"Aku tak pernah mencintaimu" sebuah kalimat sederhana Kaka yang tak pernah berhasil dilupakan Dara. Luka hatinya lebih dalam daripada kesakitan dan nyeri luar biasa yang dia rasakan kala sakaw.
Dara tak pernah lupa betapa dunianya hancur dan hanya sebutir pil kecil dari Dody yang bisa membuatnya lupa dan bahagia. Dody yang baik dan selalu mengerti kesusahan hatinya. Dody yang selalu menyediakan waktu untuk mendengarkan keluh kesah Dara tentang rumah yang tak lagi nyaman, Kaka yang menghianatinya dan berpacaran dengan Lisa, tentang kegelisannya yang tak siap menghadapi masa depan. Dody yang ... JAHAT.
Dara tak mengerti bagaimana akhirnya dia menjadi pecandu napza. Dara hanya ingat Dody sering menyodori sebuah pil kecil berwarna putih kala dia tengah melamun di pojok kelas.
“Masih melamunkan Kaka?” Tanya Dody yang tiba-tiba berada di bangku depan Dara. Senyum manis menghiasi wajah tampan Dody. “Dia tidak layak mendapatkan cintamu.”
“Eh, kamu.” Kata Dara lemah.
“Hanya itu sapaan terbaikmu untuk sahabat baikmu ini?” cela Dody sambil tetap tersenyum manis. “Senyum, dong. Ayo… mana senyum manis yang pantas gue terima?”
Dara mendengus. Dia memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan senyum yang sulit dia tahan.
“Haha. Akhirnya.” Tawa Dody setelah melihat senyum manis Dara dihiasi semburat merah di pipi Dara. “Kamu cantik sekali. Kaka bodoh karena mencampakkanmu demi Lisa yang hanya punya sepermpat kecantikanmu” Katanya. “Gue akan jadi cowok paling beruntung di dunia kalo menjadi pacarmu.”
Pipi Dara semakin merah.
"Hadiah persahabatan" kata Dody sambil tersenyum manis. “Cobalah. Kamu pasti lupa pada Kaka kalau mau menelannya.”
Dara memandang ragu tangan Dody yang mengulurkan sebutir pil kecil berwarna putih. Bagaimana mungkin benda sekecil itu bisa melupakan sakit hatinya?
“Obat apa ini?” Tanya Dara ragu.
“Obat sakit hati. Cobalah.”
“Tidak. Aku tidak suka minum obat.” Kata Dara.
“Kamu ingin lupa tidak?” desak Dody.
Butuh tenaga ekstra bagi Dody untuk membuat Dara percaya bahwa obat yang diberikan manjur untuk melupakan Kaka. Dengan telaten Dody membujuk, mendengarkan, menasehati, menghibur, semua yang bisa dia lakukan agar Dara percaya. Agar Dara percaya dan mau menjadi sahabatnya. Lebih tepatnya, menjadi konsumen tetapnya.
Pelan namun pasti akhirnya Dara sepakat bahwa pil Dody sungguh luar biasa karena dapat membantunya menertawakan duka. Setengah bercanda mereka menamakan pil itu sebagai “Obat Duka Dara”. Demi menjaga rahasia, mereka menyebut pil tersebut ODD. Bahkan Dara tidak marah ketika tahu bahwa obat yang diminumnya adalah obat terlarang karena dia memang berhasil melupakan Kaka dan semua masalah yang membelitnya. Rasanya dia memiliki dunia baru yang indah. Bahkan Dara bersedia membayar setelah hadiah ketiga. Sayang, obat Dody sangat mahal. Terlalu mahal untuk sebutir pil dan mau tidak mau Dara harus membayarnya setelah mulai ketagihan. Ketika hari berganti menjadi minggu, Dara merasa sudah saatnya berhenti meminum obat Dody. Uang saku dan tabungan kuliahnya telah habis. Dia takut mama akan tahu bahwa tabungan kuliah yang disimpan atas namanya telah habis.
Dara tak pernah lupa betapa dunianya hancur dan hanya sebutir pil kecil dari Dody yang bisa membuatnya lupa dan bahagia. Dody yang baik dan selalu mengerti kesusahan hatinya. Dody yang selalu menyediakan waktu untuk mendengarkan keluh kesah Dara tentang rumah yang tak lagi nyaman, Kaka yang menghianatinya dan berpacaran dengan Lisa, tentang kegelisannya yang tak siap menghadapi masa depan. Dody yang ... JAHAT.
Dara tak mengerti bagaimana akhirnya dia menjadi pecandu napza. Dara hanya ingat Dody sering menyodori sebuah pil kecil berwarna putih kala dia tengah melamun di pojok kelas.
“Masih melamunkan Kaka?” Tanya Dody yang tiba-tiba berada di bangku depan Dara. Senyum manis menghiasi wajah tampan Dody. “Dia tidak layak mendapatkan cintamu.”
“Eh, kamu.” Kata Dara lemah.
“Hanya itu sapaan terbaikmu untuk sahabat baikmu ini?” cela Dody sambil tetap tersenyum manis. “Senyum, dong. Ayo… mana senyum manis yang pantas gue terima?”
Dara mendengus. Dia memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan senyum yang sulit dia tahan.
“Haha. Akhirnya.” Tawa Dody setelah melihat senyum manis Dara dihiasi semburat merah di pipi Dara. “Kamu cantik sekali. Kaka bodoh karena mencampakkanmu demi Lisa yang hanya punya sepermpat kecantikanmu” Katanya. “Gue akan jadi cowok paling beruntung di dunia kalo menjadi pacarmu.”
Pipi Dara semakin merah.
Sumber foto pixabay.com |
"Hadiah persahabatan" kata Dody sambil tersenyum manis. “Cobalah. Kamu pasti lupa pada Kaka kalau mau menelannya.”
Dara memandang ragu tangan Dody yang mengulurkan sebutir pil kecil berwarna putih. Bagaimana mungkin benda sekecil itu bisa melupakan sakit hatinya?
“Obat apa ini?” Tanya Dara ragu.
“Obat sakit hati. Cobalah.”
“Tidak. Aku tidak suka minum obat.” Kata Dara.
“Kamu ingin lupa tidak?” desak Dody.
Butuh tenaga ekstra bagi Dody untuk membuat Dara percaya bahwa obat yang diberikan manjur untuk melupakan Kaka. Dengan telaten Dody membujuk, mendengarkan, menasehati, menghibur, semua yang bisa dia lakukan agar Dara percaya. Agar Dara percaya dan mau menjadi sahabatnya. Lebih tepatnya, menjadi konsumen tetapnya.
Pelan namun pasti akhirnya Dara sepakat bahwa pil Dody sungguh luar biasa karena dapat membantunya menertawakan duka. Setengah bercanda mereka menamakan pil itu sebagai “Obat Duka Dara”. Demi menjaga rahasia, mereka menyebut pil tersebut ODD. Bahkan Dara tidak marah ketika tahu bahwa obat yang diminumnya adalah obat terlarang karena dia memang berhasil melupakan Kaka dan semua masalah yang membelitnya. Rasanya dia memiliki dunia baru yang indah. Bahkan Dara bersedia membayar setelah hadiah ketiga. Sayang, obat Dody sangat mahal. Terlalu mahal untuk sebutir pil dan mau tidak mau Dara harus membayarnya setelah mulai ketagihan. Ketika hari berganti menjadi minggu, Dara merasa sudah saatnya berhenti meminum obat Dody. Uang saku dan tabungan kuliahnya telah habis. Dia takut mama akan tahu bahwa tabungan kuliah yang disimpan atas namanya telah habis.
Sumber foto pixabay.com |
***************
Sampai sore Dara masih berhasil bertahan. Dia meringkuk di kamar mandi. Dara merasa seluruh tubuhnya terbakar. Nyeri, sakit, panas, menusuk-nusuk. Setengah berhalusinasi, Dara bisa merasakan aliran darahnya menggelagak berganti dengan magma dan membakar semua pembuluh darah yang dilaluinya. Dara meringkuk kesakitan di bawah guyuran air shower sambil berharap panas dan nyeri hebat yang dirasakan sedikit mereda.
Dara tahu usahanya sia-sia belaka. Rasa panas, nyeri dan sakitnya tak jua hilang. Detak jantung dan nafasnya semakin memburu dan matanya nyalang menatap tanpa fokus. Lebih buruk lagi, tiba-tiba dia mengalami diare akut. Dara menggigit bibir menahan sakit dan keinginannya untuk menelpon Dody.
Sumber foto pixabay.com |
***************
Dara tahu dia kalah. Menelpon Dody adalah satu-satunya harapan untuk menghentikan kesakitan yang dia rasakan. Setengah hari yang sangat menyiksa akhirnya lenyap setelah seringai Dody muncul di dalam kamarnya. Dody memang sudah biasa bertandang ke rumahnya dan mama tidak pernah curiga pada kedekatan mereka. “Hanya aktivitas normal dua remaja” begitu pikir mama. Bahkan Dody boleh langsung memasuki kamar Dara karena mereka biasa belajar bersama.Dengan tangan gemetar Dara merebut sebutir pil di tangan Dody yang memandangnya sambil tersenyum puas. Seringai Dody terlihat seperti setan di mata Dara yang tengah sakaw. Namun Dara tak perduli. Hanya obat ini yang mampu menghapus nyeri dan panas luar biasa yang dirasakannya saat ini.
Persahabatan mereka yang telah lenyap setelah sakaw pertama Dara. Satu persatu barang Dara berpindah tangan meski tak pernah cukup untuk membayar barang dagangan Dody. Bahkan Dara sudah tidak perduli berapa kali dia mencuri uang maupun perhiasan mama.
Dara asyik berkelana di dunia maya, mencari informasi tentang pil ODD yang dia konsumsi. Inilah pertama kali dia mengenal istilah Napza – Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif dan penanggulangannya. Ternyata semua gejala yang dia alami adalah gejala umum dan pasti dialami. Dara bergidik mengingat kesakitan yang dia rasakan. Pengalaman yang luar biasa menyakitkan. Namun ketakutan akan amarah mama dan papa menyeruak memaksa Dara menepis keraguan yang kembali dirasakannya. Dara menguatkan hati akan mencoba kembali putus obat napza. Dia harus kuat. Jika perlu dia akan berbohong mengatakan ada tugas keluar kota untuk agar mama papa tidak tahu kesakitan yang akan dirasakannya.
Otak dara berkelana mencari cara dan skenario agar bisa keluar rumah sementara waktu. Apakah dia akan pergi ke rumah pakde di Jawa? Pakde Eko sangat baik dan pasti bersedia membantu tanpa memberitahu mama papa. Setidaknya tidak sekarang. Sampai Dara siap menerima amarah mama papa dan bertanggung jawab.
Pikiran Dara terus mengembara ketika terdengar kembali teriakan Mama memanggil namanya. Apa yang membuat mama berteriak-teriak seperti ini? Pikir Dara sambil mengayunkan langkah pelan menuju asal suara mama dari kamarnya. Darahnya berdesir. Mungkinkah?
Sumber foto pixabay.com |
“Dara!”
“Ya, Ma!” balas Dara melengking menyaingi lengkingan Mama.
“Cepat kemari!”
Masih dengan langkah pelan dan tidak perduli, Dara berjalan menuju kamar Mama yang selalu bersih dan bernuansa putih.
“Ada apa, Ma?” tanyanya. Tanya Dara sambil duduk di kursi puff putih.
“Perhiasan mama! Liontin mama hilang!” teriak mama panik.
Dara merasakan desir pelan di dadanya. Sebuah perasaan bersalah yang segera ditepisnya. “Kok bisa, Ma? Mama meletakkannya dimana?”
“Selalu di sini! Bagaimana mungkin bisa hilang!? Pasti ada pencuri di rumah ini. Mungkinkah si Tina? Dia baru bekerja 3 bulan di sini?” Mama sibuk menebak-nebak pencuri liontinnya sambil terus menggeledah lemari pakaiannya satu-persatu. “Mengapa kamu diam saja! Bantu mama, dong!” bentak mama ketika melihat Dara tak juga beranjak dari tempat duduknya.
Setengah hati, Dara membantu mama menggeledah satu-persatu almarinya yang berpintu empat sambil mendengarkan tuduhan-tuduhan mama pada mbok Surti maupun Tina. Dari sekedar dugaan sampai akhirnya menjadi tuduhan. Dara pura-pura mendengar namun tidak berminat menimpali. Dia terlalu asyik pada ingatannya sendiri ketika menggeledah almari mama pagi tadi untuk mencuri liontin berbentuk hati yang saat ini dicari mama. Sejenak Dara ragu apakah akan memberitahu mama atau tidak. Dara bergidik dan segera menepis rasa bersalah karena membiarkan mama menuduh Tina. Dara memfokuskan pikirannya pada satu kenangan indah agar rasa bersalahnya hilang. Biarlah. Apa peduliku pada nasib mereka? Pikir Dara.
Mereka menghabiskan dua jam untuk memeriksa satu-persatu almari pakaian mama dan semua mebel berlaci di kamar mama. Meja rias, nakas, bahkan Dara menggeledah bawah tempat tidur. Sambil mencari mama mengatakan liontin itu harus ditemukan karena besok papa dan mama akan mengundang beberapa kolega mama dan papa untuk merayakan hari pernikahan mereka ke 18.
Setelah dua jam yang menyiksa, akhirnya Dara dan mama sepakat bahwa liontin itu tidak ada di dalam almari maupun meja rias mama. Liontin itu telah raib bersama beberapa koleksi perhiasan mama yang sudah lama sekali tidak dipakai. Kemurkaan mama semakin memuncak. Dara harus bersusah payah menahan mama agar tidak menelpon polisi dahulu sebelum menyelidiki pencurian perhiasan mama. Pencurian yang dilakukan Dara sendiri demi membayar ODD.
Mama meraung memanggil mbok Surti dan Tina. Tergopoh-gopoh mbok Surti dan Tina berlari menuju kamar mama yang berantakan. Mama yang murka serta merta menuding mereka berdua yang meringkuk dipojok kamar tanpa berani memandang wajah majikan mereka. Wajah mama berganti dari merah ke ungu. Matanya mendelik. Darah di lehernya memompa lebih cepat dan nafasnya memburu. Dara ikut menundukkan muka karena takut melihat murka mama. Matanya gelisah mencuri pandang antara mama, mbok Surti dan Tina.
“Dimana perhiasanku! Kalian jual dimana! Katakan atau aku panggil polisi sekarang!” bentak mama. “Kalian para pencuri!”
***************************
Cerita ini diikutsertakan dalam lomba Kecubung 3 Warna pakde Cholik di Newblogcamp. Semoga grup Rilis menjadi salah satu pemenang. Amin. ^_^
19 Komentar
Allhamdulillah RiLiS juga ya mbak cerbungnya. tunggu aku ya
BalasHapusikutan juga toh mbak..ceritanya menarik, saling mendoakan ya! ^^
BalasHapusmantab ceritanya, terus berkarya.
BalasHapus:D
Apik e Jo ..
BalasHapusDukungan penuh pdmu ..
Mbak Henny, mas Agung & mas Aryadevi: Terima kasih kunjungan dan do'anya. Amin-amin. Semoga pagelaran pakde Cholik sukses dan kita menjadi salah satu yang beruntung. Amin.
BalasHapusPapa N13H: Mama N13 siap berkarya. :D
BalasHapusTerima kasih karena cinta & dukunganmu. @_@
Semoga sukses di pagelarannya pak De Cholik
BalasHapussalam saya
NH18
Yin-Yang
Bapak Trainer, saya selalu berbunga-bunga & bangga jika mendapat komentar bapak.
BalasHapusSalam takzim,
Susi
Mbak Susi, maaf baru mampir Lagi aga ribet, jadi belum sempet BW. Good luck for us ya hehehe. Aku baru saja me-rilis bagian akhirnya nih mbak :-)
BalasHapusOke. Sip! Siap meluncur ke sana.
BalasHapusmengerikan ya mbak,,jika anak kecanduan narkoba...harus selalu jaga anak kita selalu...
BalasHapussukses mbak susi untuk kontesnya, ceritanya keren...
BalasHapusWaaah... aku bacanya loncat-loncat tadi, bagian 2-3-1, tapi tetap seru untuk dinikmati. Gudlak ya mba ;)
BalasHapusPutri Amirilis: Benar sekali, mbak. Semoga tulisan ini sedikit memberi pencerahan tentang akibat putus obat/sakaw yang ternyata mengerikan.
BalasHapusMbak Nia & Mbak Orin: Terima kasih pujian & do'anya. Sukses untuk kita semua yang memberanikan diri & meluangkan waktu mengikuti kontes ini karena ternyata tantangannya lebih sulit daripada menulis sendiri. Menyamakan tema, persepsi, bahkan mempelajari gaya bercerita masing teman 1 grup agar cerita tetap nyambung.
BalasHapusMaaf nih jeng Susi, lagi sempet mampir dimari.. wah, Jadi penasaran kelanjutan kisahnya Dara.. apakah perhiasan yang dicolong itu ketemu semua?.. atau eemang dijual buat bikin rumah?..
BalasHapushemm.. semoga sukses dengan kontes Kecubung 3 Warnanya yaa.. semoga menang juga!
#amien, usap muka
Gaphe: Terima kasih do'anya ya.
BalasHapusTerima kasih mas juragan tempe. ;)
BalasHapusNapza selalu mengerikan! Semoga naka-anak kita tidak pernah terjerumus di dalamnya.
BalasHapusKisah telah disimpan dalam memori untuk dinilai.
Salam hangat selalu.
Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)