“Aku ingin menjadi bintangmu. Meski tak seterang bulan, kuharap cukup untuk menunjukkan arah yang benar bagimu – anakku.”
Pekatnya malam sedikit terkuak oleh terangnya bulan purnama malam ini. Begitu terang, begitu indah. Namun selalu ada benda bersinar lain yang membuat saya menyukai pekatnya malam, yaitu kerlip bintang. Keberadaan langit kelam, bulan dan bintang menyempurnakan malam, membawa hayalku berkelana.
Kehidupan di masa depan seumpama pekatnya malam. Meski ada rencana, perhitungan, persiapan, sebagaimana biasa, kita tak tahu kapan sinar bulan dan bintang tertutup awan. Rencana Ilahi. Kita hanya bisa merencanakan, Allah jua yang menentukan. Dan pekatnya malam, ketidakpastian masa depan, membuat saya mencemaskan masa depan anak-anak.kecemasan seorang ibu yang didasari harapan akan masa depan cerah anaknya.
Kecemasan saya bukan sesuatu yang mengada-ada. Saya memiliki keyakinan bahwa ada 4 hal yang akan membentuk karakter dan masa depan anak. Orang tua, sekolah, sahabat karib, dan buku bacaan/tv/internet. Sebagai orang tua saya selalu berusaha membekali yang terbaik bagi anak. Saya mencarikan sekolah yang baik. Saya berusaha mengenal sahabatnya. Dan saya memantau tayangan tv, buku, serta komputer yang digunakannya. Namun tetap saja, kewaspadaan harus terus dijaga. Ibarat memainkan layang-layang, saya harus mahir memainkan layangan, tali dan angin. Meski memberi kebebasan “bersyarat”, demi caracter buliding-nya, kendali harus tetap ada.
Sebagai makhluk ciptaan Allah yang dibatasi usianya, mau tak mau saya harus berfikir tentang kematian yang datang sewaktu-waktu. Bagaimana jika kematian itu datang kala bekal anak belum siap adalah kecemasan lain yang harus dipersiapkan. Dan saya mengingat dongeng kuno tentang orang mati yang menjadi bintang di langit untuk menerangi mereka yang ditingalkan. Benarkah dongeng itu?
Saya kira hanya sebuah penghiburan untuk mengurangi kesedihan. Ada ribuan bintang yang sulit dibedakan. Bohongkah? Bohong putihkah? Apa peduli saya jika kalimat itu mampu mengobati luka karena kematian. Yah, saya harap saya bisa menjadi bintang bagi kelamnya “malam” anak-anak saya kelak jika saat itu tiba.
Saya harap anak-anak cukup mengenal tentang kebiasaan pelaut kuno Indonesia yang berhasil mengarungi samudra luas dengan bantuan bintang-bintang kecil yang membentuk gugusan indah tentang arah “terbaik”. Karena hidup juga seperti mengarungi samudra luas.
“Bintang kecil itu, nak, meski nampak tak berharga dibanding terangnya bulan, adalah penunjuk arah yang baik untukmu. Dia-lah cahaya terang sesungguhnya jika kau mampu menemukan caranya. Jangan terpesona pada terangnya bulan karena bulan yang terang itu hanya memantulkan cahaya bintang. Temukan bintangmu, jadilah bintang bagi orang-orang yang kau cinta. Seperti mama yang selalu menjadi bintangmu. Selalu.”
17 Desember 2011
Catatan singkat
Tulisan ini sudah cukup lama di draft folder MY BLOG. Dulunya dibuat untuk kontes semacam "Chicken Soup For The Soul" dengan tema Langit. Lalu saya menyadari bahwa tulisan ini di luar tema yang diminta. Beruntung juga saya menemukannya pagi ini.
17 Komentar
Bagaimana jika kematian itu datang kala bekal anak belum siap adalah kecemasan lain yang harus dipersiapkan..., sangat dimaklumi yang penting kecemasannya tdk berlebihan..
BalasHapusbangus banget...
Iya. Benar sekali
HapusMeskipun tampak tak sebesar bulan, bintang telah mempercantik langit malam hari :)
BalasHapusMbak Yuni bersinar bagai bintang (blogger) bagiku.
HapusKehidupan memang tak seberapa lama, tapi semua kudu dipersiapkan ya, Mba. Termasuk pembentukan karakter tadi.
BalasHapusTentang dongeng, saya malah ingetnya kalau kunang-kunang itu kukunya orang yang sudah meninggal. Dilagu kan gitu. Hihihih
Ada banyak cerita tentang mereka yang telah pergi. Agar mereka yang kehilangan merasa bahwa mereka yang pergi masih ada bersama mereka. :)
HapusTugas orangtua adalah memberi nama yang baik, mengasuh,merawat,mendidiknya dengan baik agar kelak menjadi manusia yang sholeh dan menjadi sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya
BalasHapusBenar, lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap anak-anak.
Salam sayang selalu dari Surabaya
Nggih pakde. akan saya ingat selalu.
HapusSegala niat baik, keinginan untuk terus belajar dan memperbaiki diri, semoga menjadi kebaikan untuk anak-anak. Kita belajar bersama anak2, kita berkembang bersama mereka. Kita menjadi teman mereka.
BalasHapusYa mbak. itu benar sekali
Hapusya Mak saya akan cari bintang itu.. doakan saya emak..
BalasHapusDan jadilah bintang bagi org2 terdekatmu, Nang. haghag
Hapusdi sini udah susah cari pemandangan dg bintang sebanyak itu di langit :)
BalasHapusIya mbak. sulit.
HapusJadi terpekur membaca tulisan, Mbak Susi. Menjadi bintang di gelapnya malam bagi anak-anak dan orang2 tercinta. Jadi malu karena aku tak pernah berpikir seperti itu :(
BalasHapusjangan malu mbak. :)
HapusSetuju banget, Mbak. Empat ini: orang tua, sekolah, sahabat karib, dan buku bacaan/tv/internet harus senantiasa kita perhatikan dalam tumbuh dan berkembang anak tercinta.
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)