Konon ceritanya, suatu pagi, Adipati Citro Kusumo menemukan sebuah gong di selasar Pendopo Kabupaten Jepara. Gong tersebut anehnya tidak berbunyi meskipun telah ditabuh berkali-kali. Pada masa itu, setiap bulan sekali, tepatnya tanggal 28, seluruh lurah dan tokoh masyarakat di wilayah kabupaten Jepara berkumpul di pendopo kabupaten. Mereka datang sebagai tanda hormat dan tunduk pada perintah Adipati. Pada saat paseban, Adipati memerintahkan semua yang hadir menabuh gong yang ditemukan tersebut. Diceritakan tak ada yang dapat menabuh kecuali Lurah Senenan. Adipati memerintahkan Gong tersebut dibunyikan setiap hari Senin pada pukul 7:30 sebagai tanda waktu bekerja dimulai dan 15:30 sebagai tanda waktu bekerja usai. Karena yang dapat membunyikan hanya Lurah Senenan dan warganya, serta dibunyikan pada hari Senin, maka gong tersebut dinamakan Gong Senen. Sejak saat itu, 1 set gamelan melengkapi yaitu: Gong Besar (1), krecek/cecer (2), kendang (2), dan kempul (2). Maksud dan tujuan dibunyikannya Gong Senen adalah untuk keselamatan keluarga kanjeng Adipati dan seluruh masyarakat Kadipaten Jepara.
Lepas dari benar tidaknya kisah di atas, Gong Senen telah menjadi bagian dari sejarah budaya Jepara. Tradisi menabuh Gong ini masih berlanjut sampai sekarang, meskipun telah berganti wujud menjadi menabuh gamelan di panti Pradangga Birawa. Gong tua ini sudah menjadi semacam mitos karena tidak diketahui bentuknya. Berapa usia Gong Senen pun tak bisa dipastikan.
“Gong yang muncul dan menghilang tanpa diketahui,” sebagian mengatakan demikian.
“Sampai saat ini gong masih tersimpan aman,” aku sebagian lagi.
“Gong masih dibunyikan setiap hari Senin dan pada hari raya Idul Fitri”, kabar sebagian lagi.
Jika kita berjalan-jalan di sekitar Pendopo bagian selatan, tepatnya dekat gedung pelayanan, kita akan menemukan bangunan kecil semi terbuka yang diberi nama Pradonggo Birowo. Di sinilah konon katanya Gong Senen diletakkan. Gending merdu berjudul Coro Balen, Sendon Arang-Arang, Kethuk Tutul atau Kodok Ngorek acap kali terdengar di waktu yang ditentukan. Saya dan keluarga pernah melihat para niyaga menabuh gamelan yang diyakini salah satunya adalah perangkat Gong Senen. Setidaknya, menilik dari keyakinan bahwa Gong Senen masih rutin ditabuh sampai saat ini di Pradangga Birawa. Saat itu, kami bersantai di area selatan Pendopo Kabupaten usai sholat Ied.
Ada kepercayaan yang masih dianut sebagian kecil warga Jepara bahwa Gong Senen harus terus ditabuh. Setiap hari senin dan setiap hari raya Idul Fitri. Jika tidak, akan berakibat tidak baik seperti kecelakaan atau bencana. Tentu saja, tidak semua warga berpikir demikian. Bahkan sangat sedikit yang tahu kisah ini. Sejarawan maupun budayawan yang bekerja di pemerintahan pun akan bungkam jika ditanya kaitan Gong Senen dengan bencana di bulan Syawal. Contohnya bencana tenggelamnya Kapal Johnson di Pulau Panjang 2 tahun lalu, atau mungkin peristiwa lain. Ini hanya contoh kepercayaan sebagian kecil warga Jepara yang meyakini kesaktian Gong Senen.
Upaya mereplika Gong Senen dibantu banyak tenaga ahli - kunjungan dari Unesco |
Setelah melihat beberapa foto proses pembuatan replika Gong Senen, bagaimana pendapat teman-teman? Luar biasa, kan? Saya sudah tidak sabar menanti replika ini dipamerkan di rangkaian acara Sewindu Rumah Kartini: menapak Jejak Meretas Makna. Jangan lupa datang ke pamerannya di Chody Art Gallery ya. Oh ya, silakan follow instagram Rumah Kartini untuk tahu lebih banyak tentang seni budaya Jepara pada umumnya dan Kartini pada khususnya. Jangan heran jika Jepara disebut Japara di sini. Oh ya, di sini saya bisa bertemu Hanung Bramantyo dan Dian Sasto Wardoyo, lho. Simak cerita saya selanjutnya ya.
20 Komentar
baru tau ada gong itu... asik lah besok bs liat
BalasHapuskamu ih.. orang Jepara kok minim info jepara :p
HapusWah, indah & detail banget ukirannya. Aku juga baru tahu tentang gong warisan budaya Jepara ini. Kayaknya aku belum pernah main ke Jepara deh.
BalasHapushahahha... semoga semakin sering main ke sini, jepara jadi kota wisata impianmu Mbak
HapusBagus ukirannya
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya
Termasuk maha karya Pakde
HapusUkiran Jepara itu khas banget ya detailnya.. Fotonya ciamik mba.. Dan saya jadi penasaran sama gong senen. Hhmmm...
BalasHapusAyo main ke Jepara
HapusAku suka banget ukiran Jepara..klasik kesannya..
BalasHapusAyo beli Mbak
HapusGongnya mana, Mbak? Apa yang ukiran-ukiran itu? Bukan dong ya, kan gong dibuat dari logam. Tapi ngeliat ukiran-ukiran itu jadi terkesima. Teman SMP saya dulu ngelanjutin sekolah di SMIK dan sempat magang selama beberapa bulan di Jepara untuk belajar ukiran.
BalasHapusNext, share foto gongnya kalo sudah jadi ya, Mbak.
Ukiran-ukiran itu untuk gayor (tempat gong), Mas.
HapusWaah I wish I could go to Sewindu Rumah Jepara dan lihat gong-nya secara langsung. nice share bgt mbak. I like it
BalasHapusAyo Mbak, ke Jepara. Nanti hubungi saya ya
Hapusassalamu'alaikum mba susi,,,perkenalkan sy rini,,,tertarik sekali dengan info2 darin yg mba tulis,,,boleh gak mba kapan2 kalau ada kegiatan atau acara sy ikutan ?
BalasHapusRalat untuk gelarnya, mbak. Citrosumo, bukan Citro Kusumo - http://chirpstory.com/li/215919
BalasHapusMantep betul, terima kasih mba, jadi dpt wawasan instant hehe..
BalasHapusWahhh baru tau ada cerita tentang gong senin ini. Indonesia memang kaya cerita dan peristiwa :D
BalasHapusBtw, ukirannya apik banget mbk, khas jepara memang ukirannya atau gmna :D
Keren mbak...aku suka artikel ini.
BalasHapusukiran yang mengelilingi gongnya pasti punya cerita panjang. itu klo dibunyikan gimana yah? wihhhhh.... kok meriding akunya
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)