Suatu siang menjelang sore di tahun 2017, saya dan Mas Indra dalam perjalanan pulang dari Bangsri menuju Jepara. Tanpa banyak kata, kami sepakat mampir ke wisata Telaga Akar Seribu di desa Bondo kecamatan Bangsri Jepara. Mumpung dekat dan ada waktu. Akhirnya kesampaian juga.
Bicara tentang akar seribu, di Jepara ada 2 wisata yang menggunakan nama ini. Satu di desa Plajan, yang lainnya di desa Bondo. Kata telaga membedakan keduanya. Jadi, jika bertanya arah menuju wisata Akar Seribu, jawabannya adalah desa Plajan. Namun jika bertanya arah Telaga Akar Seribu, jawabannya adalah ke desa Bondo. Clear ya? Jangan bingung seperti saya yang pernah sulit membedakan keduanya. Hehehe…
Telaga Sejuta akar berada di dukuh Margokerto. Konon katanya, pepohonan yang mengelilingi telaga telah ada sejak lama. Desa Bondo sendiri diperkirakan ada sebelum tahun 1901. Hmm… kalau ingat tahun ini, mau tidak mau harus teringat pada Ibu Kartini yang hidup pada masa itu. Juga teringat kalimat bahagianya saat mengabarkan peristiwa diajak keluar Ayahnya pada masa pingitan. Itu bukan peristiwa lazim dan wajar jika beliau begitu suka cita mengabarkan pengalaman mendatangi pembukaan gereja GITJ Kedung Penjalin di Karanggondang Mlonggo. Bolehlah kapan-kapan saya berbagi cerita tentang gereja yang pernah didatangi oleh Ibu RA Kartini ini. Kebetulan lokasinya tidak jauh dari telaga ini.
Balik ke kisah dan mitos Telaga Sejuta Akar, ya.
Kenal Dewi Anjani? Putri sulung Resi Gotama yang cantik jelita namun dikutuk jadi kera putih? Penduduk setempat meyakini telaga tersebut menjadi tempat sang dewi melahirkan kera putih (Maruti). Dasar keyakinan tersebut adalah cerita orang tua zaman dahulu yang mengaku menemukan banyak kera putih di sana. Mereka menyebut telaga tersebut Telaga Mandireja. Karena dianggap keramat dan ada petilasan Dewi Anjani, dahulu perempuan yang sedang menstruasi dilarang memasuki daerah tertentu di seitar telaga tersebut.
Numpang tenar sebentar agar tak jadi cerita horor |
Wah.. saya khawatir lama-lama posting ini menjadi keramat karena menceritakan mitos Telaga Sejuta Akar di Bondo. Hehehe. Mending langsung ke cerita pacaran kami saja ya. Hihihihi
Singkat kata, kami sampai ke sana dan disambut beberapa warga yang sedang membersihkan area sekitar. Dedaunan yang dipangkas dibakar sehingga asapnya memberi kesan mirip kabut sebelum makhluk astral muncul. Ah ya sudahlah. Balik ke mistis lagi.
Overall, tidak seram, kok. Malah asyik karena tempatnya bersih dan terjaga. Malahan sudah ada instalasi kekinian dari bambu yang sedang kekinian. Instalasi tersebut cukup instagramable dan teman-teman yang doyan dolan di Jepara memosting beberapa foto mereka di Instagram. Jadi kalau kamu pengen jalan-jalan yang asyik dan menarik untuk memberi makan medsos, bisa langsung ke sini. Jalannya sudah bagus dan tidak terlalu jauh dari Jepara maupun Pati. Tak hanya kekinian tetapi very low budget. Hanya Rp 3000 per motor. Pohon Beringin Karet atau Ficus Elastica juga bisa menjadi foto yang asyik. Buktinya kami yang sudah berumur banyak ini masih bisa main-main dan jepret-jepretan.
Iklan eh narsis sedikit ya....
Yah.. begitulah kami, suatu siang menjelang sore di tahun 2017. Tahun 2018 telah berganti ke 'bulan kedua' tetapi kami belum sempat jalan-jalan lagi, bahkan sekadar ke Teluk Awur untuk melepas penat.
Doakan kami selalu sehat agar bisa jalan-jalan kembali dan membagi sedikit kisah di sini. Terima kasih sudah berkenan mampir untuk mengenal wisata murah meriah di Jepara...
4 Komentar
Eaaa..bu Susi mengenang saat kencannya 😁
BalasHapusBaru denger ada tempat ini, Mbak Susi. Selama ini kalo mudik ke Pati , kampung suami, main ke Jepara ya ke pantai
BalasHapusAku kira Kera Putih ini hanya ada untuk Hanoman, Mbak. Ternyata ada Maruti juga, ya. :D
BalasHapusCiiyyeeee..... yang berdua.... yang jomblo cuma bisa lihat... :D
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)