Ngopeni Tuyul......
Wuih... dari bahasanya sudah seyem banget ya. Ngopeni tuyul atau memelihara tuyul. Jangan kabur dulu karena saya mau bercerita tentang anak-anak saya yang sedang ingin mempunyai HP. Hahahaha....
Apa hubungan ngopeni tuyul dan punya HP? Baca cerita lengkapnya.
Akhir Januari lalu, si sulung Destin meminta HP. Banyak teman kelas 3 SD yang memiliki HP. Saya kurang sreg dengan permintaan si sulung ini. Ia masih kelas 3 SD dan kebutuhan saya masih banyak yang belum tercover penghasilan saya. Sebenarnya sih, saya punya HP bekas yang nganggur di laci. Tapi memiliki HP adalah berarti mengisi pulsa, dan juga berarti tanggung jawab yang tak mudah ditanggung oleh anak usia 9 tahun. Jadi... saya menolaknya.
Destin - negosiator pantang menyerah kalau lawannya sang ibu |
Beberapa kali Destin mengajak saya membicarakan kemungkinan ia memakai HP yang saya simpan di laci. HP itu HP jadul banget yang hanya laku 100 ribuan. Saya tetap bertahan dengan kata “tidak”. Saya bukan ibu yang kejam pada anak. Saya selalu mengajarkannya bertanggungjawab pada apa yang ia kerjakan. Memberi HP tidak akan berhenti sampai di sana. Puluhan cerita tentang "kisah miris HP dan anak" sering saya dengar. Selain itu, salah satu yang membuat saya keberatan adalah mengisi pulsa HP untuk anak, yang saya tahu, pemakaiannya tidak diperhitungkan. Jika saya menurutinya, maka didikan saya tentang mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang saya berikan akan berada di warna abu-abu. Selama ini, sebagian besar mainan DnB adalah hasil mereka menabung atau uang yang diberi paman-bibi-nenek mereka. Maka saya takkan memulai sebuah pelonggaran (membelikan pulsa) yang akan berlangsung cukup lama. Sambil bercanda saya mengatakan:
“Memiliki HP itu berarti seperti ngopeni tuyul.”
Destin cukup terkejut ketika mendengar jawaban saya itu. Saya menjelaskan bahwa HP itu alat komunikasi. Dan untuk berkomunikasi, pemakai harus mengisi pulsa dan jumlahnya tergantung pemakaian. Eman-eman uangnya karena ia tak terlalu butuh HP seperti saya. Sesuai dugaan, aneka pertanyaan berlanjut cukup lama. Saya pernah bercerita tentang cerewetnya si kriting saya ini di posting sebelumnya. Dan saya harus menjelaskannya dengan tuntas.
Waktu berlalu cukup lama. Bulan berganti. Suatu siang, destin kembali mengajak saya membicarakan tentang HP dan kali ini ia punya amunisi baru. Usai mengganti seragam sekolah dengan baju biasa, ia datang ke saya dan berkata,
“Aku siap ngopeni tuyul ma. Aku punya uang sendiri.”
Sejak awal saya tahu ia bisa mengisi pulsa sendiri. Tetapi membayangkan anak membelanjakan uang untuk pulsa tetap membuat saya kurang sreg. Akhirnya saya menyetujui memberinya HP jika nilai tes mid semester genapnya bagus. Sesuai dugaan, nilai tesnya sangat bagus (bagi kami) pun demikian dengan nilai kenaikan kelasnya. Maka kami memberikan HP yang lebih baik. Papanya mengalah dengan memberikan HP-nya untuk Destin karena ada kameranya dan ia kembali ke HP jadulnya. Dengan senang hati Destin mengeluarkan uang untuk membeli baterai baru dan memory card baru karena HP si papa memang tidak tahan lama. Ia senang sekali dan selalu membawa HP-nya kemana-mana ( di dalam rumah). Jepret sana. Jepret sini. Dan tiap hari mendengarkan lagu-lagu Power Metal yang diisikan papanya. :D (Lagi-lagi ortu yang crafty)
Berapa jumlah pemakaian pulsanya tiap minggu? Rata-rata 5 – 10 ribu perminggu atau 6,5 – 13 ribu/minggu. Pemakaian pulsa saya saja ½-nya. Hahaha... Dan apa ia bilang setelah 1 bulan pemakaian?
“Mama benar sekali. Memiliki HP sama dengan ngopeni tuyul. Jadi sulit menabung sekarang.”
Sayang... kami pernah lalai sekali dan sangat fatal. 18 Agustus kemarin, belumlah genap 4 bulan si sulung bersahabat dengan tuyul barunya. Tiap tanggal 18 Agustus, selalu ada karnaval besar di Jepara. Si sulung ingin nonton bersama teman-temannya. Lokasi nonton di depan rumah teman SD-nya. Kami mengiyakan. Ia bertanya apakah mungkin ia membawa HP-nya dan kami sepakat mengijinkan. Padahal sebelumnya, kami selalu mencegah ia membawa keluar HPnya. Ia harus bergegas sebelum semua akses jalan tertutup penonton karnaval.
Belum genap 3 jam, ia pulang dengan wajah merah dan kelelahan. Firasat saya mengatakan, sesuatu yang buruk pasti terjadi. Dan benar.... HP-nya dicopet orang. Gemetar di tubuhnya sangat mengiba. Ia tak sanggup berbicara karena campuran lelah, sedih, dan takut yang luar biasa. Seluruh jalan tertutup penonton dan ia melingkari ½ rute luar jalan karnaval padahal jarak karnaval – rumah kami sekitar 3 meter dan ia berada di rute terjauh.
Saya tidak marah meski ia tak melewati perjuangan pulang seperti itu. Saya dan suami mudah melepaskan sesuatu yang hilang. Jatuh bangun sudah kami lewati. Maka respon kami adalah memeluknya dan memintanya menenangkan diri. Juga menjelaskan bahwa sesuatu yang hilang tanpa kesengajaan harus dilupakan dan diikhlaskan.
Setelah beberapa hari, ia sudah dapat mencandai kehilangannya dengan berkata, “Ah... sayang... padahal sebelum berangkat, pulsanya kuisi 5000. Pencopetnya beruntung sekali...” glek! Saya hanya tersenyum sambil berkata, “Dan kamu bisa menghemat uang pulsamu.” Apa jawabnya, “Dan aku tidak susah ngopeni tuyul lagi.”
Lah.. kok saya menulis tentang ini lagi? Karena.... seminggu ini ia meminta HP jadul di laci lagi.Pagi tadi, jam 6:30 pagi, ia resmi memelihara tuyul pulsa dengan HP yang sempat ia minta Januari lalu. Yah... mungkin takdirnya memakai HP itu... Semoga saja kami dapat memberinya HP yang minimal dapat dipakai untuk mendengarkan musik karena kami ingin ia mencintai musik Indonesia. Saya ingat dengan suka hati, sebelum HP-nya hilang... Destin senang menyanyikan lagi yang usianya 15-25 tahun lebih tua dari usianya sendiri. Yap... kami ortu yang lebih suka lagi 80-90. Musik jadul itu OK banget.
17 Komentar
bhahahaha...judulu loh mbak bikin ngakak dewe, ternyata hap nya tuh tuyul ya, sekarang jadi emak cermat banget ya, harus dilihat baik buruknya sebuah barang :)
BalasHapusHarus cermat dong mak... jaman sekarang, banyak pengeluaran. kalau tidak cermat berhitung... bisa jebol bank dong. hihi
HapusHahaha adik saya suka ngopeni tuyul tapi yg jadul Maaak :)
BalasHapusAnak-anak memang mending yang jadul-jadul saja mak.
Hapushahaha kirain tuyul beneran ternyata henpon, destin rek cilik2 mau pegang henponnya, pinjem punya ibu ajah yoo le :D
BalasHapusPunya ibunya ga boleh dipinjam kak Niar.....
Hapushenpon ortu buat kerja... bukan buat mainan.
Saya aja kadang g bisa beli pulsa... Apalgi untuk data.
BalasHapusMau tahu caranya dong mas....
HapusMas Destin keren ya mba, omongannya kalo bilang siap bertanggung jawab ngopeni tuyul hehe..
BalasHapusAlhamdulillah anakku memang full dididik saya dan suami sendiri mbak. Jadi kadang bahasanya terlalu tinggi. Saya punya banyak waktu untuk meracuni otaknya dengan aneka cerita dan ilmu. ;)
Hapushehehe... tapi memang mengajarkan tanggung jawab dgn memberikan keinginan si kecil, kadang dibutuhkan juga mba... :)
BalasHapusIya mbak. Pengalaman itu pelajaran yang sangat berharga
Hapusjudul sam fotonya di g+ bener2 ngagetin mbak,anaknya kok dibilang tuyul..lha kok ternyata isinya ttg hp dan pulsa hahahaha..kreatif bangettt hehehe.destin,jaga baik2 ya le hp nya ^^
BalasHapushehe... ini ungkapan yang banyak dipake oleh ortu pelit di desa. Hehe
HapusAnak2 memang susah dikasih tau ya mak kalau belum kena akibatnya? Hehehee... Anakku mulai punya hp kelas 5 SD tapi yg nggak ada kameranya untuk komunikasi krn jarak sekolah & rumah cukup jauh. Setelah SMP baru dikasih yg berkamera.
BalasHapusAlhamdulillah anakku sudah bisa diberitahu mbak. waktu hilang, kesalahannya murni di ortu mereka. Berkali2 keluar ia tidak bawa HP-nya, baru sekali langsung dicopet orang. :(
HapusIa tahu waktu saku dirogoh, tapi dikira temannya yg pinjam HP.
bisa dicoba nih Mbak kalo kelak anak saya minta hp. ngopeni thuyul. sip. makasih Mbak.
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)