Dahulu, saya bekerja di mebel. Saya jadi apa saja. Disebut direktur (bayangan) juga boleh karena saya punya perusahaan atas nama saya. Disebut marketing lebih nyaman, karena itu pekerjaan saya. Disebut penerjemah/guide furniture berbahasa Perancis juga boleh banget karena saya senang membantu francophone menunjukkan tempat-produk furniture dan handicraft di beberapa kota di Indonesia. Disebut kuli? Ya! Karena saya sehari-hari juga membantu suami mengamplas atau mempacking mebel sendiri. Saya berusaha efficache saja karena hidup tak selalu di atas. Sering juga tergelincir di bawah. Satu aturan pasti saya, saya tidak mencampur tugas saya. Ketika saya menjadi guide/penerjemah, saya tidak akan mencuri data atau buyer saya. Karena saya bukan pencuri. Rezeki ada yang mengatur. Itulah sebabnya, meski saya sangat butuh uang untuk makan, saya tidak menyalahgunakan kepercayaan. Suami mengenal kekerashatian saya ini dan tak mau merubahnya. Tak boleh memakan uang haram, apalagi merebut rejeki orang. Meski semua order melalui saya, namun order dari buyer ini adalah milik supplier/perusahaan yang ini. Buyer itu untuk suplier yang itu. Saya hanya meneruskannya saja dan mendapat gaji sesuai kesepakatan. Saya bahkan tak pernah meminta komisi atau balas jasa. I'm not that person dan tak ada suplier yang terfikir untuk memberi saya komisi. Saya punya 4 buyer dengan 4 suplier/perusahaan. Meski ada yang berhubungan sebagai saudara dan janda pula, saya tidak mengistimewakannya. Chaque un à ça place (Buyer ini untuk suplier ini, tak boleh tertukar). Banyak yang tidak mengenal prinsip saya ini dan berrepot ria memfitnah saya. Banyak yang kecewa dan memusuhi saya. Tapi siapa perduli? Rejeki dari Allah tidak akan salah penerimanya. Nama saya bisa jadi buruk, tetapi saya tidak melakukannya. Tidaklah penting kesalahpahaman manusia asal prinsip kebenaran terjaga.
Kemana langkah kaki ini membawa? Mari menyusuri jejak saya mencari furniture - handicraft di Jatim dan Jateng |
Saya memiliki banyak cerita perjalanan selama menjadi guide furniture. Saya hampir hafal setiap sudut pulau Lombok karena setahun 2 kali saya di sana selama 1 minggu. Berkeliling antarkota untuk mengantar buyer memesan handicraft dari keramik, anyaman bambo, anyaman ketak, kain tenun. Saya juga pernah menyusuri sentra-sentra mebel dari Surabaya sampai Besuki lewat Trowulan. Menyusuri jalan-jalan panjang dari jawa Timur menuju Jawa Tengah melalui kota Solo. Selalu berhenti ketika menemukan furniture/handicraft khas suatu kota. Mata jarang terpejam karena harus awas melihat jalan. Semua perjalanan dilakukan di siang hari. Di sinilah saya menyadi perbedaan besar orang Indonesia dan orang Eropa. Mereka lebih suka dan nyaman naik kendaraan di kala mata dan konsentrasi terjaga. Savety first. Berbeda dengan kita yang lebih nyaman pergi jauh di malam hari untuk menghindari panas, macet, dan debu. Dari banyaknya perjalanan itu, saya memilih perjalanan guide pertama saya di area Jatim-Jateng untuk buyer dari Belgia pada bulan April 2011 lalu. Ini pengalaman istimewa karena perjalanan diawali dengan kecelakaan tunggal saya di Kudus dan diakhiri dengan bahagia di Jepara. Kala itu saya juga aktif menuliskan perjalanan saya sehingga memori itu masih terjaga dengan baik. Juga, di perjalanan ini saya menemukan sedemikian banyak hal baru. Berawal dari sebuah ide/kilasan memori buyer, mencari di google, berkelana ke sentra baru yang tak dikenal, menelusuri Jatim-Jateng selama 10 hari dengan sebuah mobil sewaan, dan MENEMUKANNYA! Suatu kebanggaan tersendiri ketika berhasil membuat pelanggan senang mengetahui guide-nya bisa memanfaatkan teknologi informasi untuk mencari sentra kerajinan-mebel di Indonesia. Yeaay... saya berhasil...
Perjalanan dimulai pada tanggal 19 April malam hari. Saya diantar saudara ke Kudus – terminal yang dilalui bis menuju Surabaya dan kota besar lain. Di kota saya belum ada bis antarkota atau antar propinsi. Perjalanan di malam dan tidak mengenal jalan bisa menjadi musibah tersendiri. Singkat cerita, kami melewati jalan yang sangat rusak (dan bisa dikatakan berlubang sangat lebar) di jalan tembus yang selalu digunakan container bermuatan furniture atau handicraft. Beruntung sekali saudara saya ini tahu teknik jatuh yang lumayan dari kegemarannya menonton balap motor. Hanya luka kecil di kaki dan saya tahu obat pati rasa sekaligus pengering luka yang ampuh. Masuk daftar obat G, tapi bisa dibeli bebas. Obat itu menjadi sahabat setia karena bisa membuang rasa sakit seketika. Saya pun mantap menuju Surabaya. Jam 6 pagi saya sampai di Surabaya. Buyer yang saya bantu kali ini hanya berdecak. “Indonesia… kalian sangat khas. Bukankah lebih baik jika kamu datang kemarin dan menginap di hotel saja? Semua akomodasi aku yang tanggung, kan?” Saya tersenyum kecut saja. Memang benar. Indonesia sekali. Pengalaman pertama dimulai setelah saya nunut mandi di kamar hotelnya. Spesial note: saya tidak berhasil bertemu pakde Cholik di perjalanan ini.
Kami segera berangkat ke Besuki. Buyer yang saya bawa teringat pernah melewati sebuah kota yang merupakan sentra kerajinan patung tetapi tidak tahu dimana. Aksi googling dimulai. Sentra patung Budha di Jawa Timur yang menjadi keywordnya. Sebuah nama desa yang menjadi kandidat utama muncul; TROWULAN. Dengan bantuan peta kami ke Trowulan - Mojokerto. Sempat kesasar beberapa kali. Kami bahkan tersesat ke candi Waringin Lawang di Mojokerto. Ada peristiwa lucu kala itu. Kami berjalan keliling lokasi sekitar candi dengan keyakinan, di sekitar situ pasti ada sentra kerajinan patung batu karena ada candi. Saya dan buyer saya mencari dengan jalan kaki dan lupa membawa dompet/tas/hp. Tersesat di kota tak dikenal tanpa membawa dokumen/benda berharga? deg-degan boo... 1 jam kami menunggu supir yang mencari desa Trowulan dengan mobil. Benar saja. 2 jam setelahnya kami sampai di sentra kerajinan patung yang kami cari. Desa Trowulan memang terkenal sebagai sentra kerajinan patung Budha dengan ukuran yang luar biasa. Mulai dari sekian puluh centimeter sampai 400 centimeter. Kelihatannya tidak bisa lebih karena akan kesulitan di transportnya. Untuk patung ukuran 200 meter saja sudah memakai dobel forklift. Plus, kapasitas kekuatan ban kendaraan yang mengangkutnya. Selain itu, interest akan patung Budha yang lebih sering dimiliki kuil, hotel atau kantor yang ingin menampilkan citra wah-mewah, tak banyak perseorangan yang mendekorasi rumahnya dengan patung-patung Budha. Namun geliat usaha ini tak surut sampai sekarang.
Dari Trowulan kami ke desa Besuki untuk mencari pengrajin furniture recycle atau mebel dari kayu bekas bongkaran rumah. Di desa ini ada beberapa pengrajin recycling furniture dengan kualitas bagus karena melimpahnya rumah lama yang berasal dari kayu jati dengan diameter luar biasa. Oke, sebagai warga Jepara, sejak saya bayi saya sudah biasa mendengar deru mesin dan sejak kecil saya bermain dengan debu dan limbah mebel. Jadi saya hafal sekali. Tetapi di sini saya harus berdecak kagum karena besar dan murahnya kayu recyclage yang saya temui. Sayang sekali, kualitas grade kayu yang bagus tidak seimbang dengan kualitas pengerjaannya. Sebagai warga Jepara yang sejak abad 17 dikenal sebagai sentra mebel, saya berasa kembali ke tempo doeloe jika melihat teknik dan konstruksi mebelnya. Simpan pendapat pribadi ini, saya tetap enjoy di sana.
Dari Besuki kami berhenti di Paiton, sebuah desa yang menyimpan banyak benda kuno dari masa kerajaan Brawijaya. Rumah/sebagian rumah kuno full ukiran yang mewah, kayu hias ukuran luar biasa, benda-benda yang tertanam di laut, benda-benda kuno yang bernilai jual mahal sekali dengan konsep the only one. Agak creepy karena terlalu banyak benda kuno bahkan pusaka. Hanya pendapat pribadi sih. Saya tak senang membayangkan ada qodam di benda-benda kuno yang dianggap pusaka itu. Saya lebih tertarik ke kayu-kayu ukuran luar biasa besar yang sudah menjadi barang mewah di jepara. Kayu berdiameter 1 meter sudah dihargai sekian ratus juta!
Dari desa Besuki kami pergi ke sentra handicraft dari batu. Kami meyusuri jalan darat di siang hari dari Besuki menuju ke Solo untuk menemukan desa Gamping kelurahan Campur Darat Tulungagung. Beberapa kali berhenti di jalan untuk menemukan mebel atau kerajinan khas dari kayu dan batu. Jika di Trowulan kami menemukan patung-patung Budha, di desa Gamping kami menemukan handicraft dari batu marmer atau onyx yang lebih fungsional. Batu-batu alam dibentuk sebagai alat yang kita gunakan sehari-hari. Piring, mangkok, hiasan rumah, wastafel, bahkan bath up ukuran jumbo. Oke.. oke.. buyer yang saya antar memang memiliki pelanggan yang high end dan tahulah seperti apa orang kaya. Pelanggannya memesan bath up dari Marmer ukuran 2,5 meter full batu marmer tanpa sambungan. Proses pengerjaannya tentu saja dengan mengeruk batu ukuran besar sekali dan membuatnya menjadi giant bowl. Prosesnya sampai 1 bulan. Dan tahukah kamu, bahwa untuk memasangnya, mereka memasang dari atap dengan cara menjebol sebagian atap dan dinding yang akan dipasang? Well, di Eropa selalu ada cara untuk menyenangkan pelanggan high end. Saya terkagum-kagum melihat foto yang ditunjukkan buyer saya.
Dari desa Gamping, kami menuju Jogjakarta dan Solo. Demi efisiensi cerita, saya skip cerita perjalanan Jogja dan Solo selama 3 hari. Panjaaang.. tahu kan apa saja kekayaan furniture dan handicraft di 2 kota budaya ini? Singkat cerita kami pulang ke Jepara melalui jalur darat (lagi). Total 10 hari saya berada di mobil setiap pagi sampai sore. Perjalanan dimulai jam 8 pagi dari hotel A dan menyusuri jalan dari Jawa Timur menuju Jawa Timur. Pada sore hari kami menghentikan perjalanan di kota yang berbeda dan menginap di sana.
Kami berhenti sejenak di desa Bawen Semarang. Di desa ini ada pengrajin mebel dan handicraft yang unik sekali. Mebel dan handicraftnya berasal dari kayu kelengkeng. Type kayu kelengkeng memang unik. Mebel dari kayu kelengkeng memiliki serat dan bentuk alami yang indah. Lebih indah dari mebel kayu meh/trembesi yang masih ngetrend di Jepara. Bentuk kayu kelengkeng juga unik dan berbonggol-bonggol. Bagus sekali. Kelihatannya sudah banyak peminatnya karena mebel dan handicraft seperti ini cukup mudah ditemukan di Jepara.
Tahu kan? Kota Jepara saya memang destinasi utama para buyer furniture dan handicraft dari seluruh dunia. Jadi ada ribuan toko mebel dan handicraft dan juga, ada banyak pengusaha mebel-handicraft dari kota lain yang membuka toko di Jepara. Usaha ini memang sangat menjanjikan sekali. Apalagi bagi saya yang seumur hidup di Jepara dan akrab dengan dunia ini.
Itulah kisah perjalanan yang pernah saya alami. A small helps but big impacts for those who can export their products and those Europeans who seek good quality furniture/handicraft from Indonesia. And.. It’s just my itchy feet that allow me to be a guide francophone sometimes. For pleasure… for best memories to share sometimes. Should I speak French here?
Kami segera berangkat ke Besuki. Buyer yang saya bawa teringat pernah melewati sebuah kota yang merupakan sentra kerajinan patung tetapi tidak tahu dimana. Aksi googling dimulai. Sentra patung Budha di Jawa Timur yang menjadi keywordnya. Sebuah nama desa yang menjadi kandidat utama muncul; TROWULAN. Dengan bantuan peta kami ke Trowulan - Mojokerto. Sempat kesasar beberapa kali. Kami bahkan tersesat ke candi Waringin Lawang di Mojokerto. Ada peristiwa lucu kala itu. Kami berjalan keliling lokasi sekitar candi dengan keyakinan, di sekitar situ pasti ada sentra kerajinan patung batu karena ada candi. Saya dan buyer saya mencari dengan jalan kaki dan lupa membawa dompet/tas/hp. Tersesat di kota tak dikenal tanpa membawa dokumen/benda berharga? deg-degan boo... 1 jam kami menunggu supir yang mencari desa Trowulan dengan mobil. Benar saja. 2 jam setelahnya kami sampai di sentra kerajinan patung yang kami cari. Desa Trowulan memang terkenal sebagai sentra kerajinan patung Budha dengan ukuran yang luar biasa. Mulai dari sekian puluh centimeter sampai 400 centimeter. Kelihatannya tidak bisa lebih karena akan kesulitan di transportnya. Untuk patung ukuran 200 meter saja sudah memakai dobel forklift. Plus, kapasitas kekuatan ban kendaraan yang mengangkutnya. Selain itu, interest akan patung Budha yang lebih sering dimiliki kuil, hotel atau kantor yang ingin menampilkan citra wah-mewah, tak banyak perseorangan yang mendekorasi rumahnya dengan patung-patung Budha. Namun geliat usaha ini tak surut sampai sekarang.
Beberapa dokumentasi pribadi di desa Trowulan |
Dari Trowulan kami ke desa Besuki untuk mencari pengrajin furniture recycle atau mebel dari kayu bekas bongkaran rumah. Di desa ini ada beberapa pengrajin recycling furniture dengan kualitas bagus karena melimpahnya rumah lama yang berasal dari kayu jati dengan diameter luar biasa. Oke, sebagai warga Jepara, sejak saya bayi saya sudah biasa mendengar deru mesin dan sejak kecil saya bermain dengan debu dan limbah mebel. Jadi saya hafal sekali. Tetapi di sini saya harus berdecak kagum karena besar dan murahnya kayu recyclage yang saya temui. Sayang sekali, kualitas grade kayu yang bagus tidak seimbang dengan kualitas pengerjaannya. Sebagai warga Jepara yang sejak abad 17 dikenal sebagai sentra mebel, saya berasa kembali ke tempo doeloe jika melihat teknik dan konstruksi mebelnya. Simpan pendapat pribadi ini, saya tetap enjoy di sana.
Beberapa dokumentasi pribadi di desa Besuki |
Dari Besuki kami berhenti di Paiton, sebuah desa yang menyimpan banyak benda kuno dari masa kerajaan Brawijaya. Rumah/sebagian rumah kuno full ukiran yang mewah, kayu hias ukuran luar biasa, benda-benda yang tertanam di laut, benda-benda kuno yang bernilai jual mahal sekali dengan konsep the only one. Agak creepy karena terlalu banyak benda kuno bahkan pusaka. Hanya pendapat pribadi sih. Saya tak senang membayangkan ada qodam di benda-benda kuno yang dianggap pusaka itu. Saya lebih tertarik ke kayu-kayu ukuran luar biasa besar yang sudah menjadi barang mewah di jepara. Kayu berdiameter 1 meter sudah dihargai sekian ratus juta!
Sebagian yang menarik minat saya di desa Paiton |
Dari desa Besuki kami pergi ke sentra handicraft dari batu. Kami meyusuri jalan darat di siang hari dari Besuki menuju ke Solo untuk menemukan desa Gamping kelurahan Campur Darat Tulungagung. Beberapa kali berhenti di jalan untuk menemukan mebel atau kerajinan khas dari kayu dan batu. Jika di Trowulan kami menemukan patung-patung Budha, di desa Gamping kami menemukan handicraft dari batu marmer atau onyx yang lebih fungsional. Batu-batu alam dibentuk sebagai alat yang kita gunakan sehari-hari. Piring, mangkok, hiasan rumah, wastafel, bahkan bath up ukuran jumbo. Oke.. oke.. buyer yang saya antar memang memiliki pelanggan yang high end dan tahulah seperti apa orang kaya. Pelanggannya memesan bath up dari Marmer ukuran 2,5 meter full batu marmer tanpa sambungan. Proses pengerjaannya tentu saja dengan mengeruk batu ukuran besar sekali dan membuatnya menjadi giant bowl. Prosesnya sampai 1 bulan. Dan tahukah kamu, bahwa untuk memasangnya, mereka memasang dari atap dengan cara menjebol sebagian atap dan dinding yang akan dipasang? Well, di Eropa selalu ada cara untuk menyenangkan pelanggan high end. Saya terkagum-kagum melihat foto yang ditunjukkan buyer saya.
Proses pumbuatan kerajinan di desa Gamping Tulungagung. |
Dari desa Gamping, kami menuju Jogjakarta dan Solo. Demi efisiensi cerita, saya skip cerita perjalanan Jogja dan Solo selama 3 hari. Panjaaang.. tahu kan apa saja kekayaan furniture dan handicraft di 2 kota budaya ini? Singkat cerita kami pulang ke Jepara melalui jalur darat (lagi). Total 10 hari saya berada di mobil setiap pagi sampai sore. Perjalanan dimulai jam 8 pagi dari hotel A dan menyusuri jalan dari Jawa Timur menuju Jawa Timur. Pada sore hari kami menghentikan perjalanan di kota yang berbeda dan menginap di sana.
Kami berhenti sejenak di desa Bawen Semarang. Di desa ini ada pengrajin mebel dan handicraft yang unik sekali. Mebel dan handicraftnya berasal dari kayu kelengkeng. Type kayu kelengkeng memang unik. Mebel dari kayu kelengkeng memiliki serat dan bentuk alami yang indah. Lebih indah dari mebel kayu meh/trembesi yang masih ngetrend di Jepara. Bentuk kayu kelengkeng juga unik dan berbonggol-bonggol. Bagus sekali. Kelihatannya sudah banyak peminatnya karena mebel dan handicraft seperti ini cukup mudah ditemukan di Jepara.
Tahu kan? Kota Jepara saya memang destinasi utama para buyer furniture dan handicraft dari seluruh dunia. Jadi ada ribuan toko mebel dan handicraft dan juga, ada banyak pengusaha mebel-handicraft dari kota lain yang membuka toko di Jepara. Usaha ini memang sangat menjanjikan sekali. Apalagi bagi saya yang seumur hidup di Jepara dan akrab dengan dunia ini.
Itulah kisah perjalanan yang pernah saya alami. A small helps but big impacts for those who can export their products and those Europeans who seek good quality furniture/handicraft from Indonesia. And.. It’s just my itchy feet that allow me to be a guide francophone sometimes. For pleasure… for best memories to share sometimes. Should I speak French here?
This is "My Itchy Feet...Perjalananku yang tak terlupakan" Apa perjalananmu?
PS: Maaf fotonya harus dibuat seperti ini karena banyaaak sekali.
14 Komentar
Wah Mbak Susi ini ternyata hebat dan pinter bahasa Perancis yak....
BalasHapusNah daribposting ini saa tahu Mbak Susi ini bukan orang cuek, tapi orang yg selalu pegang prinsip.
Tapi bgaimanapun waktu pertama kali ketemu sampai sekarang mbak Susi ya Mbak Susi, enak diajak ngobrol kok
Mas Whiz: Terima kasih untuk observasinya. :)
HapusAjari saya dong mbak bahasa Perancis.. sapa tahu bisa bikin lagu dangdut bahasa Napoleon hehe
BalasHapussukses lombanya mbak
Hmm... sebenarnya baru kepikiran membuat video tutorial setelah melihat bayak video tutorial bahasa Perancis di Youtube ternyata kok sederhana.
HapusCatatan perjalanan yang komplit. Jika gambarnya diperbayak tentu akan lebih sip
BalasHapusSemoga berjaya dalam GA
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih pakde. Gambarnya ada sangat banyak, sehingga harus saya buat slide agar tidak terlalu panjang. Saya sering online pakai HP, dan posting terlalu panjang kurang bersahabat.
Hapussampai ke Paiton juga ya? kenapa nggak diterusin aja Mbak? sekalian ke Bali.. :))
BalasHapusWealah mbak.. ini kan tugas negara.... hehehe.
HapusSeandainya bisa, asyik juga nyasar ke Bali ya mbak
ayo mbak ajari aku bahasa prancis
BalasHapusAyo mbak, sinau bareng
HapusSaya pernah ke Kudus, nginap semalem, waktu pengen langsung ke Jepara, tapi waktu yang membuat saya harus langsung meuju Tuban, lalu Jombang. Semoga suatu saat bisa ke Jepara.
BalasHapusSemoga bisa dolan ke Jepara ya pak.
Hapuswhuih.. itu hasil kerajinannya pasti muahal2 ya... takjub saya
BalasHapusNggak juga kok mbak. Ada grade dan harganya.
HapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)