mengatakan reaksi beragam mereka. Saya tidak menyangkutpautkan dengan profesionalitas. Lebih baik memperpendek pikiran yang tidak penting. Toh jawabannya sama. Keluhan normal dan dinyatakan kehamilan sehat. Padahal, aslinya, saya cukup terganggu dengan 4 keluhan di atas.
Saya mengalami nyeri di area pubis. Tak diberitahu apakah itu SPD atau Simfisis Pubis Disfungsi, varises vaginum atau pembengkakan otot karena infeksi saluran kemih. Saya menjelaskan bahwa ada otot yang membengkak cukup besar dan membuat area pubis menjadi sangat nyeri sepanjang waktu, sejak trimester kedua sampai sekarang. Saya juga tak mau berpikir aneh-aneh. Jalani saja. Faktanya sakit itu ada dan harus disiasati sendiri agar tak mengganggu aktivitas. Pegangan saya hanyalah, sakit itu tak mengganggu proses kelahiran normal yang saya harapkan dan tidak membahayakan saya serta bayi yang saya kandung. Kepastian tersebut membuat saya bisa menikmati kehamilan dengan nyaman.
Intinya adalah, perpendek pikiran tidak penting, hindari berpikir buruk dan siasati ketidaknyamanan dengan baik agar bisa hamil dengan nyaman. Sebagian keluhan, selain dari hormon juga dari hati yang sulit ditenangkan.
Baca: Riwayat Legonlele di Karimunjawa
Semoga kita sepakat, jadi tak perlulah saya uraikan dengan detail 3 keluhan lainnya. Nyeri di tulang ekor akibat cedera memang mengganggu posisi duduk. Cukup menyiksa bagi saya saat duduk. Nyeri yang kuat diseluruh area yang menjadi penyangga badan saat duduk memang menjadi sempurna dan menyeluruh. Dari pubis sampai tulang ekor. Penulis seperti saya akan cukup tersiksa dengan rasa sakitnya. Saya sering menulis sambil berdiri atau tiduran jika sangat sakit dan atau tidak tertahankan rasanya.
Menjadi tim peneliti sejarah Karimunjawa 2 kali saat kehamilan 10 minggu dan 20 minggu |
Semoga kita sepakat, jadi tak perlulah saya uraikan dengan detail 3 keluhan lainnya. Nyeri di tulang ekor akibat cedera memang mengganggu posisi duduk. Cukup menyiksa bagi saya saat duduk. Nyeri yang kuat diseluruh area yang menjadi penyangga badan saat duduk memang menjadi sempurna dan menyeluruh. Dari pubis sampai tulang ekor. Penulis seperti saya akan cukup tersiksa dengan rasa sakitnya. Saya sering menulis sambil berdiri atau tiduran jika sangat sakit dan atau tidak tertahankan rasanya.
Keluhan cepat lelah juga cukup menyiksa, jujur saja. Jam 5 sore, tenaga saya sudah habis terkuras. Saya tak boleh telat beristirahat di kamar pada jam itu, karena rasa lelahnya membuat saya terkulai. Saya harus istirahat agar bisa bergerak jam 6-7 malam. Antara Magrib dan Isya. Setelah itu saya tidur sampai jam 2 atau 3 pagi. Itu siasat saya menyamankan diri.
Mengenai keputihan saat hamil... itu sangat wajar terjadi. Prosentasenya sangat tinggi. Malah sangat jamak terjadi. Saat hamil, area missv memang cenderung lembab dan melunak ditambah frekuensi b.a.k. sangat sering. Dokter biasanya hanya menyarankan sering ganti cd saja. Tak boleh membersihkan dengan feminine hygiene dan semacamnya. Nah... kali ini saya agak bandel. Saya tetap memakainya, ditambah membersihkan area luar dengan pembersih muka yang cair. Keputihan saya kelihatannya ditambah jamur. Tak terlihat tapi rasanya gatal dan lembab di kulit. Area dalam missv aman; keputihan tidak kuning dan tidak berbau menyengat, serta tidak mengganggu proses sang ayah ‘menengok’ calon buah hatinya. Semoga paham istilah ini, ya. Hehehe.
Dari cerita panjang lebar saya ini, bisa disimpulkan bersama, bahwa meskipun saya hamil di usia 38 tahun, keluhannya pun tak beda dengan kehamilan di usia yang lebih muda. Mungkin bedanya ada di kesehatan jiwa, karena kadang akan mendapati orang keheranan atau melihat ekspresi yang membuat tidak nyaman. Ah ya! Cepat lelahnya juga jadi risiko khas kehamilan di usia menjelang 40 tahun.
Beberapa situs yang fokus tentang kehamilan seperti Alodokter, Bidanku, dan lain-lainnya mungkin memberitahukan risiko hamil di usia 40-an. Kehamilan di usia ini dikatakan berisiko tinggi. Memang ada benarnya, tapi tak semua benar. Kondisi setiap perempuan berbeda. Ada orang-orang yang tak menerima baik kehamilannya serta cenderung acuh dengan kehamilannya. Ada juga yang malah menutupinya dengan rapi. Menurut saya merekalah yang memiliki risiko tinggi. Kalau kita menerima kehamilan itu dengan baik, berusaha mencukupi kebutuhan tubuh dan janin, risiko tersebut menjadi sangat kecil bahkan tak ada. Kesiapan fisik dan batin sangat membantu mereduksi risiko kehamilan di usia 40 tahun seperti:
- Sulit melahirkan secara normal karena komplikasi (elastisitas panggul, placenta previa/preklamansia, dan penyakit normal di usia 40+)
- Angka keguguran tinggi
- Cacat bawaan yang dibawa anak.
Setidaknya itu 3 risiko yang saya temukan selama mencari tahu dari satu situs ke situs lain. Mungkin memang terjadi pada para ibu yang tak siap dan tak rido dirinya hamil di usia yang dianggap tua. Cukup masuk akal, tapi bukan sesuatu yang tak bisa disiasati. Seperti inti dari tulisan ini, buat diri senyaman mungkin dan siasati keluhan yang ada. Toh sebagian besar keluhan juga dirasakan oleh ibu hamil di usia 20-30 tahun. Tips ala saya agar bisa hamil dengan nyaman di usia jelang 40 tahun dan setelahnya adalah:
- Terima amanah ini dengan ikhlas. Penerimaan ini membuat hati kita lebih lapang, lebih bahagia, emosi stabil, makan lebih nikmat. Sebagian besar ibu hamil yang mengaku sulit makan biasanya karena mudah cemas.
- Siasati keluhan dengan baik, agar tak mengganggu aktivitas. Selalu ada celah di setiap keluhan. 4 siasat sudah saya beberkan di atas. Keluhan seperti morning sickness saya halau dengan menghindari makanan asam dan pedas. Dua jenis makanan ini lazim dikonsumsi bumil, sehingga mual muntah menjadi teman harian. Coba deh, insyaAllah hamil lebih ringan. Cabai juga membuat punggung dan pinggang selalu panas dan tak nyaman. Orang Jawa menyebutnya “wakidang.”
- Cari teman yang sama, bagikan di media sosial seperti Facebook. Temannya banyak dan bisa saling support. Saya punya 8 teman sepantaran yang hamil bersamaan dengan HPL berdekatan. Jadi jangan malah ngumpet dan malu. Senang lho punya teman sepantaran yang hamil barengan. Dan kehamilan ini saya mencatat 4 teman lain yang belajar bahasa Perancis di tahun yang sama hamil barengan. 5 dengan saya. Bukankah itu luar biasa? Hahahaha.
- Ajak keluarga berbahagia menyambut kedatangan anggota baru. Di keluarga saya seru, lho. Ayah dan anak bersemangat meladeni ibu hamil ini. Pekerjaan rumah dibantu, sering ditunggui, mau memijat kaki/badan,... apa lagi, ya... Ah, ya... si kakak selalu memeluk calon adiknya atau menggodanya. Jadi sejak masih di dalam kandungan, interaksi kakak adik sudah tercipta. Debay akan mepet-mepet dinding perut atau membuat tendangan jika disapa atau dipeluk masnya. Terutama Mas Binbin.
- Rajin periksa ke dokter atau bidan. Bisa juga keduanya secara bergantian. Bidan itu secara pengalaman dan kesabaran sangat lebih. Tahan mendengarkan curhat kita dan mencatatnya, serta menjawab. Kalau saya, bidan sebulan sekali pada trimester pertama dan kedua, lalu 2 minggu sekali saat trimester ketiga. Ke dokter cukup 3-4 kali sepanjang kehamilan. Kelahirannya tinggal pilih mana yang paling cocok di hati. Saya senang melahirkan dengan bidan, tapi di usia ini mempertimbangkan rumah sakit yang lebih siap. Tapi saya juga harus jujur bahwa yang membuat lebih condong ke rumah sakit adalah biaya sudah tercover BPJS. Saya punya BPJS yang tak pernah saya pakai. Sesekali ingin menggunakannya, meski awal bikin niatnya ikut patungan saja.
Naah... tips Hamil di Usia Jelang 40 Tahun dengan Nyaman ala Susindra memang sesederhana itu. Bisa dicoba, lho. Dan voila, penampilan saya menjelang HPL dan berhasil menyelesaikan sebuah proyek penelitian dan penulisan sejarah lokal Jepara yang didanai oleh Kemendikbud. Alhamdulillah hirobbil alamiiin.
4 Komentar
hebat sekali...insya allah lancar2 ya, teman saya bahkan udah usia mau 43 melahirkan baby lagi, hamilnya aktif lancar dans ehat begiu juga lahirannya.
BalasHapusEaaa ternyata Saya dan Mbak Susi cuma selilih 3 tahun. Waktu hamil usia 34 kemarin aja rasanya sudah nano2 apalagi nanti kalau hamil ke 4 di usia yang sama dengan Mbak Susi ya?
BalasHapusSemoga sehat2 selalu sampai melahirkan ya mbak.... Amin
Big hug mam, semoga sehat selalu. Memang benar ya rumus orang tua dahulu hamil usia produktif lah karena memang usia lanjut lebih rentan ya mba. Tetap sehat ya debay
BalasHapusselamat ya mba, ikut senang bacanya, kebetulan aku juga pengen diamanahi momongan 1 lagi tapi mungkin belum waktunya. Jadi optimis baca postingan mba Susi kali ini
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)