Jakarta bagi saya seperti sebuah oase. Tidak dalam arti sebenarnya karena oase artinya daerah subur terpencil di tengah gurun. Mungkin karena kerlab kerlib Jakarta, kegaduhannya, semua flora fauna ada di sana, sementara di tempat lain tak selengkap itu. Jakarta serasa sebagai satu-satunya segala hal ada, bahkan yang di luar bayangan dan harapan pengembara. Ibukota Indonesia ini selalu menarik untuk didatangi setelah berpayah menghadapi rutinitas. Setidaknya saya menargetkan setahun sekali ke Jakarta. Yah, anggap saja ini sebuah analogi yang out of the box meskipun saya sedikit memaksa. Orang Jakarta akan menolak mentah-mentah analogi saya ini.
Kata orang, Jakarta selalu sibuk; langkah kaki dipercepat, senyum ramah sulit ditemukan, obrolan hangat sudah basi, semua ingin segera sampai ke tujuan sehingga rela berdesakan. Adakalanya saya mengalami hal itu, akan tetapi lebih sering tidak. Saya yang orang daerah selalu menemukan sosok yang slow woles seperti saya. Mereka menjawab dengan detail jika saya tanyai suatu arah. Ketika menunggu di area publik untuk menanti bus TransJakarta atau commuter line pun saya sering memiliki teman ngobrol. Bisa jadi karena keberuntungan saya sebagai pelancong, tapi kadang saya pikir, tidak semua orang Jakarta kehilangan empati karena kesibukan dan macetnya Jakarta.
Saya pernah menghabiskan waktu 6 jam pp dari Pasar Rebo ke Kota Kasablanka. Lelah? Lumayan... perjalanan tiga jam kalau di kota saya berarti Jepara Pati via Bangsri atau Kudus. Jepara Semarang bisa ditempuh dalam waktu 2 – 2,5 jam. Dan saya harus pulang pergi selama 4 hari, di kota yang tidak begitu saya kenal, dengan 4 pemberhentian. Yah... Tahun 2015 memang saya masih awam Jakarta dan hanya memandang nanar bus TransJakarta dan commuter line. Sekarang sudah beda. Saya selalu membeli kartu TransJakarta begitu sampai di sana, dan kartu commuter line. Saya bahkan membeli Jackcard demi kemudahan jalan-jalan ke ibukota. Agar bisa menikmati liburan tanpa dahi berkerut karena terjebak macet. Macetnya Jakarta benar-benar parah! Saya yang hanya 3 - 7 hari di Jakarta saja merasakan sekali dampak macet ini. Bagaimana dengan warganya yang sudah tinggal bertahun-tahun? Yang jelas, sih, selama di Jakarta, saya sering janjian dengan teman bloger Jakarta dan lebih sering gagal bertemu karena dibatalkan sepihak. Saya paham alasannya dan takkan memaksa. Jalanan ibukota benar-benar bisa membuat rambutmu cepat memutih jika memaksakan diri naik kendaraan pribadi atau taksi!
Syukur alhamdulillah, karena nyaman naik kendaraan umum, saya santai saja kalau diajak janjian teman di suatu tempat. Bahkan naik bus TransJakarta 2,5 jam pun ayo saja. Hahaha.... bagi saya sudah nyaman kok. Kalau mau membandingkan dengan bus Jepara-Semarang.... byuh! teman-teman bisa pingsan duluan. Seperti langit dan bumi! Makanya saya mengatakan Jakarta itu seperti oase. Saya sudah menemukan kesejukan dan keindahannya. Rahasia saya sebenarnya cukup sederhana. Semoga tidak dikatakan sombong atau riya’. Saya senang memberikan tempat duduk saya pada perempuan yang lebih tua atau lebih lemah dari saya. Imbalan saya selain bahagia karena bisa menuruti empati, adalah, biasanya perempuan tersebut akan sangat lega dan berterima kasih. Tak harus dengan kata, tapi saya membuktikan bahwa rasa lega dan bersyukurnya menjadikan perjalanan saya lebih lancar. Selalu ada bantuan tak terduga dari orang yang bertemu dengan saya. Tertarik mencoba?
Nah, sebagai orang luar Jakarta yang selalu melakukan perjalanan nyaman di Jakarta, saya boleh dong, memberi testimoni tentang kendaraan umum di Jakarta?
- Kendaraan umum di Jakarta, terutama bus di sana, baik yang biasa maupun Trans, itu sudah bagus kualitasnya. Jauh sekali jika dibandingkan dengan bus di daerah yang sering main oper penumpang. Entah berapa kali saya naik bus dan dioper ke bus lain. Yang terparah sepanjang sejarah saya naik bus adalah, dioper 4x dalam perjalanan Wonogiri - Semarang! Operan pertama sampai kedua, saya masih bisa melenggang santai karena dibayar oleh bus sebelumnya. Operan ketiga, saya membayar sekali lagi secara penuh. Nyesek? Tentu! Saya takut diturunkan di jalanan yang tidak saya kenal.
- Jalur transportasi di Jakarta sudah bagus. Mau ke mana saja sudah ada jalurnya. Saya yang orang daerah saja bisa ke mana-mana dengan nyaman...
- Anak-anak bahagia diajak naik bus. Fakta ini saya alami berkali-kali. Anak-anak tetap antusias saat diajak naik bis. Anak-anak bisa bergerak lebih leluasa daripada di dalam mobil. Mereka bertemu dengan hal-hal baru setiap kali naik bis. Hidup tidak monoton bagi mereka. Seringnya orangtua membatasi eksplorasi anak dengan alasan keselamatannya. Wah... wah... anak juga perlu sesekali diajak melihat fakta di segala lingkungan sehingga dia akan berjiwa penyintas dan petualangan!
- Naik bus seperti TransJakarta dan commuter line mengurangi polutan! Ini fakta yang menarik, karena bus dan commuter line selalu bergerak, tak terjebak kemacetan. Perjalanan juga jauh lebih cepat.
- Beberapa perusahaan besar di Jepara memiliki armada bus sendiri untuk antar jemput pegawainya. Bahkan pegawai eksekutif pun mempunyai bus eksekutif sendiri. Para pegawai bisa berangkat dan pulang tepat waktu sehingga rumah tangga mereka semakin bahagia. Kenapa di Jakarta tidak dibuat kebijakan yang sama?
- Semakin banyak orang yang naik bus atau kendaraan umum, semakin sedikit penyakit yang diderita akibat selalu merasakan kemacetan di Jakarta. Apa saja sih penyakit akibat macet?
- Sakit kepala berkepanjangan. Wajar, sih, kalau merasakan kemacetan setiap berkendara. Saya yang orang daerah saja puyeng kalau terjadi kemacetan di Sayung atau Semarang.
- Gelisah karena tak sampai-sampai. Jangan abaikan rasa gelisah ini, lama-lama jadi penyakit yang membatu.
- Emosi tinggi karena selalu dihadapkan pada masalah yang sama.
- Otot kaku karena harus duduk lebih lama.
- Masalah pencernaan akibat stress berkepanjangan.
- Tekanan darah tinggi.
- Depresi.
- Risiko penyakit jantung lebih tinggi.
- Bahayanya menghirup polutan dari knalpot kendaraan.
Melihat banyaknya risiko dan ketidaknyamanan, menurut saya, ajakan #AyoNaikBus menjadikanmu manusia yang jauh lebih sehat secara jasmani dan ruhani. Dan menurut saya pribadi... #AnakKota lebih keren kalau mau naik bis. Seperti anak-anak daerah yang bahagia banget bisa naik bis rombongan seperti ini.
1 Komentar
Ada benernya juga, ngalamin manfaatnya wkt kerja di daerah Thamrin. Agak terhindar dr arus macet krn ruas khusus Trans. Hemat waktu itu penting utk org Jkt, bisa sampe rumah sblm Isya itu sesuatu banget. Apalagi nyampe sblm jam 6 wah nikmat. Pun kl ke Semarang, rute Mangkang - Kota jadi lbh singkat dan murah meriah cuma 3500 perak sejauh itu, sementara ojol bisa hampir 8x lipat... Sayang di Pekalongan blm ada fasilitas spt ini. Pernah nyoba ke Kajen ngebis temen2 pada heran habis, mrk terbiasa dimanja dgn kend bermotor... aku apapun jadi yg ptg nyampe tujuan ��
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)