Alhamdulillah, akhirnya keluarga Susindra pindah rumah di pusat kota Jepara. Bukan rumah baru. Lebih tepatnya rumah keluarga yang dulu pernah kami tempati. Bukan hal yang mudah sebenarnya ketika kami memutuskan kembali. Rumah yang kecil namun selalu riuh rendah oleh banyaknya penghuni ini masih menyisakan beberapa teror bagi saya dan suami. Salah satunya adalah tikus werog yang sebesar kucing. Yang lainnya adalah campur tangan keluarga untuk urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Kami yang terbiasa bebas dan jauh dari keluarga serta sengaja menyewa rumah di desa agar leluasa, akhirnya kembali ke pangkuan bunda. #Istilahnya lebay & sok puitis. xixi..
Banyak pertimbangan ketika kami memutuskan kembali ke rumah lama. Kesehatan kaki ibu yang semakin mengkhawatirkan sehingga tidak leluasa berjalan. Padahal Destin sangat dekat pada neneknya ini. Juga kondisi keungan kami yang sangat memburuk hingga hampir terpuruk.
Dulu, tiap kali kami datang, ibu selalu membujuk saya agar kembali. Bahkan ibu menawarkan kiosnya agar saya tertarik. Yah, mengapa tidak? Daripada jualan pecel maya di warung blogger, lebih baik bener-bener jualan sesuatu di warung nyata. Saya beberapa kali loh menceritakan warung ibu.... Dan... doorprize-nya saya dapat mukena yang bagus dan pas dengan ukuran badan saya yang lumazan bongsor. Yah, Ibu memang paling... paling sayang padaku. Melebihi semua anak kandungnya malah. Ingat tulisan saya sebelumnya tentang cara bersikap adil kepada anak?
Apapun itu, akhirnya saya pindah ke rumah yang jauh lebih kecil, tanpa workshop seperti dulu. Sebenarnya sayang... tetapi beban kami sudah besar pasak daripada tiang jika mempertahankan workshop. Jadi setelah semua produk habis, kami sekaligus pindah rumah. Harapan kami sih sebenarnya, dengan pindah rumah lebih sedikit pengeluaran yang kami tanggung sehingga bisa secepatnya membeli rumah sendiri. Jika kami sudah punya rumah sendiri, ibu pasti lebih lega.
Oh iya, rumah yang ini sebenarnya lebih tepat di sebut rumah kelinci, loh. Mengapa? Karena jumlah penghuninya yang selalu melebihi beban. Sejak kami pindah dari rumah kelinci ini, saya minta tolong salah satu saudara yang beranak 2 untuk tinggal dan menemani ibu. tapi lama-lama ibu tidak betah dan pindah ke rumah kakak. Nah, tahu saya menetap di rumah ini, ibu langsung ikut pindah kemari. Plus, adek kembarku yang baru saja menjanda kuundang agar menetap di sini agar Danu, putranya punya teman bermain. Nah, bisa menebak ada berapa penghuni rumah kelinci ini?
Rumah sebesar 7x12 ini ditinggali pasutri dengan 2 anak, ditambah kami yang juga pasutri beranak 2, plus ibu dan 1 janda dengan anak 1. Berapa jumlahnya? 6 orang dewasa dengan 4 anak balita dan 1 anak usia SD. Ruarrbiassa sensasinya. Hahaha....
Meski rumah tua, tanpa internet (padahal dulu lancar loh), banyak penghuninya, tetapi saya dan suami malah lebih kerasan bin nyaman di sini. Mungkin karena sudah biasa. Sejak kami menikah, sekitar tahun 2005-2008 kami sering menerima homeless tanpa syarat uang bahkan memberi akmodasi dan makan. Pernah pula sampai harus menyekat-nyekat ruangan agar semua masuk seperti sekarang ini. Tapi kami enjoy saja. Rasanya kok ya selalu saja tiba-tiba ada rejeki datang.
Yang kasihan sebenarnya adalah saudara ipar saya yang sebelumnya menempati rumah ini sendirian. Tiba-tiba ada saya, dia sudah stress sendiri dan mengumbar banyak kata ke tetangga. Lebih sulit lagi sampai akhirnya tak pernah keluar setelah saya mengajak Ida (adek kembar saya) datang yang berarti juga menambah anak usia 4 tahun yang merepotkan. Nah... tiba-tiba ibu saya datang menetap pula serta mengatur ruangan ini untuk ini dan ruangan itu untuk itu. oalaaaah..... ckckck.... kasihan... kasihan...
Tapi menurut saya bisa juga jadi bahan pembelajaran bagi saudara ipar perempuan saya ini agar bersosialisasi lebih baik. Jika di rumah ada 2 saudara kembar yang siap ngobrol, masa sih masih menggosip di luaran? xixi...
10 Komentar
wis meski gak seluas dulu yang penting ngumpul kuabeh mbak Sus.. rasane jembar dan plong, daripada hidup di istana yang penuh dengan konflik batin..
BalasHapusselamat menikmati rumah mungilnya..
apapun kondisinya tinggal serumah sama ibu sendiri memang nyaman ya...#jadi penegn pulang kampung ke bandung segera#
BalasHapuswah lebihbaik nemanin ibu yang sudah tuadari pada harus tinggal sendiri
BalasHapusapakabar mbak susi? pantesan lama gak nongol ya. semoga ditempat yang baru bisa dijalani dengan baik ya. mbak kalauada waktu sms nomornya ya, simcardku rusak semua nomornya hilang
BalasHapuskumpul sama keluarga memng jauh lebih mengasyikkan ya Mbak...
BalasHapusapalagi ada Ibu
Pantesan Mba Susi menghilang..
BalasHapusKangen sama D & B
Di tempat yang besar atau kecil, yang penting menikmati dan kumpul bersama keluarga, itu jauh lebih Indah..
Semoga ibunya selalu di beri kesehatan..
Uncle Lozz: Aku sudah lupa episode dengan kambing dan segala hewan ternak di rumah sebelumnya. Di sini berperang dengan tikus raksasa dan semut, jadi sehari minimal ngepel 2x. haha..
BalasHapusSyfa: Terima kasih do'anya. Maaf lahir batin juga ya say.
Pak Mars: Amin... Terima kasih pak.
Mbak Rina, Bang Opick, mbak Umi, mbak Lidya, Elsa dan mbak Nchie: Alhamdulillah menyenangkan karena dibaringi dengan pribadi yang lebih dewasa. Tidak mudah tinggal bersama keluarga besar jika tidak mau bertoleransi. :)
Ternyata kebiasaan sabar dan toleransi dengan tetangga sebelah dulu membuat kami menjadi prbadi yang benar2 baru.
Rumah kecil berhati luas :)
BalasHapussemoga kepindahannya membawa berkah ya mbak.. :)
BalasHapusEpisode baru dimulai lagi ya Mbak, semoga dengan kepindahan kerumah baru ini bisa membuat episode kehidupan Mbak dan keluarga menjadi lebih baik dan semoga Ibunda diberi kesembuhan ya Mbak :)
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)