Patut Direnungkan Orang Tua Bagian Kedua

Kemarin dengan berapi-api karena capek tanpa sadar Susi membuat posting negatif tentang anak jaman sekarang. Meski sulit dimengerti tapi jauh di dalam hati sahabat pasti pernah mendapati anak kita atau tetangga berkata kotor atau bertingkah seperti itu. Terkejut? Susi yakin jika direnungkan benar-benar pasti terjadi, bukan? Anak yang ikut-ikutan bicara kotor seperti teman (yang meniru di TV), anak yang tidak tahu dan tidak diberitahu telah mencemooh orang lain atau kita orang tuanya. Semua cerita di renungan orang tua adalah hal wajar yang terjadi sehari-hari. Susi sendiri juga sering membenarkan ucapan tidak sopan Destin yang terbawa dari sekolah atau pergaulan dengan teman-temannya. Solusi utamanya adalah segera memberitahu anak bahwa ucapannya tadi akan membuat orang yang mendengar tersinggung, marah, malu, atau sakit hati hingga tidak akan diulang lagi. Jangan sampai itu menjadi kebiasaan. 

Bisa dikatakan usaha Susi untuk mengisolasi Destin dari tayangan TV remaja seperti sinetron, acara musik maupun tayangan yang bukan untuk anak seusianya berhasil. Namun tidak mampu benar-benar mengisolasi dari perbuatan maupun ucapan tidak sopan yang meniru karena anak seusianya akan merasa keren jika meniru ucapan dan perbuatan temannya yang berasal dari televisi.  Yang bisa Susi lakukan selama ini adalah merevisi ucapan atau perbuatan Destin segera. Susi sangat mengutamakan kesantunan untuk anak-anak.

Destin dan Binbin bukanlah anak yang serba bisa dan serba sempurna. Selama ini Susi memiliki keyakinan akan masa depan anak hingga selama masa kecil mereka, kami menekankan pada kesantunan yang harus dimengerti dengan menjejalkan dan mengharuskan anak-anak mempraktekkan 4 kata ajaib yaitu maaf, permisi, terima kasih,  dan tolong. 4 kata yang tak banyak dimengerti anak-anak jika tidak diprioritaskan orang tua. Teringat pujian guru Destin di kelas A maupun B. Intinya seperti ini:
G: “Bu, Destin anak yang teratur dan selalu taat peraturan.
S: "Benar, bu. Saya mengharuskan mereka mengenal, mengerti dan mempraktekkan peraturan. Contoh kongkretnya Destin dan Binbin sudah kami ajarkan memakai helm sejak usia 18 bulan. Mengenalkan pada aturan-aturan standar dan keharusan mematuhinya."(Bukan hal yang mudah dan tanpa konflik, ya!)
G: "Dia (Destin) anak yang sopan. Pernah, bu, lucu sekali. Dia didorong temannya sampai jatuh. Setelah bangun dia berkata “kamu sudah menjatuhkanku. Ayo minta maaf. Sekarang.” Sambil mengulurkan tangan menunggu kata maaf temannya."

Ibu Ani dari kelas A1 dan Ibu Evi dari kelas B1 sekarang memang memuji Destin seperti itu, tapi mereka juga mengeluhkan Destin yang sering berlambat-lambat dalam mengerjakan tugas, tak pernah mau memimpin do’a di kelas maupun tak juga bisa membaca. Susi tersenyum sambil bertanya,
S: "Bu, bukankah anak TK seharusnya tidak diajarkan membaca?"
G: "Benar, bu. Namun sekolah SD hanya menerima anak yang sudah bisa membaca, jadi kami para guru terpaksa mengajarkan anak membaca dan menulis."
Apa pendapat Susi dan suami? Sederhana saja. Kami akan memasukkan Destin ke SD yang tidak malas mengajarkan membaca dan menulis pada anak didik mereka karena hanya menerima anak didik yang sudah bisa membaca-menulis adalah salah satu pelanggaran hak anak untuk bermain dan menjadikan TK sebagai taman bermain kanak-kanak sebagaimana tujuan kurikulum TK. Masuk ke SD favorit bukanlah tujuan kami yang utama. Mengapa? Banyak anak yang cemerlang di usia TK tiba-tiba meredup di usia SD maupun SMP karena kita sebagai orang tua terlalu memaksa dengan mendril anak demi prestasi yang bisa kita banggakan. Mungkin bagi guru, Destin bukan anak pandai dan termasuk yang terlambat. Namun bagi kami, papa-mamanya, Destin adalah anak yang harus kami banggakan karena emotional dan spiritual quotien yang kami kedepankan diusia kanaknya. Tentang membaca dan yang lainnya akan dikuasai setelah SD, sesuai usianya. Jadi, buat apa memaksakan prestasi anak di usia dini? Lebih baik menyiapkan dan membiasakan anak menjadi pribadi yang santun, tangguh dan berakhlak mulia. Ini hanya pendapat kami, ya. Mohon jangan tersinggung jika ternyata berbeda.

17 Komentar

  1. setuju Susi... Anak jangan dipaksa.
    Riku juga belum bisa baca tulis waktu masuk SD.
    Buktinya selama kelas 1 bisa terkejar kok.
    Nanti akan ada masa dia ingin sekali menjadi nomor satu dan berusaha sendiri, tanpa dipaksa orang tua.

    4 kata ajaib itu HARUS diajarkan! Tapi sebelum itu juga harus dicontohkan

    EM

    BalasHapus
  2. Mbak Imelda: Benar, mbak. Harus dicontohkan. jangan pernah sungkan bin segan meminta maaf pada anak segera jika melakukan kesalahan. Jangan malu mengatakan permisi jika terpaksa menyalip anak. Jangan lupa mengatakan tolong dan selalu ucapkan terima kasih.
    intinya lagi-lagi jangan jadi ortu yang jarkoni ya mbak. Jadi role model yang baik.

    BalasHapus
  3. iya Mbak
    aku juga suka bingung sama TK dan SD jaman sekarang.
    TK sudah harus belajar membaca, SD juga sudah harus mahir membaca....
    belom lagi, SD tuh pelajarannya yang kelas 1 udah perkalian dan persamaan. Wuiiih, berat banget

    BalasHapus
  4. semua murid dikelasnya Pascal les baca tulis mbak, Allhamdulillah aku tidak tergoda hihihi aku ajarkan sendiri saja sambil main-main hasilnya skr sudah bisa baca.

    aku kurang setuju kalau masih anak2 harus les atau kursus terlalu banyak

    BalasHapus
  5. setuju...
    kita sebagai orang tua hanya bisa mengarahkan anak kearah lebih baik..yah,intinya biarkan mereka menggeluti apa yg dia sukai...

    BalasHapus
  6. Mendidik anak tidak harus memaksakan kehendaknya tpi kita harus memberi contoh yg nyata dalam kehidupan sehari2..karena anak2 mudah merekam apa yg mereka dengar dan dilihat..setuju bnget mbak atas postingan edukasinya

    BalasHapus
  7. Aku setuju sama Mba Susi...!
    untuk apa disekolahin kalo semua2nya harus udah bisa sebelum masuk sekolah...
    Mba, anaknya teman saya kelas 5 SD dan sudah belajar politik serta ilmu kedokteran!
    saya tanya, emang gurunya ngajarin disekolah?
    teman saya menjawab, bahwa gurunya hanya menyuruhnya menghafal buku dan belajar dgn orangtua dirumah, nanti disekolah tinggal ujian!
    WHAT!??!?
    Mba Susi, mohon rekomen sekolah2 yg guru2nya tidak malas mengajari muridnya yah... :-)

    BalasHapus
  8. yup betul, anaka kadang jadi stress ketika ortunya ambisius.. harusnya peran ortu mengarahkan biar anak merasa enjoy dengan apa yang dilakukannya.
    tul gak?

    #edisi sotoy, secara blom pernah punya anak. hahaha

    BalasHapus
  9. setuju banget ! Di TK Fauzan juga ada les calistung, tapi Fauzan gak mau ikutan, ya udah saya gak paksa. Emang sih dia sudah bisa membaca sejak umur 5 tahun sebelum masuk TK, tapi itupun bukan di paksa. Saya hanya memberi dia banyak buku cerita, diajarin sambil main aja.
    Sekarang pun berhitungnya belum bagus, tapi biarin aja, kasian ah kalau masih TK sudah dijejali pelajaran yang seperti itu.
    Saya pernah postin soal ini : http://keluargadeyfikri.blogspot.com/2011/03/jadi.html

    BalasHapus
  10. Terima kasih ilmunya mba Sus, jadi banyak belajar ^^

    BalasHapus
  11. Waktu kemarin nulis soal perkembangan Raja di usia 28 bulan, saya juga sempat menyinggung soal ini, mbak... anak harus terus distimulasi, tapi jangan dipaksain dan jangan harapkan anak kita selalu sama dengan perkembangan anak lain, karena masing-masing anak sama halnya dengan orang dewasa juga adalah pribadi yang unik.

    Puji Tuhan, untuk 4 kata ajaib itu, Raja kecil2 juga sudah selalu menggunakannya, karena tiap hari diajarkan dan dicontohkan.

    Tks buat sharingnya mbak Susi ^_^

    BalasHapus
  12. Mbak, saya belum menikah dan belum mempunyai anak. tapi sering ngasuh anak. ketika di rumah, mereka kita hindarkan dari hal2 yang negatif dan mereka cenderung baik serta nurut. Tapi, pas udah sekolah :( hiks... Ngomongnya kasar, Mbak dan keluar dari kebiasaan di rumah :(

    BalasHapus
  13. mbak susi...mudah2an bisa istiqomah dengan rencana2nya. Sebenarnya kesalahan (menurut pendapat saya lho) pada kurikulum. TK tidak boleh diajarkan membaca, namun kalau lihat soal2 SD kelas satu pasti mau marah deh. Ga mungkin seorang yg baru belajar baca bisa menjawab soal2 ajaib seperti itu. Pengalaman saya, teman, maupun kakak yang seusia anak2 saya...hampir dipastikan kita sebagai orang tua bawaannya kesal lihat kurikulum. Pernah saya protes ke guru, dan mereka menyadari hal tersebut. Kalau tidak dikejar materinya, anak2 didiknya nanti malah tidak dapat berkompetisi dengan sekolah lain. Mbak susi tahu donk sekarang untuk masuk SMP negeri persaingannya hebat banget. Kecuali, kita ambil jalan melawan arus dengan homeschooling atau masuk ke pesantren...

    BalasHapus
  14. soal ulangan anak SD jaman sekarang suka ga masuk akal..

    BalasHapus
  15. I like this posting...100% bener mbak susi, membiasakan anak anak dengan hal hal yang baik, mengatahui dan mematuhi peraturan..dan seperti yang mbak susi gambarkan dengan binbin dan destin..benar sekali, anak belajar dari kita dan dari apa yang kita ajarkan,
    Beberapa hari yang lalu saat naik motor sama kinan, ayahnya tak pake helm..kemudian jalanan lagi ramai, saat lampu merah melihat kanan kiri banyak orang bersepeda motor dengan memakai helm lalu tiba tiba kinan nyeletuk..."Ayah tak pake helm"..wak...saya langsung terngaga..belom 20 juni ini kinan baru genap 22 bulan..dah mengerti peraturan, karena kita mengajarkannya..kita kasih tahu haru pake helm..ketika ada yang tidak benar dia akan mengingatkan seperti itu..
    lagi lagi maaf ..koment seperti posting..:)
    salam

    BalasHapus
  16. OOT mba.. udh dikirim, moga2 ga balik lagi :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)