Setiap kota memiliki keunikan tersendiri, termasuk kota Jepara yang dikenal dengan sebutan kota ukir. Salah satu yang unik di kota ini dan sulit dicari di kota lain adalah kegiatan belajar yang disebut Nyantrik Ukir.
Nyantrik ukir adalah belajar dan magang di pengrajin ukir terampil. Melalui proses belajar inilah keahlian ukir dikenal secara turun temurun. Murid yang belajar diberi nama cantrik ukir. Cantrik ukir biasanya adalah remaja usia sekolah belajar mengukir di antara waktu belajar. Namun lebih banyak cantrik yang berasal dari remaja putus sekolah yang belajar sambil magang di brak (bengkel kerja) pengrajin ukir.
Nyantrik ukir adalah salah satu kearifan lokal yang memperkaya unsur tradisi budaya di wilayah Jepara. Kegiatan yang telah berlangsung sejak berabad lalu ini tetap lestari sampai sekarang. Dari sinilah teknik-teknik mengukir diturunkan dari generasi ke generasi.
Cantrik ukir tak hanya berasal dari Jepara. Banyak cantrik yang berasal dari luar kota seperti Demak, Kudus, Rembang, bahkan ada peserta yang berasal dari Sumatra dan Kalimantan. 3 pulau besar ini memang menjadi target utama penjualan mebel ukir lokal selain Bali dan Madura. Pulau lain, tetap menjadi target, namun karena sulitnya ekspedisi, Jawa, Sumatra dan Kalimantan tetap menjadi primadona penjualan mebel lokal. Saya luruskan sedikit, industri mebel Jepara secara karakteristik memang dibedakan antara mebel lokal dan mebel internasional.
Saya mengenal istilah Cantrik Ukir ini berawal dari cerita suami. Salah seorang keponakan saya yang sudah yatim piatu menjadi Cantrik Ukir sambil meneruskan sekolah SMP. Sekolah sambil bekerja sudah biasa di sekitar saya. Saya sendiri juga demikian. Nah, saya tertarik pada cerita suami keponakan saya ini luar biasa. Dia berbeda dengan remaja seusianya. Biasanya, cantrik ukir hanya berminat menguasai satu atau dua teknik ukir. Setelah bisa mengukir motif tertentu, cantrik akan mengambil order sesuai yang dia kuasai. Jadi, keahliannya hanya terbatas di motif itu. Dan itu tidak terjadi pada keponakan saya. Dia tetap Nyantrik meski sudah menguasai beberapa teknik. Keponakan saya yang sangat cerdas ini memutuskan bertahan karena dia ingin ilmu ukir yang lebih banyak. Cerita ini suami sampaikan 4 bulan lalu. Tiba-tiba saja saya ingin menuliskan kearifan lokal ini agar banyak teman-teman yang tahu.
Cantrik ukir, dahulu menjadi cara para pengusaha ukir menguasai teknik ukir. Dengan kepiawaian yang diasah oleh waktu, mereka akhirnya menjadi pengusaha ukir terkenal. Jika teman-teman mengikuti tulisan saya yang berjudul “Makna Macan Kurung”, saya menyebut proses regenerasi ukir di sana. Tetapi saya tidak menyebut spesifik caranya. Inilah cara belajar mengukir di Jepara. Dari sinilah teknik mengukir tingkat tinggi seperti karya Singowiryo yang namanya beberapa kali disebut RA Kartini diturunkan dari generasi ke generasi.
Cantrik ukir adalah pendidikan non formal. Dari dulu, kegiatan ini tak lepas dari proses belajar agama. Kota Jepara memang dikenal sebagai kota santri dengan seribu musala. Coba tanya alamat ke penduduk desa,pasti jawabannya dekat musala ini atau itu. Padahal di setiap RT pasti ada musala. Saya yang terbiasa menjadi teman perjalanan (guide mebel) sering sekali mendengar pendatang menjadikan jawaban “dekat musala” ini sebagai bahan guyon. “Rumah Pak Fulan di sebelah musala,” adalah salah satu jawaban yang sering diberikan karena nyatanya demikian. Jawaban jujur yang kadang membingungkan karena setiap beberapa ratus meter ada musala. Pun demikian dengan pondok pesantren. Sekolah agama nonformal ini menjadi salah satu jalan kelanggengan seni ukir. Memang, faktor keagamaan memegang peran sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat di Jepara.
Selain nyantrik ke pengrajin ukir secara personal di pengrajin ukir handal, di Jepara, ada sekolah ukir informal. Sekolah yang ditempuh selama satu tahun ini bebas biaya. Pesertanya tida dibatasi jenjang tertentu. Mulai dari lulusan sekolah dasar sampai sarjana memiliki kesempatan yang sama. Warga lokal Jepara menyebutnya SEKOLAH UKIR FEDEP. Fedep adalah sebuah forum yang berasal dari kepanjangan For Economic Development and Employment promotion (Pengembangan Ekonomi Daerah dan Perluasan Lapangan Kerja) kabupaten Jepara. Sekolah Ukir Fedep berada di desa Sukodono Jepara. Target muridnya adalah anak-anak putus sekolah yang mau belajar dan dilatih mengukir gratis selama tiga bulan. Bagi Cantrik dari luar kota, disediakan penginapan gratis ala kadarnya di dekat gedung sekolah. Untuk biaya makan, peserta mengusahakan sendiri. Sebuah bangunan seluas 600 M2 dijadikan kelas untuk belajar sekaligus bengkel kerja (brak).
Sekolah Ukir Fedep lahir dari keprihatinan sekelompok pemuda Jepara akan menipisnya jumlah tenaga ukir terampil di Jepara. Tenaga ukir memang melimpah, tetapi biasanya mereka menguasai beberapa teknik praktis untuk menjawab permintaan seni ukir gaya tertentu. Padahal, teknik mengukir tidak selalu sama di setiap gaya ukir. Sudah sejak lama pengukir Jepara membuat sesuai pesanan, bukan karena idealisme pribadi. Maka, gaya ukir yang laku saja yang dikuasai. Jika tidak segera dilestarikan, maka teknik dan seni ukir tertentu bisa punah tanpa penerus. Demikian kekhawatiran para pemerhati seni ukir di Jepara. Keprihatinan ini disambut positif oleh Dinas Pendidikan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi UKM, Bappeda, Sekolah Menengah Kejuruan (dahulu SMIK) dan Sekolah Tinggi teknologi dan design (dahulu STTD – NU ATIKA) menerjemahkan sebagai upaya untuk mendirikan sekolah ukir di Jepara. Untuk pendanaan, Kedutaan Jepang bergandengtangan sebagai penyandang dana utama.
Sekolah Ukir di Jepara diresmikan pada hari ulang tahun Kota Jepara yang ke-456. Tepatnya pada bulan April tahun 2005. Bulan keempat Masehi ini memang bulan istimewa di Jepara. Pada bulan ini, seluruh perhatian tercurah pada even-even ke-Jepara-an. Maka, tak heran jika peresmian sekolah ukir diadakan pada bulan ini. Apalagi Sekolah Ukir Jepara memiliki tujuan untuk melestarikan seni ukir Jepara. Untuk membedakan dengan sekolah ukir informal (tidak gratis) yang sebelumnya sudah ada, sekolah ukir yang satu ini lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Ukir Fedep.
Perlu teman-teman ketahui bahwa pendidikan mengukir di Jepara memang dilakukan dalam beberapa cara. Di jalur formal, ada SMP N 3 dan SMPN 6 Jepara yang mempunyai pelajaran mengukir. Juga ada SMKN 2 Jepara (dikenal dengan nama SMIK) yang dahulunya dibangun pada tangal 1 Juli 1929 oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang jasa RA Kartini dengan nama Ambachtschool. Namun karena banyaknya remaja putus sekolah dari Jepara maupun luar Jepara, maka Sekolah Ukir Fedep menjadi salah satu sekolah alternatif yang dipilih. Apalagi kurikulum sekilah ini lebih banyak praktek daripada teori. Murid sekolah ukir tak hanya bisa mengukir tetapi juga diajarkan cara mendesain dan pembentukan karakter SDM yang profesional. Keterampilan ukir disandingkan dengan pembentukan mental dan spiritual yang baik agar dapat mencetak pengusaha ukir yang handal. Jadi lulusannya tak hanya mudah beradaptasi tetapi juga mampu mengikuti perubahan global.
Nyantrik ukir di pengrajin ukir dan di Sekolah Ukir Fedep ataupun murid di sekolah formal tentu hasilnya beda. Murid sekolah memang diberi bekal ilmu sesuai kurikulum tetapi ilmu yang diberikan tidak mendalam. Di pengrajin ukir, cantrik akan mendapat biaya makan ala kadarnya, sehingga mereka termotivasi untuk segera mencari pekerjaan setelah menguasai teknik yang diinginkan. Cantrik di Sekolah Ukir Fedep mendapat pembekalan sesuai kurikulum sehingga lebih terarah. Proses belajarnya cukup panjang, yaitu selama sembilan bulan di sebuah bangunan mirip bengkel kerja. Setelah usai belajar, cantrik masih harus mengikuti magang selama tiga bulan untuk menuntaskan ilmu yang didapatkan. Mungkin teman-teman ada yang berminat Nyantrik Ukir di Jepara?
57 Komentar
Ini kenapa gak masuk ke SMK aja?
BalasHapusTak semua lulus SMP Mbak Ade.
HapusBetapa indahnya kalau di setiap daerah "melestarikan" kearidan lokal masing-masing seperti nyantrik ukir di jepara ini ya mbak :')
BalasHapusPasti ada Mbak, bentuknya yang berbeda, sesuai tuntutan
HapusPastinya membutuhkan ketekunan dan keahlian ya mbak dan wajib dilestarikan nyantrik ukir ini :)
BalasHapusPasti Mbak. Dan tak mudah lho. Tapi kabarnya, orang Jepara lahir sebagai pengukir, dan mereka cepat menguasainya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWih. Kerennya pang
BalasHapusHehehe.... itulah kotaku
HapusBagus juga ya dengan adanya sekolah ukir, bisa juga membuka lapangan pekerjaan untuk mereka yg putus sekolah😊
BalasHapusIya, selain untuk melestarikan seni ukir juga membuka lapangan pekerjaan baru
HapusWahh sekolah ukir keren.. Aku yakin 20 tahun lagi pengukir akan jadi profesi yang mahal...
BalasHapusSukses terus sekolah ukir
Sudah ada upaya sertifikasi ukir untuk menaikkan derajat pengukir JEPARA
Hapusitu jarak mata dan papan ukirnya deket banget ya kak. ngga pake kacamata pelindung :( takutnya ada serpihan yang mencelat waktu di ukir
BalasHapusAda tekniknya sendiri Kak. Tidak selalu fokus sedekat itu.
HapusYang melakukan ini harus orang-orang ynag tabungan teliti banget, kalau seperti saya ubah nggak sabaran sepertinya nggak bakalan bisa deh
BalasHapusHehehehee..... setiap orang punya minat dan keahlian masing2. ;)
Hapusbaru tau kalo ada sekolah ukir,
BalasHapuskalo disertakan di kurikulum jadi keterampilan gitu bagus ya kayanya
Sudah ada sejak lama Mbak. Ketika aku SMP, pelajaran ketrampilan 5 jam setiap minggu. Ada teknik ukir, elektro, PKK
HapusPantes keren ukirannya wong belajarnya juga lama banget ya ini hitungannya. Keren. Salam buat mereka yang mau belajar dan melestarikan kearifan lokal :)
BalasHapusIya, karena belajar ukir memang butuh waktu dan skill tak bisa dengan mudah dikuasai
HapusMenanamkan jiwa seni memang baiknya dari kecil, selanjutnya biarkan alam yang menyeleksi siapa yang benar-benar memiliki jiwa seni.
BalasHapusSepakat mas adindut
HapusSemoga kesenian asli seperti ini selalu lestari dan ada yang selalu melestarikan juga ya, Mbak Sus. 😳
BalasHapusIya Bulan. Ini salah satu cara menjawab keprihatinan akan kelestarian seni ukir di Jepara
HapusWah Jepara emang udah terkenal sama ukirannya ya, bahkan sampai ke mancanegara! Kereenn 👏👏👏
BalasHapusSudah sejak abad 7 Mbak
Hapusdi kampungku ada tp juarang yg ngukir. pas di alun2 ada lomba ukir, sampe tersepona krn pesertanya tua muda ada. eman bgt klo sampe ilang
BalasHapusPadahal dekatmu ada desa yg jadi penghasil ukir bagus loh
HapusKeren mba, kreatif banget.
BalasHapusBudaya kearifan lokal yang harus dilestarikan :)
Iya Mbak
HapusPostingan Mbak Susi tentang Jepara itu selalu bikin envy untuk saya yang (sedang) tinggal di kota industri yang minim sekali tentang budaya. Duh.
BalasHapusUntuk nyantrik ini ada pameran gitu ga mbak ?? Atau lomba siapa hasil ukir terbaik gitu ??
Ada Mas. Jepara perlahan jadi kota industri
HapusBudaya ini perlu dilestarikan nih supaya tidak punah oleh zaman. Dan bisa menjadi daya tarik tersendiri juga nih
BalasHapusIya dong
Hapusmama sushiiii ...
BalasHapusaku pernah bikin prakarya dari batok kelapa, terus dipajang di ruang kesenian di sekolah.
Baguuuuuusss.....
Hapus(Aslinya pengen cubit Benaa)
Yes, untuk kesekian kalinya Mba Susi ngomporin tentang Jepara. Sukaaa mba sama tulisan ini, aku dapet info lagi tentang hal-hal menarik dari Jepara. #belitiketkejepara :D
BalasHapusHayo aku tunggu di Jepara
HapusWah unik ya mba...
BalasHapusTp mmg klo dibuka spt itu memberi kesempatan pd siapapun utk bs belajar ukir kayu ini ya.
Klo sdh ahli kan bs lebih mandiri ya..
Kearifan lokal yg perlu dilestarikan, bermanfaat buat masa depan generasi muda... jiwa seni...
BalasHapusWah keren juga ya bisa belajar dan magang di pengrajin ukir terampil. Itu anak-anak bisa telaten banget :)
BalasHapusSeru banget bisa belajar ngukir. Aku pingin bgt bs ngukir
BalasHapusSalut sama keponakannya Mba Susi 👍👍
BalasHapusKearifan lokal seperti itu harus dilestarikan, biar generasi muda Jepara tetap piawai mengukir :D
budaya ukir harus terus dilestarikan. salut buat jepara...
BalasHapusmakasih infonya mbak susi
Aku mauuu belajar Mba, keliatannya kaya yang gampang ya kalo liat orang, padahal mah sendiri ga bisa.
BalasHapusButuh jiwa seni yang melekat kan Mbaaa...?
Aku ra ene jiwane piyee?
pengen banget ikut nyantrik ukir.. ini salah satu seni yang saya sukai. :)
BalasHapussegala sesuatu yang berasal dari karya seni tangan berasa banget 'nilainya ya mb susi
BalasHapusjadi kepengen beli ukiran
utamanya yang jati punya
Menarik ya mbak. Semoga aku ada rejeki bisa lihat lgsg dan belajar dr para cantrik ikut ini ... Tfs ya mbak :)
BalasHapusSumpah! Dari dulu aku tuh pengen bgt ke Jepara mba, selain memang pengen k Karimun, pengen jg liat lokakarya orang sana.
BalasHapusSoon, semoga, aamiin ��
Setujuy memang harus dijaga dan dilestarikan. Eh tapi jadi ingat mba dulu waktu SMP kami juga ada pelajatan ukiran ini. Dan memang harus teliti banget...
BalasHapusTernyata ada ya nyantrik ukir ,kukira mesti belajar formal di sekolah. Salut deh sama mereka yg kasih kesempatan, mbak
BalasHapusWah sekolah semacam ini bagus mbak, utamanya buat generasi muda yg tak punya kesempatan utk bersekolah, semoga lulusannya semua bisa punya usaha dan nglanjutin sekolah formalnya ya....
BalasHapusAku baru tahu juga kalau ada sekolah ukir seperti ini, mba. Syukur ya jika memiliki bakat terpendam dan biar bisa menambah keuntungan juga
BalasHapusSaya baru tahu, kalo Jepara kota seribu musala. Dan ternyata, kreativitas orang Jepara memang sudah ada sejak dulu, ya. Terbukti banyak nyantrik ukir dari jaman dahulu.
BalasHapusJepara terkenal seni ukirnya ya Mbak, kalau anak-anak dikenalkan sejak dini, pantas ya ukiran di Jepara bagus bagus karena mereka dapat mengembangkan daya kreatifitas mereka sejak kecil, kalau sduah besar, seni ukirnya jadi semakin bagus
BalasHapussalaman
BalasHapusdari blogger yang numpang lahir di rs kartini jepara :)
Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)